Alexithymia adalah istilah untuk orang yang tidak mampu mengenali, merasakan, dan mengekspresikan emosinya sendiri. Kondisi ini tidak termasuk gangguan mental, tetapi sering ditemukan sebagai gejala dari masalah psikologis atau kondisi medis tertentu. 

Seseorang yang mengalami alexithymia bukan berusaha menyembunyikan emosinya, melainkan sulit dan bingung memproses dan mengungkapkannya kepada orang lain. Kondisi ini terjadi saat seseorang tidak mampu menangkap sinyal emosi dalam dirinya sendiri.

Alexithymia

Penderita alexithymia juga tidak mampu membaca situasi atau merasakan emosi orang lain. Akibatnya, ia sering dianggap apatis, asing, bahkan arogan karena tidak bisa memberi respons emosi yang tepat. Ketidakmampuannya untuk merasakan emosi juga bisa menempatkannya pada situasi yang berbahaya.

Sebagai contoh, orang dengan alexithymia bingung dengan munculnya perasaan janggal dari orang asing yang berusaha menculiknya. Namun, ia tidak bisa menunjukkan perasaannya bahkan bingung harus melakukan apa. Bila tidak ada usaha perlawanan atau mencari pertolongan, ia bisa saja dilukai oleh penculik tersebut.

Contoh lainnya, penderita alexithymia akan kesulitan untuk menyampaikan perasaan atau berinisiatif menyenangkan sahabat maupun pasangan. Hal ini bisa membuat sahabat dan pasangan merasa tidak dicintai, frustrasi, bahkan memutus hubungan dengan penderita alexithymia.

Penyebab Alexithymia

Sejauh yang diketahui, alexithymia erat kaitannya dengan masalah genetik, gangguan saraf, atau gangguan perkembangan. Berdasarkan jenisnya, alexithymia dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:

Alexithymia primer 

Alexithymia primer terjadi sejak anak lahir, umumnya karena kelainan genetik atau kelainan otak. Kerusakan pada otak dapat membuat anak tidak mampu merasakan dan menyampaikan emosinya, bahkan menaruh empati pada orang lain.

Alexithymia sekunder 

Alexithymia sekunder adalah alexithymia yang muncul akibat suatu kondisi tertentu, meliputi:

  • Post-traumatic stress disorder (PTSD)
  • Gangguan kecemasan
  • Gangguan depresi
  • Gangguan makan
  • Gangguan kepribadian
  • Obsessive compulsive disorder (OCD)
  • Trauma akibat mengalami kekerasan di masa kecil

Faktor risiko alexithymia 

Beberapa kondisi di bawah ini juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami alexithymia:

  • Cedera kepala 
  • Penggunaan obat-obatan terlarang
  • Kecanduan alkohol
  • Gangguan saraf, misalnya stroke, penyakit Huntington, penyakit Parkinson, multiple sclerosis, atau epilepsi
  • Penyakit Alzheimer
  • Demensia 
  • Dystonia, yaitu gangguan dengan otot yang berkontraksi tanpa terkendali 
  • Infeksi pada otak, misalnya radang otak (encephalitis) atau meningitis
  • Autisme 
  • Sindrom corticobasal, yaitu penyakit langka yang menyebabkan penyusutan bagian otak tertentu 

Gejala Alexithymia 

Tanda dan gejala alexithymia sering kali tidak disadari oleh penderitanya dan justru ditemukan oleh orang lain. Beberapa gejalanya meliputi:

  • Bingung atau kosong saat ditanya tentang perasaan
  • Saat ditanya tentang kondisi atau perasaan, hanya bisa menjawab “baik”-“buruk” atau “senang”-”tidak senang”
  • Cenderung menjelaskan emosi atau perasaan dengan logika dan sensasi fisik
  • Tidak mampu berimajinasi dan tidak menemukan kesenangan dalam membayangkan sesuatu
  • Cenderung marah tanpa sebab saat tidak bisa menjelaskan emosinya sendiri
  • Tidak mengerti tentang ekspresi wajah dirinya sendiri maupun orang lain
  • Tampak tidak peduli pada kebahagiaan atau emosi orang lain
  • Hilang motivasi dan semangat tanpa sebab, hingga menunda pekerjaan
  • Tidak memiliki rencana masa depan yang jelas
  • Detak jantung cepat, sesak napas, badan sakit, dan sakit kepala tanpa sebab jelas
  • Memiliki pemikiran bunuh diri atau melukai diri sendiri tanpa alasan kuat

Kapan harus ke dokter 

Jika Anda merasakan gejala alexithymia dan kesulitan untuk menjalani hidup, jangan ragu untuk berkonsultasi melalui Chat Bersama Dokter. Dengan begitu, dokter dapat membantu Anda untuk menemukan sumber masalah dan menanganinya.

