Saat bayi lahir, peran baru yang ibu jalani mungkin dapat memicu perasaan tertekan, takut, cemas, sedih, bahkan depresi. Namun, jangan lupa bahwa seorang ayah juga bisa mengalami perubahan mental maupun fisik meski ia tidak ikut merasakan sakitnya melahirkan.
Kelahiran buah hati merupakan momen yang dinantikan oleh pasangan suami istri. Persiapan pun dilakukan dengan sangat matang, mulai dari memilih rumah sakit bersalin terbaik hingga mempersiapkan kebutuhan bayi selengkap mungkin.
Namun, di balik itu semua, orang tua baru terkadang luput menyadari bahwa banyak hal yang akan berubah dalam kehidupan setelah kelahiran buah hati, termasuk kesehatan fisik dan mental. Nah, perubahan ini tidak hanya menghampiri ibu yang melahirkan, tetapi juga para ayah.
Ayah Bisa Mengalami Depresi Pascapersalinan
Sama seperti ibu, ayah juga bisa mengalami depresi setelah buah hati hadir di dunia. Gangguan suasana hati yang dialami seorang ayah setelah bayi lahir dikenal dengan depresi pascapersalinan atau dalam bahasa medis disebut paternal perinatal depression.
Depresi pascapersalinan pada ayah biasanya disebabkan oleh banyak hal, mulai dari takut dengan tanggung jawabnya yang baru, belum mampu menjalin hubungan dengan anak, masalah finansial, kurang tidur, kurangnya perhatian dari pasangan, hingga menurunnya aktivitas seksual usai melahirkan.
Hal yang mengejutkan, depresi pascapersalinan pada ayah bisa dibilang umum terjadi, bahkan memengaruhi sekitar 25% pria di seluruh dunia, terutama di tahun pertama setelah istri melahirkan.
Sayangnya, meski cukup umum, perubahan yang terjadi pada ayah sering tidak disadari sebagai depresi, yang seharusnya perlu segera dideteksi dan diatasi.
Bila kaum hawa sering mengungkapkan perasaan dengan menangis dan menceritakan masalahnya, kaum adam tidak. Alhasil, ayah yang mengalami depresi bisa terlihat dalam kondisi baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak.
Perubahan-perubahan yang dapat timbul bila seorang ayah mengalami depresi meliputi:
- Berat badan turun
- Sering terlihat tidak tenang saat melakukan sesuatu
- Sering berdiam diri
- Mudah tersinggung dan lekas marah
- Merasa tidak dihargai
- Kerap berkata kasar
- Melarang pasangannya untuk menyusui atau memompa ASI
- Sesak napas dan palpitasi jantung
- Tidak tertarik dengan hal yang tadinya disukai
- Lebih sering mengonsumsi minuman beralkohol, bahkan hingga mabuk
- Lebih mudah melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya (impulsif)
Dampak Depresi Pascapersalinan pada Ayah
Karena sering tidak disadari, depresi pada ayah lebih banyak didiamkan dan tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya. Padahal, depresi pada pria bisa lebih berbahaya dibandingkan dengan depresi pada wanita.
Berikut ini adalah dampak yang bisa terjadi pada pria dengan depresi pascapersalinan:
- Meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke
- Meningkatkan risiko kematian akibat percobaan bunuh diri
- Meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan akibat mengonsumsi minuman beralkohol atau melakukan tindakan impulsif
- Meningkatkan risiko penggunaan narkoba
- Tidak bisa mengayomi keluarga atau menelantarkan keluarga
Depresi pascapersalinan tidak hanya menimbulkan dampak pada diri Ayah, tapi juga pada Bunda dan buah hati. Jika depresi tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin Bunda dan Ayah akan terus terlibat pertengkaran yang berujung pada kekerasan dalam rumah tangga atau bahkan perceraian.
Dalam jangka panjang, depresi pada Ayah juga bisa berpengaruh pada tumbuh kembang Si Kecil. Ketika depresi, suasana hati Ayah jadi tidak menentu dan ada kecenderungan untuk menarik diri dari keluarga.
Akhirnya, stimulasi dan kasih sayang yang dibutuhkan anak dari ayahnya, misalnya bermain bersama atau family time, jadi berkurang. Padahal, hal-hal ini sangat penting untuk Si Kecil agar bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat fisik maupun mental.
Dengan mengetahui informasi di atas, kini Ayah tidak boleh lagi berdiam diri jika merasakan perubahan-perubahan yang mengarah ke depresi pascapersalinan, ya. Jangan malu untuk mengungkapkan perasaan Ayah, karena Ayah tidak perlu terlihat selalu kuat dan tangguh bila memang tidak bisa menanganinya sendiri.
Begitu juga dengan Bunda. Jika Bunda merasakan perubahan yang cukup drastis pada Ayah, dekatilah ia dengan perlahan-lahan sehingga ia mau membuka diri. Setelah itu, jangan ragu minta bantuan psikolog untuk mendapatkan penanganan yang tepat.