Setelah mengakhiri hubungan, banyak orang yang memilih untuk memutus kontak dengan sang mantan dan menganggapnya seperti orang asing. Namun, tidak sedikit pula yang memilih untuk tetap berhubungan baik dan menjalin pertemanan. Sebenarnya, berteman dengan mantan perlu atau tidak, ya?
Berpisah dengan seseorang yang pernah mengisi hati tentu bukanlah perkara yang mudah. Di samping merasa sedih, kehilangan, dan stres, mungkin terbesit juga di pikiranmu tentang bagaimana hubungan dengan mantan kekasih setelah putus, apakah bisa berlanjut sebagai teman atau benar-benar berakhir.
Pada dasarnya, berteman dengan mantan merupakan pilihan masing-masing individu. Ada yang memilih untuk memutus hubungan dan berusaha untuk menjalani hidup baru dengan move on, tetapi ada pula yang memilih untuk berteman karena alasan-alasan tertentu.
Alasan Mengapa Orang Memilih Berteman dengan Mantan
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 40% orang masih tetap berhubungan baik dengan mantannya. Kebanyakan dari mereka tidak terlalu sering berkomunikasi, mungkin hanya satu kali dalam sebulan. Sebagian kecil lainnya melakukan komunikasi beberapa kali dalam seminggu.
Beberapa faktor yang membuat seseorang masih menjalin hubungan dengan mantan meliputi:
- Memiliki hubungan yang bermanfaat, seperti pekerjaan atau bisnis
- Mantan masih menjadi bagian dari kelompok pertemanan
- Merasa telah menghabiskan banyak waktu dan melakukan banyak hal dengan mantan
- Memandang mantan sebagai “cadangan” jika suatu saat hubungan baru yang tengah dijalani gagal
- Tidak ingin kehilangan dukungan dan kepercayaan yang sebelumnya di dapat dari mantan
- Persoalan keuangan
- Ingin bersikap sopan dan tidak ingin melukai perasaan mantan
- Masih memiliki perasaan terhadap mantan
Jadi, Perlu atau Tidak Berteman dengan Mantan?
Sebelum memutuskannya, kamu perlu memahami terlebih dahulu tujuan dari pertemanan itu sendiri. Jika kamu menganggap mantan hanya sebagai “cadangan”, ini justru dapat merusak hubunganmu dengan pasangan yang sekarang. Jadi sebaiknya, kamu tidak perlu lagi berkomunikasi dengan mantan.
Kamu juga perlu membatasi bahkan menghindari komunikasi dengan mantan apabila hubungan kalian sebelumnya dipenuhi dengan hal negatif, seperti pelecehan emosional atau fisik, dan terjebak dalam toxic relationship.
Orang yang toxic biasanya memiliki perilaku yang posesif. Jadi, meskipun kalian sudah mengakhiri hubungan, ia bisa saja masih mengatur dan mengganggu kehidupanmu. Hal ini dapat membuatmu sulit untuk move on, bahkan menghambat langkahmu untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Sebaliknya, berteman atau tetap menjalin komunikasi dengan mantan boleh-boleh saja dilakukan, jika kamu dan mantan berada dalam hubungan yang penting, misalnya bisnis atau rekan kerja.
Namun, hubungan ini harus tetap dibatasi, ya. Karena apa pun tujuannya, berteman dengan mantan bisa saja menimbulkan kendala, misalnya adanya kecemburuan dari pasangan baru atau gagal move on.
Jika kamu dan mantan ingin berteman, sebaiknya kamu dan mantan harus benar-benar sadar dan mengakui kalau kalian berdua bukan lagi sepasang kekasih. Kalian juga harus berperilaku selayaknya teman, tidak lebih seperti ketika menjalin asmara. Jangan sampai hubungan pertemanan kamu dan mantan menyakiti hati orang lain.
Seorang psikolog menyarankan kepada mereka yang ingin berteman dengan mantan untuk memutus kontak setidaknya selama 6 bulan sampai 1 tahun terlebih dahulu. Hal ini dilakukan guna memberi waktu pada masing-masing pihak untuk benar-benar move on dan siap memulai kehidupan pertemanan.
Cara ini juga mencegah diri untuk merasa patah hati dan cemburu ketika melihat sang mantan sudah bersama dengan orang lain.
Bila kamu tidak ingin menjalin hubungan dengan mantan, hal ini tidak masalah. Namun, bila keadaannya memungkinkan untuk berteman dengan mantan, bertemanlah sewajarnya. Hal yang paling penting adalah berteman atau tidak dengan mantan, kamu tetap harus menjalani hidup dengan baik ke depannya, ya.
Jika pertemanan dengan mantan membuatmu mengalami tekanan batin atau menghalangimu untuk menjalin hubungan yang baru dengan orang lain, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan psikolog yang memang khusus menangani masalah ini.