Anda juga bisa berkonsultasi dengan dokter melalui chat jika merasa anggota keluarga atau pasangan Anda mengalami alexithymia. Hal ini karena interaksi dan komunikasi dengan penderita alexithymia bisa membuat Anda merasa frustrasi, apalagi jika dijalani seorang diri.

Melalui konsultasi online, dokter juga dapat membantu Anda untuk mengelola emosi Anda sendiri dan mengetahui cara yang lebih efektif ketika berhadapan dengan penderita alexithymia.

Pada anak, gejala alexithymia dapat menyerupai gejala autisme. Jika anak Anda menunjukkan tanda alexithymia, lakukan konsultasi dengan psikolog atau psikiater anak. Bila gejala pada anak mengarah ke alexithymia, dokter mungkin akan menyarankan anak untuk menjalani pemeriksaan otak.

Diagnosis Alexithymia

Untuk mendiagnosis alexithymia, dokter akan terlebih dahulu menanyakan keluhan yang dialami dan riwayat kesehatan pasien secara menyeluruh, sambil memperhatikan emosi pasien pada kalimat yang diutarakannya maupun ekspresi mukanya.

Selain itu, dokter dapat menggunakan kuesioner untuk memeriksa keparahan alexithymia. Jika alexithymia dicurigai berasal dari kelainan sistem saraf, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan MRI.

Penanganan Alexithymia

Pengobatan alexithymia bertujuan melatih penderitanya agar mampu mengenali dan mengutarakan perasaannya sendiri, serta menumbuhkan empati kepada orang lain. Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat dilakukan:

Perubahan kebiasaan sehari-hari

Latihan yang dapat dilakukan oleh penderita alexithymia untuk mengekspresikan emosinya antara lain:

  • Melakukan journaling rutin setiap hari
  • Menggunakan bantuan foto atau emoji untuk mengenali macam-macam emosi 
  • Berpartisipasi dalam kelas seni, misalnya akting, musik, atau tari
  • Mendengarkan musik
  • Membaca komik atau novel
  • Melakukan latihan meditasi atau teknik relaksasi

Mengingat penderita alexithymia sering kali tidak menyadari kondisi yang dialaminya, keluarga atau orang terdekat dapat memberi bantuan berikut:

  • Bersabar dan memberi bantuan ketika penderita kesulitan mengutarakan emosinya
  • Memberikan ruang dan waktu bagi penderita alexithymia untuk mencerna emosi
  • Memberikan contoh-contoh emosi yang bisa terjadi, misalnya saat menonton film atau saat sedang mendatangi acara yang dihadiri banyak orang

Psikoterapi

Ada berbagai jenis psikoterapi yang dapat digunakan untuk alexithymia, contohnya dialectical behavioral therapy (DBT). Pada dasarnya, semua psikoterapi ini bertujuan untuk:

  • Melatih penderita alexithymia agar dapat mengenal dan mengelola emosi dalam dirinya
  • Meningkatkan kemampuan penderita untuk mengenali emosi orang lain
  • Melatih kemampuan penderita untuk bersosialisasi dengan orang lain
  • Mengenali dan menamai sinyal-sinyal dari dalam tubuh, seperti lapar, haus, atau sakit

Komplikasi Alexithymia

Bila tidak ditangani dengan tepat, alexithymia dapat membuat penderitanya stres berat karena mengalami kesulitan saat berinteraksi dengan orang lain. Komplikasi yang dapat terjadi bisa menyerang fisik maupun mental penderitanya, antara lain:

  • Isolasi sosial dan kesepian
  • Perilaku menyakiti diri sendiri (self harm)
  • Gangguan psikosomatik, di mana emosi yang tidak terekspresikan menjadi gejala fisik, seperti nyeri
  • Gangguan panik
  • Serangan jantung, yang dipicu oleh perilaku tidak sehat dari gangguan makan, kecanduan alkohol, atau tidak ada kesadaran mencari dokter saat merasa sakit

Pencegahan Alexithymia

Pencegahan alexithymia adalah dengan menghindari faktor risiko dari kondisi ini. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:

  • Menggunakan alat pelindung diri saat berkendara, guna mencegah cedera otak
  • Mengobati berbagai infeksi yang mudah menyebar ke otak, terutama infeksi mata dan telinga, sedini mungkin
  • Menjalani pengobatan secara rutin jika memiliki kondisi yang dapat menyebabkan alexithymia, misalnya epilepsi 
  • Tidak mengonsumsi minuman beralkohol maupun menggunakan obat-obatan terlarang
  • Menjaga kesehatan mental dengan melakukan kebiasaan yang sehat, misalnya mindful eating, olahraga rutin, journaling setiap hari, dan positive self talk 
  • Tidak membiarkan kecemasan, tetapi melakukan teknik relaksasi, seperti teknik grounding, untuk meredakannya