Apakah Si Kecil kesulitan belajar matematika dibandingkan pelajaran lainnya? Kalau jawabannya iya, mungkin ini pertanda bahwa ia mengalami diskalkulia. Apa itu diskalkulia dan kira-kira apa yang perlu Bunda lakukan dalam mendampingi anak diskalkulia? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini.
Diskalkulia adalah kondisi ketika seseorang kesulitan memahami dan mempelajari konsep-konsep matematika dasar, baik itu menghafal angka (tanggal, nomor telepon, atau nomor rumah), menghitung, mengelompokkan angka, serta memahami sistem penomoran.
Diskalkulia bukanlah gangguan mental dan bisa terjadi pada siapa pun. Namun, umumnya kondisi ini dialami oleh anak-anak pada usia 6–9 tahun.
Mengenali Anak dengan Diskalkulia
Sebuah penelitian menemukan bahwa sekitar 3–7% anak yang duduk di sekolah dasar (SD) mengalami diskalkulia. Meski kondisi ini lebih sering ditemukan pada anak-anak dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), diskalkulia bukan gangguan mental ya, Bun.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri anak dengan diskalkulia yang bisa Bunda kenali:
- Panik setiap kali bertemu pelajaran matematika atau kecewa jika menemukan permainan atau game yang membutuhkan kemampuan berhitung
- Masih menghitung dengan jari ketika anak lain seusianya sudah tidak lagi melakukannya
- Sulit memperkirakan ukuran, misalnya berapa tinggi sesuatu atau berapa lama perjalanan dari satu tempat ke tempat lain
- Sulit memahami perhitungan matematika dasar, seperti pertambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
- Sulit menghubungkan antara angka dengan kata yang mewakilinya (1 dengan ‘satu’)
- Sulit menghitung uang dan kembalian
- Sulit membaca jam dan mengingat kombinasi angka seperti nomor telepon
- Kesulitan mengikuti petunjuk bertahap dan mengenali pola
- Bingung dengan angka yang mirip, seperti 75 dan 57
- Bisa mengerjakan soal matematika pada suatu hari, tapi keesokan harinya sama sekali lupa caranya
Selain gejala di atas, seseorang yang mengalami diskalkulia dapat menunjukkan gejala emosional saat menghadapi situasi yang berhubungan dengan matematika. Gejala emosional ini dapat berupa marah, cemas, atau takut, serta gejala fisik, seperti mual, muntah, berkeringat, atau sakit perut.
Mendampingi Anak dengan Diskalkulia
Kalau Si Kecil terlihat sangat tertinggal dalam pelajaran matematika, jangan buru-buru menganggapnya mengalami diskalkulia. Ada baiknya periksakan Si Kecil ke dokter untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan lain, seperti gangguan penglihatan atau pendengaran, yang mungkin membuatnya sulit memahami penjelasan guru.
Untuk mengetahui apakah Si Kecil benar-benar mengalami diskalkulia atau tidak, ia harus melakukan serangkaian tes. Umumnya, tes yang dilakukan meliputi kemampuan matematika dasar, kelancaran dalam mengingat matematika dasar, kemampuan berhitung menulisnya, dan kemampuan untuk memahami kata.
Jika memang benar Si Kecil mengalami diskalkulia, berikut adalah beberapa hal yang dapat menjadi panduan Bunda untuk mendampinginya:
1. Mengenali gaya belajar yang tepat
Cobalah bantu Si kecil dalam mempelajari matematika dengan pendekatan lain. Misalnya, menggunakan benda yang dapat dilihat dan disentuh untuk membantu memahami pertambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Bunda bisa juga menggunakan ritme dan musik untuk mengajarkan langkah-langkah atau rumus dalam matematika. Jika Si Kecil merasa lebih mudah menggunakan jarinya untuk menghitung, biarkan ia melakukannya dan yakinkan ia bahwa hal ini tidak perlu membuatnya malu dengan teman-temannya.
2. Membicarakan kondisi ini dengan guru di sekolah
Guru sekolah harus mengerti keadaan Si Kecil. Dengan begitu, Bunda bersama guru dapat bekerja sama untuk menemukan pendekatan lain untuknya. Selain itu, dengan mengerti kondisi ini guru bisa memberikan kompensasi untuk mengerjakan tugas dan ulangan di sekolah.
Selain itu, guru juga bisa melindungi buah hati dari perlakuan yang tidak adil atau mungkin ejekan dari teman-temannya yang pintar menghitung. Umumnya, anak perlu belajar di tempat yang tenang tanpa hal-hal yang dapat memecah konsentrasinya.
3. Memuji setiap usaha anak
Apa pun hasilnya, selalu hargai usaha yang Si Kecil lakukan. Beri pujian tiap kali ia berusaha dalam belajar matematika. Puji Si Kecil saat ia memperlihatkan nilai ulangan matematikanya yang meningkat, meski nilainya masih di bawah rata-rata. Jangan memarahinya dan melakukan kekerasan karena hal ini bisa membuat anak stres.
4. Membantu anak mengelola kecemasan
Bunda dapat membantu Si Kecil menerima kelemahannya, serta mengenali dan mendukung kekuatannya di bidang lain. Ajak Si Kecil berbicara mengenai hal ini, sehingga ia mampu mengatasi kecemasan yang ia rasakan.
Jangan sampai melabeli anak yang mengalami diskalkulia sebagai anak bodoh ya, Bun. Dengan pendampingan yang tepat, anak dengan diskalkulia dapat mengatasi masalahnya sekaligus tetap mengembangkan kemampuannya di bidang lain.
Lagipula, kebahagiaan dan kesuksesan tidak semata-mata berasal dari nilai ujian matematika, kan?
Bila Si Kecil masih belum ada perubahan meski Bunda sudah melakukan beragam cara, termasuk menerapkan tips dalam belajar matematika, ada baiknya ajak Si Kecil untuk berkonsultasi dengan dokter anak ahli tumbuh kembang atau psikolog anak. Hal ini diharapkan mampu membantu mengatasi masalah diskalkulia yang dialaminya.