Setelah berhubungan seksual, apakah kamu pernah merasakan ada sensasi seperti terbakar, nyeri, gatal-gatal, atau muncul pembengkakan di area kemaluan? Jika iya, mungkin saja kamu mengalami alergi sperma. Agar lebih jelas, simak informasinya di artikel berikut.
Alergi sperma atau human seminal plasma hypersensitivity adalah reaksi sistem imun yang berlebihan terhadap protein yang terkandung pada sperma atau air mani pria. Walaupun merupakan tergolong langka, kondisi ini tetap bisa terjadi pada wanita selama atau setelah berhubungan intim.
Gejala Alergi Sperma
Alergi sperma bisa dialami oleh siapa saja, tetapi risikonya lebih tinggi pada wanita yang sudah berusia di atas 30 tahun. Saat mengalami alergi sperma, wanita akan sering mengeluhkan munculnya gejala radang vagina vaginitis.
Alergi sperma bisa dikenali dari munculnya gejala berupa gatal-gatal, kemerahan, pembengkakan, nyeri, atau sensasi rasa terbakar setelah berhubungan seksual di area yang terkena sperma, seperti area vulva, organ reproduksi wanita, tangan, dada, mulut, atau dubur.
Secara umum, waktu munculnya gejala alergi adalah sekitar 20–30 menit setelah terkena sperma dan gejala bisa menetap selama beberapa jam hingga beberapa hari tergantung tingkat keparahan alergi.
Pada kasus yang berat, alergi sperma bisa menyebabkan syok anafilaktik. Kondisi ini bisa ditandai dengan munculnya gejala, seperti sulit benapas, mengi, bengkak di bibir atau lidah, pusing, mual, muntah, diare, hingga pingsan. Kondisi ini harus segera ditangani karena dapat membahayakan nyawa.
Begini Cara Mengatasi Alergi Sperma
Bila kamu mengalami gejala alergi sperma seperti yang telah disebutkan di atas, kamu perlu segera berkonsultasi dengan dokter. Untuk mendiagnosis alergi sperma, dokter akan melakukan tanya jawab dan pemeriksaan tertentu, seperti pemeriksaan vagina, tes usap vagina, tes tusuk kulit atau skin prick test, dan tes darah.
Bila hasil pemeriksaan membuktikan kamu mengalami alergi sperma, maka ada beberapa hal bisa kamu lakukan untuk mencegah kondisi ini muncul kembali:
1. Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
Untuk mengatasi alergi sperma, dokter akan memberi konseling kepada kamu dan pasangan tentang penggunaan pengaman atau kondom saat berhubungan intim. Cara ini merupakan pilihan terbaik agar risiko terpapar sperma berkurang dan alergi sperma tidak terjadi.
Dengan penggunaan kondom, kamu pun jadi lebih tahu penyebab pasti alergi yang kamu rasakan, apakah benar-benar karena paparan sperma atau bukan. Bila setelah menggunakan kondom gejala tersebut tetap muncul, kemungkinan besar alergi yang kamu alami tidak disebabkan oleh sperma.
2. Mengonsumsi obat antialergi
Guna meredakan gejala alergi, dokter bisa memberikan obat tertentu, misalnya antihistamin. Obat ini akan mengurangi jumlah dan kerja histamin yang meningkat saat terpapar alergen (zat pemicu alergi). Bila reaksi alergi yang muncul cukup parah, dokter bisa memberikan suntikan epinefrin untuk meredakan gejala.
3. Menjalani prosedur desensitisasi
Jika kamu dan pasangan tidak ingin menggunakan pengaman saat berhubungan intim, kamu bisa berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan prosedur desensitisasi.
Prosedur ini dilakukan dengan cara memaparkan zat pemicu alergi secara berkala dan bertahap. Biasanya, durasi dan kadar alergen yang dipaparkan akan ditambah atau dikurangi secara berkala, sembari dilakukan pengamatan terhadap kemunculan keluhan atau gejala.
Melalui prosedur ini diharapkan sistem kekebalan tubuh akan belajar mengenali dan merespons paparan alergen. Dengan begitu, reaksi alergi yang muncul bisa berkurang secara bertahap.
4. Tidak berhubungan seksual
Tidak berhubungan seksual bisa dibilang merupakan cara paling ampuh untuk menghindari munculnya gejala alergi sperma. Namun, hal ini tentu bisa memengaruhi hubunganmu dengan pasangan. Jadi, sebelum mengambil keputusan ini, sebaiknya komunikasikan masalahmu ke pasangan terlebih dulu, ya.
Alergi sperma tentu bisa menimbulkan rasa cemas, terlebih bagi wanita yang sudah aktif secara seksual. Oleh karena itu, bila kamu mengalami gejala alergi sperma seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, berkonsultasilah dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.