Botulisme adalah keracunan serius yang disebabkan oleh racun dari bakteri Clostridium botulinum. Meskipun sangat jarang terjadi, botulisme termasuk kondisi yang mengancam nyawa.
Racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum dikenal sebagai salah satu racun paling kuat. Racun ini menyerang sistem saraf dan dapat menyebabkan paralisis atau kelumpuhan otot.
Pada sebagian besar kasus, penderita botulisme dapat sembuh dengan pengobatan yang tepat. Namun, jika penanganannya terlambat, racun bisa menyebar ke otot yang mengontrol pernapasan dan menyebabkan kelumpuhan. Kondisi ini dapat berujung pada kematian.
Penyebab dan Faktor Risiko Botulisme
Botulisme disebabkan oleh racun dari bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini bisa ditemukan di tanah, debu, sungai, dan dasar laut.
Sebenarnya, bakteri Clostridium botulinum tidak berbahaya bila berada di kondisi lingkungan yang normal. Namun, bakteri tersebut akan melepaskan racun ketika kekurangan oksigen, misalnya jika berada di bawah lumpur maupun tanah, di dalam kaleng tertutup, botol, atau tubuh manusia.
Masing-masing jenis botulisme dipicu oleh faktor yang berbeda. Berikut adalah penjelasannya:
Foodborne botulism
Botulisme jenis ini terjadi akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri C. Botulinum, terutama makanan kalengan yang tidak diproses dengan baik. Jenis-jenis makanan yang diketahui dapat mengandung bakteri ini adalah:
- Sayur atau buah rendah asam yang dikalengkan
- Keju kalengan
- Kentang yang dipanggang dalam alumunium foil
- Bawang putih yang dikalengkan
- Sarden yang dikemas dalam kaleng
- Pasta tomat yang dikalengkan
Wound botulism
Botulisme ini terjadi ketika bakteri C. botulinum masuk ke luka. Kondisi ini banyak menyerang orang yang menyalahgunakan NAPZA, terutama jenis suntik.
Bakteri pemicu botulisme dapat mengontaminasi zat terlarang, seperti heroin. Ketika NAPZA masuk ke dalam tubuh, bakteri di dalam zat tersebut akan berkembang biak dan menghasilkan racun.
Infant botulism
Infant botulism terjadi ketika bayi mengonsumsi makanan yang mengandung spora bakteri C. botulinum (biasanya madu atau sirup jagung) atau akibat terpapar tanah yang terkontaminasi bakteri tersebut.
Spora bakteri yang tertelan oleh bayi akan berkembang biak dan melepaskan racun di saluran pencernaan. Meski demikian, spora bakteri ini tidak berbahaya pada bayi yang berusia di atas 1 tahun. Hal ini karena kekebalan tubuhnya sudah terbentuk dengan baik dalam melawan bakteri.
Gejala Botulisme
Gejala botulisme muncul dalam hitungan jam atau beberapa hari setelah seseorang terpapar racun dari bakteri Clostridium botulinum. Keluhan awal yang timbul akibat kondisi ini meliputi kram perut, mual, muntah, diare, atau sembelit.
Jika tidak segera ditangani, racun dari bakteri C. botulinum akan mengganggu fungsi saraf dan menyebabkan kelumpuhan otot.
Gejala yang dapat muncul akibat botulisme antara lain:
- Susah menelan (disfagia)
- Sulit berbicara atau bicara menjadi cadel
- Mulut kering
- Kelemahan pada otot wajah
- Penglihatan ganda atau kabur
- Kelopak mata terkulai
- Sulit bernapas atau napas tersengal-sengal (hipoventilasi)
- Lumpuh atau sulit menggerakkan badan
Pada foodborne botulism, gejala di atas umumnya muncul 12–36 jam atau beberapa hari setelah racun masuk ke dalam tubuh. Sementara pada kasus wound botulism, keluhan biasanya baru timbul 10 hari setelah terpapar racun.
