Dyspraxia adalah gangguan pergerakan dan koordinasi gerak yang disebabkan oleh kelainan pada perkembangan sistem saraf. Dyspraxia atau developmental coordination disorder merupakan kelainan bawaan, tetapi tidak selalu dapat terdeteksi sejak lahir.
Dyspraxia berbeda dengan apraxia meskipun keduanya terdengar mirip. Dyspraxia ditandai dengan terlambatnya seorang anak mencapai satu titik perkembangan yang seharusnya sudah dicapai oleh anak seusianya. Sedangkan apraxia ditandai dengan hilangnya kemampuan tertentu yang sebelumnya sudah dimiliki atau dikuasai.
Dyspraxia dapat terjadi pada siapa saja, tetapi kondisi ini lebih sering diderita oleh anak laki-laki daripada anak perempuan. Dyspraxia tidak terkait dengan tingkat kecerdasan, tetapi dapat menurunkan kemampuan penderitanya untuk belajar. Kondisi ini juga dapat memengaruhi kepercayaan diri penderitanya.
Penyebab Dyspraxia
Sampai saat ini, penyebab dyspraxia masih belum dapat dipastikan. Namun, kondisi ini diduga terjadi akibat gangguan perkembangan sistem saraf di otak. Hal tersebut dapat mengganggu aliran sinyal saraf dari otak ke anggota tubuh.
Koordinasi dan pergerakan anggota tubuh merupakan proses yang melibatkan berbagai saraf dan bagian otak. Jika terdapat gangguan pada salah satu saraf atau bagian otak, hal ini dapat menyebabkan terjadinya dyspraxia.
Faktor risiko dyspraxia
Ada beberapa kondisi yang meningkatkan risiko anak mengalami dyspraxia, yaitu:
- Terlahir prematur
- Terlahir dengan berat badan rendah (BBLR)
- Memiliki keluarga dengan riwayat dyspraxia atau gangguan koordinasi gerak tubuh
- Terlahir dari ibu yang merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, atau menggunakan narkoba selama hamil
Gejala Dyspraxia
Gejala yang dialami penderita dyspraxia bisa berbeda-beda. Namun, keluhan dyspraxia secara umum adalah keterlambatan perkembangan motorik dan gangguan koordinasi.
Pada usia sekolah, anak yang mengalami dyspraxia sering kali tidak mampu menyelesaikan tugas sekolah dan dianggap malas.
Secara umum, gejala dyspraxia yang bisa terlihat pada anak-anak adalah:
- Ceroboh, seperti sering terbentur atau menjatuhkan barang
- Susah berkonsentrasi, mengikuti perintah, dan mengingat informasi
- Tidak bisa mengontrol perilaku diri sendiri
- Sulit menyelesaikan tugas
- Sulit mempelajari informasi baru
- Sulit mendapatkan teman baru
- Sulit atau lamban untuk berpakaian atau mengikat tali sepatu
Dyspraxia juga bisa berlanjut sampai remaja dan dewasa. Gejala dyspraxia yang dapat terlihat di usia ini antara lain postur tubuh yang tidak normal saat berjalan, gangguan keseimbangan, sulit mempelajari keterampilan atau berolahraga, dan kurang percaya diri.
Kapan harus ke dokter
Segera periksakan anak ke dokter jika ia mengalami keluhan seperti yang telah disebutkan di atas. Anda juga perlu membawa anak ke dokter jika melihat ada gangguan atau keterlambatan dalam tumbuh kembangnya.
Pemeriksaan dan penanganan sejak dini diperlukan agar anak bisa mengejar ketertinggalannya, dan untuk mencegah munculnya komplikasi di kemudian hari.
Diagnosis Dyspraxia
Untuk mendiagnosis dyspraxia, dokter akan melakukan tanya jawab dengan orang tua mengenai gejala yang dialami anak, riwayat kehamilan, persalinan, tumbuh kembang, serta riwayat kesehatan anak dan keluarga.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan antropometri untuk menilai pertumbuhan anak. Dokter juga akan menilai perkembangan anak dengan Denver scoring.
Untuk menilai perkembangan anak, dokter mungkin akan meminta anak untuk menulis, menggambar, melompat, menyusun balok, menggenggam, atau melakukan gerakan sederhana lainnya.
Perlu diingat, tidak semua anak yang terlihat ceroboh atau lamban pasti menderita dyspraxia. Seorang anak dikatakan mengalami dyspraxia bila kemampuan gerak dan koordinasinya jauh di bawah rata-rata anak seusianya, dan menyebabkan gangguan saat beraktivitas.
Diagnosis dapat mengarah pada dyspraxia jika gejala-gejala di atas muncul sejak masa kanak-kanak dan tidak terdeteksi adanya kondisi lain yang menyebabkan timbulnya gejala tersebut.
Pengobatan Dyspraxia
Sampai saat ini, belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan dyspraxia. Pada penderita dyspraxia bergejala ringan, gangguan ini bisa membaik seiring pertambahan usia.
Dokter akan menganjurkan orang tua untuk rutin memberikan stimulasi kepada anak dengan dyspraxia. Orang-orang yang ada di sekitar anak, termasuk guru dan pengasuh, juga perlu diberikan pengertian mengenai kondisi anak. Tujuannya adalah untuk mencegah stigma buruk pada anak.
Dukungan dari orang tua dan orang-orang sekitar sangat penting untuk membantu anak dengan dyspraxia mengejar keterlambatan dan mengatasi hambatan yang dialaminya.
Selain itu, ada beberapa terapi yang bisa diberikan oleh dokter untuk membantu penderita dyspraxia, yaitu:
- Terapi okupasi, untuk mengajarkan pasien cara-cara praktis dalam melakukan rutinitas sehari-hari
- Fisioterapi atau terapi fisik, untuk meningkatkan kemampuan motorik
- Cognitive behavioural therapy (CBT), untuk mengubah pola pikir pasien terhadap keterbatasannya sehingga perilaku dan perasaan pasien menjadi lebih baik
Komplikasi Dyspraxia
Keterlambatan perkembangan dan gangguan koordinasi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan penderita dyspraxia mengalami beberapa kondisi berikut:
- Sulit untuk bersosialisasi
- Mengalami perundungan
- Menderita gangguan perilaku
- Tidak percaya diri
Sementara pada usia dewasa, dyspraxia dapat menyebabkan penderitanya memiliki emosi yang meledak-ledak, fobia, dan perilaku obsesif kompulsif.
Selain itu, ada juga beberapa kondisi yang sering dikaitkan atau muncul bersamaan dengan dyspraxia, yaitu ADHD, disleksia, autisme, atau apraxia bahasa.
Pencegahan Dyspraxia
Dyspraxia tidak dapat dicegah, karena penyebabnya belum diketahui secara pasti. Namun, untuk menurunkan risiko terjadinya gangguan perkembangan pada anak, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh ibu selama masa kehamilan, yaitu:
- Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang
- Menghindari paparan asap rokok
- Tidak mengonsumsi minuman beralkohol
- Tidak sembarangan mengonsumsi obat-obatan
- Menjalani pemeriksaan kehamilan secara rutin untuk memantau kondisi janin