Dampak polusi udara bagi kesehatan tidak bisa disepelekan. Ada berbagai gangguan kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang yang terjadi akibat menghirup zat berbahaya dalam polusi udara, mulai dari masalah pernapasan, kanker, hingga kematian.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat polusi udara paling parah di dunia. Tingkat polusi udara di Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia bahkan 6 kali lebih tinggi daripada batas normal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menderita gangguan kesehatan merupakan dampak polusi udara yang pasti terjadi. WHO bahkan memperkirakan jika harapan hidup masyarakat Indonesia dapat turun sebanyak 5,5 tahun akibat menghirup polusi udara setiap hari.
Selain dari asap kendaraan bermotor, sumber polusi udara di Indonesia berasal dari limbah industri, emisi pembakaran batu bara, dan kebakaran hutan.
Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan
Polusi udara terbagi menjadi 2 kategori, yaitu polusi udara luar ruangan dan polusi udara dalam ruangan. Polusi luar ruangan meliputi pembakaran bahan bakar fosil (asap kendaraan dan pabrik), gas berbahaya (sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida), dan asap rokok.
Sementara itu, polusi udara dalam ruangan berasal dari gas (karbon monoksida atau radon), produk atau bahan kimia rumah tangga, asap rokok, bahan bangunan (asbes, timbal, atau formaldehida), alergen dalam ruangan, serta jamur.
Pada beberapa kasus, polusi udara luar ruangan bisa masuk ke dalam rumah melalui sistem ventilasi, seperti jendela, pintu, dan lubang sirkulasi udara lain yang terbuka.
Polusi udara di dalam maupun di luar ruangan sama-sama memberikan dampak negatif untuk kesehatan. Berikut ini adalah beberapa dampak polusi udara bagi kesehatan:
1. Mata merah dan iritasi hidung
Mata merah dan iritasi hidung bisa menjadi gejala pertama paparan polusi udara berpartikel besar maupun kecil. Selain karena polusi udara di luar ruangan, kondisi ini juga bisa menjadi dampak polusi udara dalam ruangan.
Contoh polusi dalam ruangan adalah gas dan senyawa yang menguap dari dinding yang baru dicat. Zat-zat tersebut dapat mengiritasi mata dan hidung. Selain itu, polusi udara dalam ruangan juga bisa tercipta ketika membersihkan rumah menggunakan pembersih beraroma menyengat.
2. Asma
Dalam jangka pendek, dampak polusi udara dapat membuat seseorang mengalami batuk, sesak napas, dan mengi. Dalam jangka panjang, keluhan ini dapat berkembang menjadi asma.
Dua polutan utama yang paling berisiko menyebabkan asma adalah ozon dan partikel kecil, seperti debu, yang tersangkut dalam saluran napas.
3. Bronkitis
Pembakaran bahan bakar fosil dapat menghasilkan partikel asam yang mudah mengendap dan mengiritasi saluran napas bagian atas. Partikel-partikel yang terdiri dari sulfur oksida dan nitrogen dioksida inilah yang menjadi pemicu bronkitis.
Bronkitis adalah iritasi atau peradangan di dinding saluran bronkus, yaitu pipa yang menyalurkan udara dari tenggorokan ke paru-paru. Dampak polusi udara ini mengakibatkan seseorang mengalami batuk yang terkadang disertai dengan keluarnya dahak atau lendir.
4. Pneumonia
Bronkitis yang memburuk dan tidak ditangani berisiko menyebabkan pneumonia. Kondisi ini terjadi ketika infeksi menyebar ke paru-paru, sehingga kantung udara di dalam paru-paru mengalami peradangan dan terisi cairan.
Selain karena bronkitis yang memburuk, pneumonia juga bisa terjadi ketika seseorang terus-menerus terpapar zat dalam polusi udara, khususnya zat nitrogen oksida dan sulfur dioksida.
5. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru mengalami peradangan dalam waktu yang lama. Bronkitis kronis merupakan kondisi yang dapat menjadi awal mula terjadinya PPOK.
Pada penderita PPOK, aliran udara di paru-paru menjadi lebih terbatas. Akibatnya, ia akan merasa tersengal-sengal saat bernapas.
Penelitian menunjukkan bahwa dampak polusi udara ini lebih sering terjadi pada orang yang tinggal di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi. PPOK bahkan menjadi penyakit paling mematikan nomor 3 di dunia berdasarkan data WHO tahun 2019.
