Chorioamnionitis adalah infeksi bakteri serius yang terjadi pada ketuban. Kondisi ini perlu cepat ditangani karena bisa berakibat fatal, baik pada ibu hamil maupun janin.
Ketuban berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Cairan ketuban mengandung zat gizi, hormon, dan antibodi yang berfungsi untuk menjaga kesehatan dan melindungi janin.
Chorioamnionitis terjadi ketika ketuban terinfeksi bakteri yang berasal dari vagina atau leher rahim (serviks). Choriamnionitis umumnya terjadi pada masa kehamilan atau selama proses persalinan.
Penyebab Chorioamnionitis
Chorioamnionitis terjadi ketika bakteri dari vagina atau serviks naik ke rahim (uterus) kemudian masuk dan menginfeksi ketuban. Jenis bakteri yang umum menyebabkan choriamnionitis adalah E. coli, Streptococcus grup B, Ureaplasma, dan Mycoplasma hominis.
Faktor risiko chorioamnionitis
Chorioamnionitis lebih rentan terjadi pada ibu hamil yang:
- Mengalami pecah ketuban lebih dari 24 jam sebelum persalinan
- Menjalani proses persalinan yang lama
- Menderita infeksi vagina atau infeksi saluran kemih
- Menderita infeksi menular seksual, misalnya trikomoniasis
- Mengalami choriamnionitis pada kehamilan sebelumnya
- Menyalahgunakan NAPZA, merokok, atau mengonsumsi minuman beralkohol
Gejala Chorioamnionitis
Gejala yang umum terjadi pada choriamnionitis meliputi:
- Demam
- Detak jantung cepat
- Nyeri pada rahim
- Keluar cairan dari vagina yang berwarna keruh dan berbau tidak sedap
- Berkeringat dingin
Kapan harus ke dokter
Segera ke dokter jika mengalami gejala chorioamnionitis di atas, terutama bila berisiko tinggi mengalami kondisi ini. Pemeriksaan dan penanganan dini dapat mencegah komplikasi yang membahayakan ibu maupun janin.
Diagnosis Chorioamnionitis
Untuk mendiagnosis choriamnionitis, dokter akan menanyakan gejala yang timbul, riwayat kesehatan dan usia kehamilan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan berikut untuk menegakkan diagnosis:
- Tes darah dan tes urine, untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi
- Tes kultur cairan vagina dan sampel cairan ketuban, untuk mendeteksi jenis bakteri yang menyebabkan choriamnionitis
- USG, untuk melihat kondisi janin
Pengobatan Chorioamnionitis
Pengobatan utama choriamnionitis adalah pemberian antibiotik melalui infus. Antibiotik yang diberikan bisa berupa ampicillin, penicillin, cefazolin, vancomycin, gentamicin, clindamycin, atau metronidazole.
Selain antibiotik, dokter dapat memberikan paracetamol untuk meredakan demam yang dialami pasien. Setelah infeksi mereda, pasien diperbolehkan pulang.
Pada kasus yang jarang, dokter mungkin akan menyarankan persalinan lebih awal bila choriamnionitis terdeteksi menjelang waktu persalinan dan kondisi janin tidak stabil. Setelah bayi dilahirkan, dokter juga akan memberikan antibiotik kepada bayi melalui infus.
Komplikasi Chorioamnionitis
Choriamnionitis yang tidak cepat ditangani dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, baik pada ibu hamil maupun bayi. Pada ibu hamil, komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
- Bakteremia, yaitu infeksi bakteri di dalam aliran darah
- Endometritis, yaitu infeksi di lapisan terdalam rahim
- Persalinan prematur
- Perdarahan berlebihan saat persalinan
- Timbulnya gumpalan darah (emboli) di panggul dan paru-paru
Sementara pada bayi yang baru lahir, choriamnionitis bisa menyebabkan komplikasi berupa:
- Bayi terlahir prematur
- Meningitis, yaitu infeksi pada selaput otak dan sumsum tulang belakang
- Pneumonia, yaitu infeksi paru-paru
- Bakteremia
- Kejang
- Cerebral palsy
- Kerusakan pada sel otak
- Sepsis
Pencegahan Chorioamnionitis
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh ibu hamil untuk menurunkan risiko terjadinya chorioamnionitis, yaitu:
- Menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin
- Menjalani skrining pada trimester kedua kehamilan untuk mendeteksi bila ada vaginosis bakterialis
- Menjalani pemeriksaan pada trimester ketiga kehamilan untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri Streptococcus grup B