Duck syndrome adalah kondisi ketika seseorang berusaha menutupi kesulitan dan kewalahan dirinya hanya untuk menunjukkan citra diri yang sempurna di hadapan orang lain. Meski bukan termasuk gangguan mental, kondisi ini dapat membuat penderitanya stres berat sampai memicu masalah kesehatan lainnya.
Orang dengan kondisi duck syndrome cenderung menyembunyikan kesulitan yang dialaminya, sembari tetap aktif serta produktif di hadapan orang lain. Ia juga takut jika orang lain tahu bahwa hidupnya sebetulnya tidak sempurna, serta tidak ada yang mau mengerti atau memahami perasaannya.
Istilah duck syndrome terinspirasi dari bebek yang selalu terlihat tenang di atas air meski di bawah air kakinya selalu mengayuh agar ia tetap mengapung. Istilah ini dikenalkan oleh universitas Stanford untuk menggambarkan para mahasiswa yang tampak tidak kesulitan untuk mencapai nilai terbaik meski nyatanya mereka kewalahan.
Penyebab Duck Syndrome
Duck syndrome dapat disebabkan oleh sejumlah kondisi berikut:
- Tuntutan untuk jadi orang terbaik dari berbagai lingkungan, misalnya keluarga, sekolah, pekerjaan, maupun komunitas
- Persepsi bahwa orang lain juga dapat sukses dengan cara mudah
- Kepercayaan dalam diri bahwa jalan menuju sukses seharusnya selalu mudah
- Tumbuh di lingkungan yang mementingkan nilai dan kesuksesan, termasuk di keluarga dan sekolah
Selain itu, duck syndrome juga bisa dipicu oleh beberapa faktor risiko di bawah ini:
- Jenis kelamin perempuan
- Stres berat, contohnya karena selalu mendapat kritik atau tuntutan
- Gangguan mental, seperti ADHD, gangguan kecemasan, dan depresi
- Bullying, kekerasan fisik, verbal, atau seksual pada masa lalu
- Keluarga yang overprotektif, misalnya orang tua dengan pola asuh helikopter
- Standar kesuksesan pada orang sebaya yang tidak realistis di sosial media, contohnya sudah memiliki uang milyaran sebelum lulus kuliah
- Pindah ke lingkungan baru, misalnya pindah tempat bekerja, masuk dunia perkuliahan, atau merantau ke tempat asing
Gejala Duck Syndrome
Orang yang memiliki duck syndrome umumnya akan mengalami beberapa gejala berikut:
- Self-esteem yang rendah
- Selalu membandingkan diri dengan orang lain
- Takut terhadap penilaian atau kritik dari orang lain
- Merasa tertinggal dan tidak bisa memenuhi pencapaian hidup
- Merasa bahwa kondisi orang lain selalu lebih baik
- Berprasangka bahwa orang lain memanipulasi situasi untuk menguji kemampuannya
Jika dibiarkan, duck syndrome bisa mengganggu ketenangan dan menimbulkan stres. Seseorang dengan duck syndrome akan rentan untuk:
- Merasa kewalahan
- Tidak percaya diri
- Merasa kesepian
- Terus-menerus merasa khawatir, mudah lupa, dan sulit fokus
- Suka menunda pekerjaan
- Mengalami erubahan perilaku akibat kecemasan, misalnya sering menggigit kuku
- Merasakan keluhan fisik, seperti tidak berenergi, sulit tidur, mual, mulut kering, atau tegang otot
Kapan harus ke dokter
Jika sudah merasakan hal-hal di atas, jangan tunda untuk berkonsultasi. Anda bisa menghubungi psikolog atau psikiater melalui Chat Bersama Dokter kapan pun Anda merasa ingin berbicara. Semua hal yang dibicarakan pada chat ini akan terjamin kerahasiaannya.
Psikolog maupun psikiater dapat membantu Anda untuk mengatasi kekhawatiran Anda secara mandiri dengan manajemen stres dan pengendalian emosi yang baik. Mereka juga bisa membantu Anda untuk mencari tahu penyebab duck syndrome sehingga kondisi ini tidak mudah kembali lagi.
