Kalimat yang diucapkan orang tua memiliki efek yang besar terhadap anak. Nah, jangan sampai perkataan yang tujuannya baik jadi malah berdampak negatif pada perasaan Si Kecil. Yuk, ketahui kalimat apa saja yang perlu dihindari orang tua.
Kalimat yang mungkin bagi orang tua terdengar biasa saja bisa jadi menyakitkan bagi anak. Oleh karena itu, para orang tua perlu memikirkan baik-baik dampak dari kata-kata yang disampaikan, terutama saat memarahi anak.
Jika anak sakit hati, bukan tidak mungkin dia menjadi anak yang tidak penurut dan menjauh dari orang tuanya. Selain itu, anak juga malah bisa menjadi pribadi sering merasa bersalah, kecewa terhadap dirinya, bahkan merasa dirinya tidak berharga.
Ragam Kalimat yang Perlu Dihindari Orang Tua
Bunda dan Ayah tidak sendiri. Hampir semua orang tua pasti pernah mengalami penyesalan karena tidak sengaja mengatakan hal yang mungkin menyakiti hati anak mereka. Agar ini tidak terulang lagi, pastikan kalian menghindari kalimat-kalimat di bawah ini:
1. “Jangan ganggu Bunda!”
Bunda mungkin pernah mengatakan kalimat ini pada Si Kecil saat sibuk mengerjakan urusan rumah tangga atau sedang beristirahat. Kalimat seperti ini tidak boleh dianggap biasa ya, Bun. Jika sering mendengarnya, Si Kecil bisa merasa Bunda tidak ingin dekat dengannya atau Bunda tidak menyayanginya.
2. “Kamu kok pemalu/cerewet/nakal?”
Bila Bunda sering mengatakan ini pada anak, janji jangan diulangi lagi, ya! Kalimat seperti ini dapat melukai hati Si Kecil dan mengubah cara ia melihat dirinya sendiri. Akibatnya, bisa saja label negatif ini ia jadikan identitas baginya, sehingga ia benar-benar menjadi pemalu, cerewet, atau nakal.
3. “Kamu bikin Bunda pusing!”
Dengan menggunakan kalimat seperti ini, tanpa sadar Bunda ingin Si Kecil merasa bersalah agar ia mau berubah. Namun, tahukah Bunda kalau kalimat ini justru hanya akan memperburuk suasana serta hubungan dengan anak.
Bahkan, kalimat seperti ini bisa membuat anak menjadi mudah cemas, tidak percaya diri, dan rendah diri, karena dia menganggap dirinya bertanggung jawab atas perasaan orang lain.
4. “Kamu ini kenapa sih?”
Tingkah laku anak memang kadang tidak dapat dimengerti. Namun, menanyakan kalimat seperti ini tidak akan berdampak baik untuknya dan tidak akan membantu Bunda untuk memahaminya.
Perlakuan seperti ini malah dapat membuat Si Kecil malu, merasa bersalah, dan takut tidak diterima. Padahal, yang seharusnya Bunda lakukan adalah mencari masalah yang menyebabkan tingkah lakunya, bukannya membuat Si Kecil merasa bahwa ia sumber masalahnya.
5. “Mengapa kamu tidak seperti kakakmu?”
Bunda, jangan melontarkan kalimat ini kepada anak. Membanding-bandingkan anak, apalagi dengan kakaknya, hanya akan membuat anak tidak percaya diri.
Selain itu, hubungan kakak beradik juga akan cenderung susah akur jika mereka sering dibanding-bandingkan. Oleh karena itu, Bunda harus pahami setiap kekurangan masing-masing anak, karena mereka memang tumbuh sesuai kecepatan dan kesiapannya masing-masing.
Menggunakan Kalimat Positif pada Anak
Setiap keluarga memang punya gaya pengasuhan (parenting) masing-masing. Namun, sebaiknya pola asuh yang diterapkan dapat membangun rasa saling menghormati dan menghargai, yang tercermin dalam kata-kata yang diucapkan pada satu sama lain.
