Erb's palsy adalah cedera pada saraf bahu yang biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Umumnya, kondisi ini terjadi akibat persalinan yang macet atau sungsang. Erb’s palsy dapat menyebabkan lemah atau lumpuh pada bahu dan lengan pada sisi saraf yang terkena.
Erb’s palsy dikenal juga dengan Erb-Duchenne palsy atau brachial plexus injury. Kasus Erb’s palsy terjadi pada 1–2 bayi dari setiap 1.000 kelahiran. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menimbulkan penurunan fungsi saraf secara permanen.
Meski biasanya terjadi pada bayi baru lahir, tetapi Erb’s palsy juga bisa terjadi pada anak-anak hingga orang dewasa. Erb’s palsy pada anak-anak atau orang dewasa paling sering terjadi akibat kecelakaan atau cedera.
Penyebab Erb’s Palsy
Erb’s palsy terjadi akibat cedera pada pleksus brakialis. Pleksus brakialis sendiri adalah kumpulan saraf yang membentang dari leher hingga bahu. Kumpulan saraf ini berasal dari cabang saraf leher, yaitu saraf C5, C6, C7, C8, dan T1.
Berdasarkan tingkat keparahan cedera, Erb’s palsy dapat terbagi dalam empat jenis, yaitu:
-
Neuropraxia
Neuropraxia merupakan jenis cedera saraf pleksus brakialis yang paling ringan. Jenis ini terjadi ketika saraf pleksus brakialis meregang tetapi tidak sampai robek. Neuropraxia biasanya terjadi ketika akar saraf tertarik, misalnya ketika kepala terdorong ke satu sisi. -
Neuroma
Neuroma adalah pembentukan jaringan parut dari rusaknya saraf yang telah sembuh. Terbentuknya neuroma dapat mengganggu jalannya sinyal saraf sehingga fungsinya terganggu. -
Ruptur
Pada jenis ini, saraf pleksus brakialis meregang kuat sehingga menimbulkan robekan, baik robekan sebagian maupun sepenuhnya. Berbeda dengan avulsi, robekan ini terjadi tidak pada akar saraf. Meski begitu, jenis ini lebih parah dari neuropraxia sehingga biasanya membutuhkan operasi. -
Avulsi
Avulsi merupakan jenis cedera yang paling parah. Pada jenis ini, robekan terjadi sangat dekat dengan akar saraf pleksus brakialis di leher. Avulsi umumnya terjadi akibat cedera yang parah, seperti kecelakaan berkendara.
Faktor risiko Erb’s Palsy
Pada bayi baru lahir, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya Erb’s palsy, yaitu:
- Bayi berukuran besar (makrosomia)
- Bayi dalam posisi sungsang saat persalinan, yang juga bisa terjadi pada kehamilan kembar
- Persalinan berlangsung lama atau terjadi distosia bahu
- Ibu menderita diabetes
- Ibu mengalami banyak kontraksi selama persalinan (uterine tachysystole), biasanya karena induksi persalinan menggunakan obat
- Penggunaan oksitosin, yaitu hormon untuk memicu terjadinya kontraksi
Selain pada bayi baru lahir, ada juga beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya Erb’s palsy pada orang dewasa, yaitu:
- Terjatuh
- Terkena pukulan atau terbentur sesuatu
- Mengalami kecelakaan dalam berkendara, terutama kecelakaan motor
- Mengalami luka tembak atau luka tusuk di area bahu
Gejala Erb’s Palsy
Saraf-saraf pada pleksus brakialis membawa sinyal yang diberikan oleh otak untuk bahu dan lengan. Erb’s palsy menyebabkan fungsi saraf tersebut terganggu sehingga sinyal dari otak tidak sampai ke bahu dan lengan. Akibatnya, salah satu bahu dan lengan bayi lemah atau lumpuh sehingga tampak tidak bergerak.
Sementara itu, pada anak-anak dan orang dewasa, beberapa gejala yang dapat timbul pada bahu dan lengan yang terkena adalah:
- Lemah atau lumpuh
- Lengan terkulai dengan jari-jari tangan menekuk ke dalam
- Kesemutan atau mati rasa
- Rasa sakit dan sensasi terbakar
Apabila cedera terjadi pada saraf pleksus brakialis di dekat leher, baik orang dewasa maupun bayi baru lahir dapat mengalami tanda-tanda sindrom Horner, yaitu:
- Kelopak mata dan tangan pada sisi yang terkena terkulai
- Pupil mata yang pada sisi bahu yang terkena mengecil
- Wajah dan bahu pada sisi yang terkena tidak berkeringat (anhidrosis)
Kapan harus ke dokter
Pada sebagian besar kasus, Erb’s palsy pada bayi baru lahir dapat terdeteksi melalui pemeriksaan oleh dokter setelah bayi dilahirkan. Dokter akan melakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut jika bayi mengalami kondisi tersebut.