Diagnosis Duck Syndrome
Duck syndrome dapat diketahui melalui gejala yang dialami dan latar belakang pasien yang mungkin bisa menjadi pemicu terjadinya sindrom ini. Oleh karena itu, psikolog atau psikiater mungkin akan menanyakan beberapa hal mengenai kehidupan pasien, seperti:
- Emosi negatif yang dirasakan dan berapa lama
- Kejadian traumatis pada masa lalu
- Riwayat konsumsi obat-obatan terlarang
- Kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh
Bila diperlukan, dokter dapat memastikan keparahan kondisi menggunakan kuesioner untuk pemeriksaan risiko percobaan bunuh diri.
Pengobatan Duck Syndrome
Tujuan utama penanganan duck syndrome adalah agar penderitanya bisa menerima hidup apa adanya dan melepas standar tidak realistis yang membuat ia merasa harus terus berpura-pura. Beberapa hal yang dapat dijalani untuk mengatasi duck syndrome adalah:
Psikoterapi dan obat
Psikoterapi sangat bermanfaat untuk pasien yang merasa kewalahan dengan rahasia dan tuntutan dalam hidupnya. Psikoterapi dapat melatih pasien untuk mengelola emosi negatif, menyelesaikan masalah dengan sehat, dan mengurangi gejala cemas atau depresi.
Jenis psikoterapi yang dapat diberikan antara lain:
- Cognitive behavioral therapy (CBT), untuk mengubah pola pikir yang tidak realistis terhadap kehidupan dan melatih perilaku yang positif saat ada masalah muncul
- Interpersonal therapy (IPT), untuk memperbaiki cara mengelola emosi, kepercayaan diri, dan hubungan dengan diri sendiri maupun orang lain
Bila duck syndrome disertai kecemasan atau depresi, dokter juga dapat meresepkan obat antiansietas atau antidepresan. Beberapa obat tersebut meliputi:
- Alprazolam
- Venlafaxine
- Duloxetine
Penanganan mandiri
Di samping menjalani psikoterapi dan konsumsi obat-obatan, pasien juga perlu menerapkan pengendalian stres yang baik dalam kesehariannya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan meliputi:
- Melakukan teknik mindfulness, guna mengubah pola pikir dan mengelola emosi dengan cara yang sehat
- Mengatur jadwal hariannya dengan baik
- Menggunakan aplikasi handphone yang dapat membantu fokus saat mengerjakan tugas
- Melakukan positive self talk
- Meluangkan waktu untuk kegiatan yang membuat rileks, misalnya teknik relaksasi atau bepergian ke tempat yang disukai, di tengah kesibukan
- Meminta bantuan kepada tutor atau pusat konseling di sekolah, universitas, maupun kantor jika menemukan kesulitan yang tidak bisa dihadapi sendiri
- Merutinkan hobi atau hal yang disukai
Komplikasi Duck Syndrome
Menyembunyikan perasaan negatif terus-menerus akan terasa melelahkan, terlebih jika terus memegang standar yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Apabila kebiasaan pada duck syndrome ini tidak ditangani, komplikasi serius dapat timbul, antara lain:
- Performa yang rendah dalam akademik atau pekerjaan
- Lebih rentan mengalami burnout
- Gangguan tidur
- Gangguan kecemasan
- Depresi
- Pemikiran bunuh diri
- Penyalahgunaan NAPZA
Tanpa penanganan tepat, stres yang timbul dari duck syndrome juga dapat memicu kebiasaan makan tidak sehat dan kurang olahraga. Akibatnya, muncul risiko gangguan kesehatan fisik di bawah ini:
- Obesitas
- Diabetes
- Tekanan darah tinggi
- Penyakit jantung
Pencegahan Duck Syndrome
Duck syndrome sulit untuk dicegah. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak duck syndrome agar tidak berkembang menjadi masalah pada kesehatan fisik dan mental. Cara tersebut antara lain:
- Menerima kekurangan dalam diri dan mengapresiasi setiap perjuangan yang telah dilalui
- Tidak perlu takut untuk menunjukkan kelemahan diri dan meminta bantuan kepada orang lain saat merasa kesulitan
- Menerapkan mekanisme koping yang sehat
- Mencari tutor untuk mengarahkan cara beradaptasi jika pindah ke lingkungan baru
- Bergabung dengan komunitas untuk melakukan hal yang disukai, misalnya hobi yang selama ini belum terealisasikan
- Melakukan journaling, terutama mencatat hal-hal yang disyukuri selama ini
- Menerapkan gaya hidup sehat, mulai dari makan makanan bergizi, olahraga, dan tidur cukup dengan sleep hygiene