6. Kanker paru-paru
Seiring berjalannya waktu, PPOK yang memburuk berisiko menyebabkan kanker paru-paru. Namun, kanker paru-paru juga bisa terjadi jika terpapar polusi udara dalam jangka panjang meskipun pada awalnya tidak menderita PPOK.
Partikel dari polusi udara yang masuk dan mengendap di paru-paru dapat memicu terjadinya pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Hal tersebut merupakan cikal bakal terjadinya kanker paru-paru.
7. Penyakit kardiovaskular
Penelitian mengungkapkan bahwa paparan jangka panjang terhadap partikel polusi dan nitrogen oksida berkontribusi terhadap penumpukan kalsium pada pembuluh darah arteri koroner.
Penumpukan ini dapat mengakibatkan sumbatan pada aliran darah dan menjadi pemicu berbagai penyakit kardiovaskuler, seperti detak jantung tidak teratur (aritmia), gagal jantung, serangan jantung, dan stroke.
8. Penyakit autoimun
Dampak polusi udara lainnya ialah memicu terjadinya penyakit autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan multiple sclerosis.
Paparan polusi menyebabkan sistem kekebalan tubuh terganggu dan justru menyerang bagian tubuh yang sehat. Padahal, sistem kekebalan tubuh seharusnya menjadi benteng bagi tubuh dalam melawan penyakit dan zat asing, seperti bakteri dan virus.
9. Gangguan kehamilan dan janin
Pada ibu hamil, polusi udara bisa menyebabkan gangguan perkembangan pada paru-paru dan ginjal janin, kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah, dan keguguran.
Sebuah studi juga menyebutkan bahwa ibu hamil yang terpapar partikel polusi padat dalam kadar yang tinggi selama trimester ketiga kehamilan menjadi 2 kali lebih rentan melahirkan anak dengan autisme.
Namun, penting untuk diketahui bahwa paparan polusi dalam jumlah yang sama di awal kehamilan tidak menyebabkan peningkatan risiko terjadinya autisme pada anak.
10. Gangguan kecerdasan
Polusi udara juga dapat berdampak pada kecerdasan, terutama pada anak-anak. Dampak polusi udara ini terjadi jika terpapar timbal.
Anak-anak yang terpapar timbal dapat mengalami penurunan nilai IQ (tingkat kecerdasan) dan kemampuan kognitif, sehingga bisa memengaruhi prestasi anak di sekolah.
Di samping itu, anak-anak juga rentan mengalami gangguan perilaku, pubertas yang tertunda, serta penurunan fungsi pendengaran.
11. Demensia
Demensia atau pikun adalah penyakit yang menyebabkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Polusi udara dapat menjadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko terjadinya demensia.
Dampak polusi udara ini berasal dari paparan partikel padat, nitrogen dioksida, dan nitrogen oksida. Semua komponen tersebut akan menyebabkan perubahan pada struktur otak, dan memicu terjadinya demensia.
12. Kematian dini
Menghirup udara yang tercemar, bahkan dalam waktu singkat, dapat mempersingkat masa hidup. Menurut data WHO tahun 2019, lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia meninggal karena kematian dini akibat polusi udara.
Kematian dini ini disebabkan oleh paparan partikel padat maupun gas yang menyebabkan gangguan pernapasan, kardiovaskular, serta kanker.
Dampak polusi udara di atas sebagian besar saling terkait karena keluhan yang ringan dapat menjadi awal dari dampak yang lebih besar. Mengingat efeknya pada kesehatan, sebisa mungkin upayakan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi paparan langsung polusi udara.
Hal tersebut bisa Anda lakukan dengan membatasi aktivitas di luar ruangan saat kualitas udara sedang buruk. Untuk memastikannya, Anda sebaiknya memeriksa indeks kualitas udara secara berkala. Jika tidak memungkinkan untuk menunda aktivitas di luar ruangan, gunakanlah masker untuk meminimalkan dampak polusi udara.
Anda juga bisa berkontribusi mengurangi polusi udara dengan cara bepergian menggunakan transportasi umum maupun sepeda, berjalan kaki untuk bepergian dalam jarak dekat, mengganti kompor gas dengan kompor listrik, dan tidak merokok.
Apabila Anda tinggal di tempat yang tingkat polusi udaranya tinggi dan sering mengalami keluhan pernapasan, seperti batuk, sesak napas, mengi, atau nyeri dada, sebaiknya periksakan diri ke dokter guna mendapatkan penanganan yang sesuai.