Maka dari itu, coba, yuk, Bun, untuk mengganti kalimat-kalimat negatif menjadi lebih positif dengan beberapa cara di bawah ini:
1. Tunjukkan antusiasme
Ajak Si Kecil untuk bercerita tentang kesehariannya, sehingga ia terbiasa mengekspresikan perasaannya. Misalnya, “Kata ibu guru, kamu tadi membuat gol di pertandingan sepak bola? Bunda mau dengar ceritanya, dong!” Dengan begitu ia akan percaya diri dan tahu bahwa dirinya berharga dan layak mendapatkan perhatian.
2. Ingatkan konsekuensi dari perbuatannya
Dalam menasihati anak, janganlah ucapkan kalimat yang membuat dirinya pesimis. Contohnya, “Bunda sudah bilang berkali-kali jangan terlambat bangun, Nak! Kalau begini terus, kamu enggak bakal dapat ranking!”
Daripada mengucapkan seperti itu, akan lebih baik jika Bunda mengingatkan konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya, “Perjalanan ke sekolah setengah jam, Nak. Jadi kalau kamu bangun jam segini, kamu harus bisa menjelaskan alasannya ke guru dan siap mendapat hukuman, ya.”
3. Mengenali dan menerima perasaan anak
Setiap kali Si Kecil sedang emosi, baik itu marah, sedih, maupun sebal, lebih baik ajak ia untuk mengenali dan menerima emosi yang sedang ia rasakan. Dengan begitu, lama-kelamaan ia akan mampu mengutarakan perasaan dalam kata-kata yang bisa dimengerti orang lain.
Bunda dapat membantunya dengan mengucapkan kalimat seperti, “Kamu sedih, ya, nilai ujian kemarin tidak sesuai harapan? Tidak apa-apa. Nanti kita belajar lagi, ya.”
4. Sampaikan dengan tenang jika ada sikap anak yang tidak dapat diterima
Bila sewaktu-waktu Si Kecil kesal hingga bersikap tidak baik, janganlah langsung memarahinya dengan emosi. Namun, balaslah dengan tenang seraya mengucapkan, “Bunda sedih saat kamu membanting pintu,” atau, “Daripada kamu membanting pintu, Bunda akan sangat senang jika kamu mau membicarakan masalahmu dengan Bunda.”
Melalui komunikasi yang tenang dan bersuasana positif, anak akan merasa diperhatikan dan Bunda bisa mendiskusikan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengelola emosinya dengan baik.
5. Meminta bantuan saat sibuk
Daripada Bunda mengatakan, ‘Jangan ganggu Bunda!” saat sedang sibuk, akan lebih baik jika Bunda menolak permintaan Si Kecil dengan halus dan meminta bantuan kerabat atau asisten rumah tangga untuk menjaga Si Kecil sebentar.
Bila anak sudah cukup besar, Bunda dapat mengatakan kepadanya, “Bunda harus mengerjakan sesuatu secepatnya. Kamu bisa menggambar sebentar, ya. Kalau sudah selesai, kita pergi sama-sama.”
Meski terdengar sederhana, kata-kata memiliki kekuatan yang besar dalam mendidik anak. Kalimat yang orang tua ucapkan ke anak adalah benih dari sifat dan karakter anak itu sendiri. Kata-kata yang positif akan tumbuh menjadi sifat yang positif dan begitu pula sebaliknya.
Dengan mengenali beberapa kalimat yang perlu dihindari orang tua seperti yang telah dijelaskan di atas, diharapkan Bunda dan Ayah bisa menerapkan komunikasi yang ramah dan positif dengan anak.
Namun, dapat dipahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Orang tua bisa saja salah bicara walau tanpa ada niatan untuk menyakiti anaknya. Jika Bunda dan Ayah merasa pernah mengatakan sesuatu yang membuat anak sedih, marah, atau jadi menjauh dari kalian, jangan malu untuk meminta maaf.
Bila dampaknya memang sudah sangat parah dan membuat anak mengalami masalah emosional atau perilaku, Bunda dan Ayah bisa berkonsultasi ke psikolog yang khusus menangani masalah pada anak.