Istilah puber kedua sebenarnya tidak ada dalam dunia medis. Namun, ada beberapa kondisi yang menyebabkan orang paruh baya kerap mengalami periode ini dan salah satunya adalah perimenopause. Lantas, apa kaitannya puber kedua dan perimenopause? Yuk, simak penjelasannya berikut ini.
Masa puber atau pubertas ditandai dengan berfungsinya organ-organ reproduksi, termasuk meningkatnya hormon testosteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak perempuan. Hormon tersebut berdampak pada perubahan secara fisik dan psikologis.
Masa pubertas biasanya berlangsung pada usia 10–14 tahun untuk anak perempuan dan usia 12–16 tahun untuk anak laki-laki. Namun, ada kalanya pria maupun wanita merasakan kembali masa tersebut di usianya yang tidak lagi muda. Kondisi ini dikenal dengan istilah puber kedua.
Fakta Seputar Puber Kedua
Istilah puber kedua sebenarnya tidak ada dalam dunia medis. Perubahan yang terjadi di usia paruh baya, baik secara fisik maupun emosional, masih menjadi bagian alami dari proses penuaan.
Berikut ini adalah ciri-ciri seseorang yang mengalami puber kedua:
- Lebih memperhatikan penampilan
- Perubahan mood yang lebih fluktuatif
- Stres
- Rendah diri
- Terlalu percaya diri
- Lebih agresif
- Terjadinya perubahan pada hasrat seksual
Beberapa ciri puber kedua di atas disebut juga midlife crisis. Periode ini dialami oleh 10–20 persen orang paruh baya, yang umumnya berusia di bawah 40 tahun atau di atas 50 tahun. Banyak faktor yang dapat memicu midlife crisis atau puber kedua ini, mulai dari perceraian, kehilangan pekerjaan, hingga kematian.
Selain midlife crisis, puber kedua juga dapat disebabkan oleh perubahan kondisi tubuh seperti perimenopause.
Puber Kedua dan Perimenopause
Pubertas kedua juga sering dikaitkan dengan perimenopause, yaitu masa transisi pada wanita sebelum memasuki masa menopause. Pada masa ini produksi estrogen oleh ovarium secara bertahap mengalami penurunan hingga benar-benar berhenti dan kemudian memasuki masa menopause.
Perimenopause dapat bermula pada usia 30-an atau lebih awal dan pada usia 40-an. Masa ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang berbeda-beda, yaitu antara 4–10 tahun.
Secara fisik, ada beberapa tanda yang menunjukkan seorang wanita mengalami perimenopause, di antaranya:
- Mengalami hot flashes (sensasi panas)
- Kelelahan
- Haid tidak teratur
- Jantung berdebar-debar
- Pusing
- Penurunan tingkat kesuburan
- Perubahan hasrat seksual
- Kurangnya kepadatan tulang
- Perubahan kadar kolesterol
- Payudara terasa kencang
- Sindrom pramenstruasi yang memburuk
- Vagina kering
- Lebih sering buang air kecil
Selain perubahan fisik, terjadi juga perubahan secara psikologis saat seorang wanita mengalami puber kedua atau perimenopause, di antaranya:
- Perubahan suasana hati secara mendadak
- Sulit tidur
- Beban pikiran berlebih
- Sulit konsentrasi
- Sering merasa lupa
Tidak semua wanita akan mengalami gejala di atas. Namun, wanita yang memasuki masa perimenopause sering kali mengalami perubahan mood sehingga disebut puber kedua
Tips untuk Meredakan Gejala Perimenopause
Ada beberapa cara yang dapat Anda coba lakukan untuk meredakan gejala perimenopause, di antaranya:
- Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman beralkohol.
- Perbanyak aktivitas fisik dan rutin berolahraga.
- Cukupi kebutuhan kalsium harian.
- Jaga berat badan tetap ideal.
- Cukupi kebutuhan istirahat dengan tidur dan bangun di jam yang sama.
Untuk wanita yang mengalami perimenopause, dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui perlu atau tidaknya mengonsumsi suplemen atau obat-obatan tertentu guna meredakan gejala perimenopause.
Anda juga harus segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami beberapa kondisi berikut ini:
- Adanya bercak darah setelah melakukan hubungan seksual atau di antara periode menstruasi.
- Masa haid berlangsung lebih lama, lebih banyak, atau mengalami penggumpalan darah.
- Siklus menstruasi pendek atau lebih sering terjadi.
Istilah puber kedua memang tidak ada dalam dunia medis. Namun, Anda harus mewaspadai beberapa gejala di atas, apalagi bila sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, segera konsultasikan ke dokter jika Anda mengalaminya agar dapat dilakukan penanganan yang tepat.