Afasia adalah gangguan berkomunikasi yang disebabkan oleh kerusakan di otak. Gangguan ini dapat memengaruhi kemampuan berbicara dan menulis, serta kemampuan memahami kata-kata saat membaca atau mendengar. Afasia sering disebabkan oleh stroke atau cedera kepala.
Penderita afasia umumnya keliru dalam memilih atau merangkai kata-kata menjadi sebuah kalimat yang benar. Selain itu, penderita afasia juga tidak bisa memahami perkataan orang lain. Meski demikian, gangguan dalam berkomunikasi ini tidak memengaruhi tingkat kecerdasan dan daya ingat penderitanya.
Afasia bisa terjadi secara tiba-tiba setelah seseorang mengalami stroke atau cedera kepala. Namun, afasia juga dapat terjadi secara bertahap akibat tumor otak atau demensia.
Penyebab Afasia
Afasia bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala yang menandai adanya kerusakan di bagian otak yang mengatur bahasa dan komunikasi.
Salah satu penyebab kerusakan otak yang paling sering memicu afasia adalah stroke. Saat terserang stroke, tidak adanya aliran darah ke otak menyebabkan kematian sel otak atau kerusakan di bagian otak yang memproses bahasa. Diketahui sekitar 25–40% penderita stroke menderita afasia.
Selain stroke, kerusakan otak akibat cedera kepala, tumor otak, atau infeksi di otak (ensefalitis) juga bisa menyebabkan afasia. Dalam kondisi tersebut, afasia biasanya disertai dengan gangguan daya ingat dan gangguan kesadaran.
Penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel otak, seperti demensia dan penyakit Parkinson, juga dapat menyebabkan afasia. Pada kondisi ini, afasia akan berkembang secara bertahap seiring dengan perkembangan penyakit.
Gejala Afasia
Gejala afasia bisa bervariasi, tergantung pada bagian otak yang rusak dan tingkat kerusakan yang terjadi. Berdasarkan gejala yang muncul, afasia dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Afasia Wernicke (reseptif)
Afasia Wernicke atau afasia reseptif biasanya disebabkan oleh kerusakan otak di bagian kiri tengah. Kondisi yang juga dinamakan dengan sensory aphasia ini membuat penderitanya kesulitan memahami kata-kata yang didengar atau dibaca.
Afasia reseptif membuat penderitanya memberikan tanggapan atau kalimat yang sulit dimengerti oleh lawan bicaranya.
2. Afasia Broca (ekspresif)
Pada afasia Broca atau afasia ekspresif, penderita tahu apa yang ingin disampaikan kepada lawan bicaranya, tetapi kesulitan untuk mengutarakannya. Kondisi yang juga dinamakan motor aphasia ini biasanya disebabkan oleh kerusakan otak di bagian kiri depan.
3. Afasia global
Afasia global merupakan afasia paling berat dan biasanya terjadi ketika seseorang baru saja mengalami stroke. Afasia global biasanya disebabkan oleh kerusakan yang luas di otak.
Kondisi afasia global menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan bahkan tidak mampu membaca, menulis, dan memahami perkataan orang lain.
4. Afasia progresif primer
Kondisi ini menyebabkan penurunan kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan memahami percakapan, yang terjadi secara perlahan. Afasia progresif primer jarang terjadi dan sulit ditangani.
5. Afasia anomik
Penderita afasia anomik atau anomia sering kali mengalami kesulitan dalam memilih dan menemukan kata-kata yang tepat ketika menulis dan berbicara.
Kapan harus ke dokter
Karena afasia merupakan gejala dari kondisi yang lebih serius, segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala di atas. Pemeriksaan dokter diperlukan untuk mencegah kondisi semakin memburuk dan mecegah komplikasi.
Diagnosis Afasia
Diagnosis afasia diawali dengan tanya jawab seputar gejala yang dialami pasien, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan sistem saraf.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
-
Penilaian komunikasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pasien dalam menulis, membaca, berbicara, memahami percakapan, dan ekspresi verbal.
-
Pemindaian otak
Pemindaian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan di otak dan tingkat keparahannya. Pemindaian bisa dilakukan dengan MRI, CT scan, atau positron emission tomography (PET scan).
Pengobatan Afasia
Jika kerusakan otak tergolong ringan, afasia dapat membaik dengan sendirinya. Namun, bila afasia yang diderita cukup berat, dokter akan memberikan penanganan.
Metode penanganan afasia akan disesuaikan dengan jenis afasia yang diderita, bagian otak yang rusak, penyebab kerusakan otak, usia, dan kondisi kesehatan pasien.
Metode tersebut antara lain:
Terapi wicara
Terapi wicara dan bahasa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam membaca, menulis, dan mengikuti suatu perintah. Selain itu, pasien juga akan diajarkan cara berkomunikasi dengan gerakan atau gambar.
Terapi wicara bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi seperti program komputer atau aplikasi.
Obat-obatan
Obat untuk mengatasi afasia biasanya bekerja dengan cara melancarkan aliran darah ke otak, mencegah berlanjutnya kerusakan otak, dan menambah jumlah senyawa kimia yang berkurang di otak. Salah satu obat yang digunakan adalah piracetam.
Operasi
Prosedur operasi dapat dilakukan jika afasia disebabkan oleh tumor otak. Operasi bertujuan untuk mengangkat tumor otak sehingga afasia dapat tertangani dengan baik.
Komplikasi Afasia
Gangguan berkomunikasi akibat afasia bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari penderitanya, termasuk dalam hal pekerjaan dan hubungan pribadi. Jika tidak segera ditangani, afasia dapat menimbulkan gangguan kecemasan, depresi, dan keinginan mengisolisasi diri dari lingkungan.
Pencegahan Afasia
Belum ada cara yang pasti untuk mencegah terjadinya afasia. Langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah mencegah kondisi yang dapat menyebabkan afasia. Beberapa upaya pencegahan tersebut adalah:
- Berhenti merokok
- Menghindari konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan
- Menjaga berat badan tetap ideal agarterhindar dari obesitas
- Berolahraga secara teratur setidaknya 30 menit per hari
- Menjaga pikiran tetap aktif, misalnya dengan membaca, menulis, atau menggambar
- Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang, serta membatasi makanan tinggi lemak, gula, dan garam
- Menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara
- Berobat dan rutin kontrol ke dokter bila menderita diabetes, hipertensi, kolesterol tinggi, dan atrial fibrilasi, untuk mencegah stroke