Ginjal bocor merupakan istilah masyarakat awam untuk menggambarkan kondisi ginjal yang mengeluarkan terlalu banyak protein di dalam urine. Kondisi yang dikenal dengan istilah proteinuria dalam dunia medis ini, disebabkan oleh beberapa kondisi medis, seperti infeksi ginjal dan preeklamsia.
Proteinuria atau albuminuria terjadi ketika urine mengandung protein dalam jumlah yang terlalu banyak. Bocornya protein ke dalam urine biasanya disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil (glomeruli) pada ginjal, sehingga tidak dapat menyaring darah dengan baik.
Meski berbahaya, ada batas toleransi keberadaan protein di urine. Rata-rata batas normal protein yang dikeluarkan melalui urine berkisar antara 5–10 mg per hari. Keberadaan protein dalam urine dengan jumlah 30–300 mg atau lebih per hari dapat mengindikasikan adanya gangguan di ginjal, termasuk ginjal bocor.
Beragam Penyebab Ginjal Bocor
Ada beberapa penyakit dan kondisi tertentu dapat menyebabkan ginjal bocor, di antaranya:
1. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya ginjal bocor. Saat Anda menderita diabetes, glomeruli yang ada di dalam ginjal akan mengalami penebalan.
Akibatnya, glomeruli yang berperan dalam menyaring zat sisa metabolisme dan mengeluarkan cairan dari tubuh akan mengalami penurunan fungsi. Hal inilah yang membuat protein albumin ikut terbawa ke dalam urine.
Pada tahap awal, penyakit ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Tanda dan gejala penyakit baru akan dirasakan ketika kerusakan ginjal sudah semakin parah. Gejala-gejala yang bisa terjadi adalah sakit kepala, kelelahan, menurunnya nafsu makan, dan pembengkakkan pada kaki.
2. Infeksi ginjal
Infeksi ginjal atau pielonefritis dapat terjadi karena adanya perpindahan bakteri, seperti E. coli, dari saluran kemih bagian bawah ke ginjal.
Gejala infeksi ginjal meliputi demam menggigil, rasa sakit ketika buang air kecil, dan timbulnya rasa sakit di sekitar perut, punggung, atau pinggang.
Bila tidak segera ditangani, infeksi ginjal dapat menyebabkan komplikasi serius berupa munculnya jaringan parut di glomeruli. Jika ini terjadi, ginjal akan kehilangan fungsinya dan menyebabkan protein terbawa masuk ke urine (ginjal bocor).
3. Lupus nefritis
Lupus nefritis merupakan peradangan pada ginjal yang terjadi akibat adanya pengaruh dari penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau lupus. Lupus sendiri adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan yang seharusnya melindungi tubuh dari penyakit, justru berbalik menyerang sel dan organ tubuh sendiri.
Kondisi ini dapat menyebabkan ginjal mengalami peradangan, sehingga mengganggu fungsi ginjal sebagai penyaring limbah dari dalam tubuh. Akibatnya, darah dan protein tidak tersaring dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan adanya darah dan protein di dalam urine.
Gejala lupus nefritis umumnya tidak jauh berbeda dengan gangguan ginjal lainnya, seperti adanya darah dan protein dalam urine, mengalami pembengkakan pada kaki, mata, dan perut, serta kencing berbusa dan berwarna gelap.
4. Preeklamsia
Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan adanya tekanan darah tinggi (hipertensi), dan tingginya kadar protein dalam urine (proteinuria).
Wanita hamil yang menderita preeklamsia dapat mengalami gejala berupa nyeri pada perut bagian atas, sakit kepala parah, adanya kenaikan tekanan darah (melebihi 140/90 mmHg), terdapat protein dalam urine, dan penglihatan menjadi kabur.
Namun, preeklamsia terkadang bisa terjadi tanpa disertai gejala apa pun.
5. Sindrom nefrotik
Sindrom nefrotik merupakan gangguan ginjal yang membuat tubuh kehilangan terlalu banyak protein melalui urine. Meskipun sindrom nefrotik jarang terjadi, kondisi yang menyebabkan ginjal bocor ini bisa dialami oleh siapa saja, baik orang dewasa ataupun anak-anak.
Sindrom nefrotik terjadi akibat rusaknya glomeruli di ginjal yang disebabkan oleh peradangan, sumbatan pembuluh darah, infeksi, hingga penyakit tertentu, seperti diabetes, lupus, dan kanker.
Gejala sindrom nefropatik adalah adanya protein dalam urine, pembengkakan di seluruh tubuh, mudah terserang infeksi, lemas, dan urine yang berbusa.
Gejala Ginjal Bocor
Ginjal bocor tidak selalu memunculkan tanda atau gejala apa pun. Sebagian penderitanya bahkan baru menyadari mengalami ginjal bocor setelah menjalani tes darah, tes urine, dan pemeriksaan fungsi ginjal.
Namun, ada beberapa tanda yang dapat mengindikasikan Anda mengalami ginjal bocor, yaitu:
- Urine berbusa atau berbuih
- Pembengkakan di bagian tubuh, seperti kaki, tangan, perut, hingga wajah
- Mudah lelah
- Mual atau muntah
- Sering buang air kecil
- Sulit tidur atau insomnia
- Kulit menjadi gatal dan kering
- Sulit konsentrasi
- Sesak napas
- Gangguan elektrolit
Bila Anda mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah lakukan pemeriksaan ke dokter guna mengetahui penyebab pastinya.
Pengobatan Ginjal Bocor
Pengobatan ginjal bocor biasanya tergantung dari penyebab munculnya kondisi tersebut. Beberapa obat-obatan mungkin akan diresepkan dokter untuk membantu mengurangi gejala, serta mencegah munculnya komplikasi.
Obat-obatan tersebut meliputi:
1. Obat penurun tekanan darah
Obat jenis ini berguna untuk mengontrol tekanan darah di glomeruli dan menurunkan jumlah protein dalam urine Anda, yang mencakup obat golongan ACE inhibitor dan ARB (Angiotensin II Receptor Blockers).
2. Obat diuretik
Obat diuretik berguna untuk mengurangi pembengkakan di bagian tubuh akibat ginjal bocor. Yang termasuk obat diuretik adalah furosemide, spironolactone, dan thiazide.
3. Obat penekan sistem kekebalan tubuh
Obat jenis ini berguna untuk menekan respons abnormal dari sistem kekebalan tubuh dan mengurangi peradangan, misalnya obat golongan kortikosteroid.
4. Diet khusus
Selain menggunakan obat-obatan, penderita ginjal bocor disarankan menerapkan pola hidup sehat dan menjalani diet khusus, seperti menghindari makanan berlemak, mengurangi konsumsi makanan yang mengandung protein tinggi, dan diet garam.
Jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter ginjal jika menderita penyakit-penyakit yang bisa meningkatkan risiko mengalami ginjal bocor. Dengan mengetahui sejak dini penyebab ginjal bocor, Anda dapat mencegah kerusakan ginjal yang lebih serius.