Ada beragam jenis anemia, dan salah satunya adalah anemia hemolitik yang bisa berakibat fatal. Kondisi ini dapat dipicu oleh penyakit atau obat-obatan tertentu. Kenali gejala anemia hemolitik agar penanganan dapat segera dilakukan sebelum terlambat.
Sel darah merah yang dihasilkan oleh sumsum tulang berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke jantung dan seluruh tubuh. Jika sel darah merah berkurang atau mengalami kerusakan, tubuh akan mengalami anemia. Namun, anemia hemolitik berbeda dengan anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi.
Anemia hemolitik terjadi karena kerusakan sel darah merah. Kondisi ini ditandai dengan hancurnya sel darah merah sebelum waktunya, sehingga jumlah sel darah merah akan berkurang. Karena proses penghancurannya yang cepat, tubuh tidak memiliki cukup waktu untuk membuat sel darah merah baru.
Ada dua jenis anemia hemolitik, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Anemia hemolitik intrinsik terjadi ketika sel darah merah yang diproduksi oleh tubuh tidak berfungsi dengan sempurna. Hal ini biasanya terjadi karena faktor genetik, misalnya pada penderita thalasemia dan anemia sel sabit.
Sementara itu, anemia hemolitik ekstrinsik atau anemia hemolitik autoimun bisa terjadi karena limpa menghancurkan sel darah merah yang sehat atau reaksi autoimun. Selain itu, anemia hemolitik ekstrinsik juga dapat terjadi karena infeksi, tumor, reaksi transfusi darah, limfoma, leukemia, atau efek samping obat-obatan.
Gejala Anemia Hemolitik
Gejala yang ditunjukkan penderita anemia hemolitik bisa berbeda antara penderita yang satu dengan penderita yang lain. Hal ini tergantung dari tingkat keparahan kondisi yang diderita.
Penderita anemia hemolitik ringan kadang tidak menunjukkan adanya gejala. Namun, bila kondisinya sudah lebih berat, penderitanya bisa mengalami gejala berupa:
- Kulit tampak pucat, terutama di bagian wajah
- Demam
- Linglung
- Pusing
- Muncul sensasi melayang
- Cepat lelah
- Lemas
- Tidak mampu beraktivitas fisik
Selain itu, ada pula beberapa gejala yang dapat mengarah pada anemia hemolitik, seperti:
- Kulit atau bagian putih mata berwarna kuning (penyakit kuning)
- Urine berwarna gelap
- Detak jantung meningkat
- Terdengar suara bising pada jantung
- Adanya pembesaran limpa atau hati
Diagnosis Anemia Hemolitik
Untuk memastikan seseorang menderita anemia hemolitik, perlu dilakukan beberapa tahap pemeriksaan medis.
Pertama, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik serta menelusuri riwayat medis dan penyakit untuk mengidentifikasi adanya kelainan, seperti penyakit kuning dan tanda pembesaran limpa atau hati yang mengacu pada anemia hemolitik.
Jika dokter mencurigai adanya anemia hemolitik, pasien akan diminta melakukan tes darah yang mencakup tes fungsi hati, kadar hemoglobin, dan perhitungan jumlah sel darah merah dalam tubuh. Pemeriksaan tingkat bilirubin juga dilakukan untuk melihat kadar sel darah merah yang sudah dihancurkan oleh organ hati.
Tes retikulosit pun dapat dilakukan untuk menghitung seberapa banyak produksi sel darah merah. Ada pula kemungkinan dilakukan tes urine dan biopsi atau aspirasi tulang sumsum untuk mengevaluasi apakah sumsum tulang menghasilkan sel darah dengan normal atau tidak.
Penanganan Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik berbeda-beda tergantung tingkat keparahan penyakit. Ada beberapa pilihan pengobatan, mulai dari penggunaan obat kortikosteroid, imunoterapi, kemoterapi, transfusi darah, dan terapi penggantian cairan plasma darah.
Di antara semua jenis pengobatan tersebut, transfusi darah selalu menjadi andalan dalam menangani anemia hemolitik berat, terutama bila ada perdarahan aktif.
Tindakan operasi, seperti pengangkatan limpa, transplantasi sumsum tulang atau sel punca, juga diperlukan untuk menangani anemia hemolitik yang lebih parah. Namun, efektivitas terapi sel punca untuk menangani anemia hemolitik masih perlu dievaluasi lebih lanjut.
Jangan sepelekan gejala anemia hemolitik yang Anda alami. Segera temui dokter untuk mendapatkan penanganan, terutama jika gejala yang dialami tidak kunjung hilang atau semakin parah. Semakin cepat penanganan anemia hemolitik dilakukan, semakin rendah pula risiko terjadinya komplikasi.