Pada kasus infant botulism, gejala muncul 18–36 jam setelah racun masuk ke tubuh. Keluhan yang muncul akibat kondisi ini meliputi:
- Sembelit (konstipasi)
- Sangat rewel
- Air liur banyak menetes (ngeces)
- Tampak mengantuk
- Gerakan terlihat terkulai
- Kesulitan mengontrol gerak kepala
- Kesulitan untuk mengisap ASI atau mengunyah makanan
- Suara tangisan lemah
- Lemas
- Lumpuh (tidak bergerak sama sekali)
Kapan harus ke dokter
Segera ke IGD jika Anda atau anak Anda mengalami gejala botulisme. Pemeriksaan dan penanganan yang dilakukan sejak dini bisa meningkatkan peluang kesembuhan dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
Diagnosis Botulisme
Diagnosis botulisme dimulai dengan tanya jawab mengenai kondisi pasien. Hal-hal yang ditanyakan oleh dokter meliputi:
- Gejala yang dialami pasien
- Makanan apa saja yang dikonsumsi sebelum gejala muncul, termasuk madu atau sirop jagung yang mungkin diberikan kepada bayi
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda-tanda kelumpuhan dan mencari tahu apakah ada luka di tubuh pasien yang bisa menjadi jalan masuk bakteri.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
- Tes sampel darah atau feses, untuk memastikan keberadaan racun yang dihasilkan bakteri penyebab botulisme
- Elektromiografi, untuk memeriksa fungsi saraf dan otot
- CT scan atau MRI kepala, untuk menyingkirkan kemungkinan gejala disebabkan oleh penyakit lain, seperti stroke
- Tes cairan serebrospinal (cairan otak dan tulang belakang), untuk mencari tahu apakah gejala disebabkan oleh infeksi atau akibat cedera pada otak dan tulang belakang.
Pengobatan Botulisme
Penanganan utama botulisme adalah pemberian antitoksin untuk mencegah racun berikatan dengan saraf dan merusaknya. Terapi ini dapat mencegah perburukan gejala dan mengurangi risiko komplikasi. Namun, antitoksin tidak dapat melepaskan ikatan yang sudah terjadi antara saraf dengan racun.
Penanganan selanjutnya tergantung pada jenis botulisme dan kondisi pasien. Pada kasus foodborne botulism, dokter akan meresepkan obat untuk merangsang pasien muntah, serta obat pencahar guna membuang racun di sistem pencernaan. Hal ini dilakukan jika makanan yang dicurigai menyebabkan botulisme baru dikonsumsi beberapa jam sebelumnya.
Khusus pada wound botulism, dokter akan melakukan operasi untuk membuang jaringan yang terinfeksi dan memberikan antibiotik. Antibiotik tidak boleh digunakan pada botulisme jenis lain karena justru dapat mempercepat pelepasan racun.
Berdasarkan gejala yang dialami, penanganan lain yang dapat dilakukan antara lain:
Pemberian alat bantu pernapasan
Alat bantu napas atau ventilator diberikan kepada pasien yang sulit bernapas. Ventilator akan dipasang selama beberapa minggu sampai efek racun berkurang secara bertahap.
Pemasangan selang makan
Pasien yang mengalami gangguan menelan akan diberikan selang makan agar kebutuhannya terhadap nutrisi terpenuhi, terutama pasien yang masih anak-anak atau bayi.
Terapi rehabilitasi
Terapi rehabilitasi dilakukan pada pasien yang kondisinya sudah stabil. Tujuannya adalah untuk membantu pemulihan dalam berbicara dan menelan, serta memperbaiki fungsi tubuh yang terkena dampak botulisme.
Komplikasi Botulisme
Botulisme dapat memengaruhi seluruh otot di tubuh. Bila tidak segera ditangani, kondisi ini bisa menyebabkan henti napas, yang merupakan penyebab kematian terbanyak akibat botulisme.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah gangguan jangka panjang, berupa:
- Kesulitan berbicara dan menelan
- Lemas yang berkepanjangan
- Sesak napas
Pencegahan Botulisme
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah botulisme, yaitu:
- Jika ingin mengonsumsi makanan kalengan, panaskan terlebih dahulu makanan tersebut pada suhu di atas 120°C selama 20–100 menit.
- Hindari konsumsi makanan yang kemasannya sudah rusak atau makanan diawetkan yang sudah berbau
- Jangan mengonsumsi makanan yang kedaluwarsa dan makanan yang disimpan pada suhu yang tidak sesuai.
- Jangan memberikan madu pada bayi usia di bawah 1 tahun meski dalam jumlah yang sedikit, karena madu diketahui mengandung spora bakteri C. botulinum.
- Simpan bawang putih yang dicampur minyak atau rempah-rempah di kulkas dan buang setelah 4 hari jika masih tersisa.
- Jangan menggunakan NAPZA, terutama heroin, baik dengan cara dihirup maupun disuntik. Perlu diketahui bahwa penggunaan jarum suntik yang steril tidak bisa mencegah botulisme karena yang terkontaminasi bakteri penyebab botulisme adalah heroin itu sendiri.
- Periksakan diri ke dokter jika memiliki luka yang mungkin terinfeksi, ditandai dengan kemerahan, bengkak, nyeri ketika ditekan, atau keluar nanah.