Jika Anda atau anak Anda mengalami keluhan di atas, segera lakukan pemeriksaan ke dokter. Penanganan Erb’s palsy harus dilakukan segera dalam kurun waktu maksimal 6 bulan sejak cedera terjadi. Hal ini karena tingkat keberhasilan pengobatan, terutama operasi, dapat berkurang drastis jika tidak dilakukan dalam kurun waktu tersebut.
Diagnosis Erb’s Palsy
Untuk mendiagnosis Erb’s palsy, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan saraf, termasuk memeriksa refleks pada lengan yang terkena.
Dokter juga dapat melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis, misalnya:
- Foto Rontgen leher dan bahu, untuk mendeteksi patah tulang atau cedera lain pada tulang dan jaringan di sekitar bahu dan leher
- Pemindaian dengan MRI atau CT myelografi, untuk melihat kondisi saraf dan otot dalam tubuh, serta mendeteksi adanya kelainan pada saraf dan otot
- Elektromiografi, untuk mengetahui seberapa baik aliran saraf ke otot
Pengobatan Erb’s Palsy
Pengobatan Erb’s palsy dilakukan berdasarkan tingkat keparahan kondisi. Pada pasien yang mengalami Erb’s palsy ringan, seperti neuropraxia, pengobatan khusus umumnya tidak dibutuhkan. Pasien dapat sembuh dengan sendirinya dalam hitungan minggu atau bulan.
Untuk mempercepat dan mengoptimalkan penyembuhan, dokter akan menyarankan terapi fisik (fisioterapi) dan rehabilitasi untuk memperbaiki rentang gerak sendi (range of movement) dan kekuatan otot. Fisioterapi dan rehabilitasi ini bisa dimulai setelah bayi berusia 3 minggu.
Ketika sudah besar, dokter akan menganjurkan anak yang terlahir dengan Erb’s palsy untuk rutin melakukan olahraga yang melibatkan kedua lengan, seperti berenang dan bermain basket.
Jika fisioterapi dan rehabilitasi selama 3−6 bulan tidak efektif untuk mengatasi Erb’s palsy, dokter dapat menyarankan operasi. Sementara pada orang dewasa, operasi harus dilakukan tidak lebih dari 6 bulan setelah cedera terjadi.
Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan adalah:
- Operasi perbaikan saraf (nerve repair), dengan menghubungkan kembali dua ujung saraf yang mengalami robekan
- Operasi cangkok saraf, baik dari tubuh sendiri (nerve graft) maupun dari orang lain (Oberlin transfer)
- Operasi perbaikan otot, tulang, dan tendon, jika cedera parah menyebabkan kerusakan otot, tulang dan tendon bahu, atau jika penanganan Erb’s palsy terlambat
- Neurolisis, untuk mengangkat neuroma
Selain melakukan fisioterapi dan operasi, dokter juga dapat melakukan terapi lain, yaitu:
- Terapi okupasi, untuk melatih kemampuan dalam berpakaian atau melakukan aktivitas lain sehari-hari setelah operasi
- Suntik botox, untuk memperbaiki fungsi kerja otot bahu dan mengurangi kaku di otot bahu
- Neuromuscular electrical stimulation (NMES), untuk menstimulasi saraf dan memperbaiki kontraksi otot
Komplikasi Erb’s Palsy
Jika tidak ditangani, ada beberapa komplikasi Erb’s palsy yang dapat timbul, yaitu:
- Keterbatasan gerak bahu dan lengan yang terkena
- Mati rasa dan lumpuh permanen pada bahu dan lengan yang terkena
- Gangguan keseimbangan dan koordinasi
- Skoliosis
- Perubahan bentuk tulang bahu
- Dislokasi bahu
Pencegahan Erb’s Palsy
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya Erb’s palsy pada bayi baru lahir, yaitu:
- Lakukan kontrol gula darah dan berobat secara rutin untuk mengurangi risiko bayi terlahir dengan makrosomia, terutama pada ibu yang menderita diabetes gestasional.
- Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, terutama jika mengalami hamil kembar, memiliki janin sungsang, atau memiliki riwayat bayi dengan distosia bahu pada kelahiran sebelumnya.
- Jaga berat badan yang ideal sebelum hamil.
- Jaga pertambahan berat badan yang ideal selama hamil.
Selain beberapa hal di atas, risiko terjadinya Erb’s palsy pada anak-anak atau orang dewasa juga dapat diturunkan dengan menggunakan alat pelindung ketika berolahraga atau berkendara, untuk menghindari terjadinya cedera akibat kecelakaan.