Fenilketonuria atau PKU adalah penyakit bawaan lahir akibat kelainan genetik. Fenilketonuria menyebabkan penderitanya tidak bisa mengurai asam amino fenilalanin sehingga zat ini menumpuk di dalam tubuh. Akibatnya, penderita fenilketonuria bisa mengalami kerusakan otak.
Fenilalanin merupakan asam amino esensial yang terkandung di dalam banyak makanan sumber protein, seperti susu, telur, daging, ikan, dan kacang kedelai. Pada penderita fenilketonuria, makanan tersebut tidak dapat diurai, karena ada gangguan pada enzim yang berfungsi memecah asam amino tersebut.
Berdasarkan tingkat keparahannya, fenilketonuria terbagi menjadi fenilketonuria berat (klasik) dan ringan. Pada fenilketonuria berat, enzim yang dibutuhkan untuk mengubah fenilalanin hilang atau berkurang banyak. Akibatnya, kadar fenilalanin dalam tubuh menjadi sangat tinggi sehingga terjadi kerusakan otak yang parah.
Sementara pada fenilketonuria ringan, enzim masih bisa berfungsi walaupun tidak sebaik yang normal sehingga penumpukan fenilalanin tidak terlalu parah.
Fenilketonuria umumnya baru memunculkan gejala jika penumpukan fenilalanin terjadi terus-menerus dan sampai mengganggu fungsi otak. Untuk meredakan gejala, penderita harus menjalani pola makan khusus seumur hidupnya.
Penyebab Fenilketonuria
Fenilketonuria disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik yang membuat enzim pengurai fenilalanin berkurang bahkan hilang. Akibatnya, enzim pengurai tersebut tidak bisa bekerja dengan baik dan menyebabkan penumpukan fenilalanin di dalam tubuh.
Fenilketonuria adalah penyakit autosomal resesif. Dengan kata lain, seseorang dapat menderita penyakit ini bila kedua orang tuanya menderita kondisi yang serupa.
Sedangkan jika penyakit ini diturunkan dari salah satu orang tua, anak tidak akan menderita fenilketonuria, tetapi bisa menjadi pembawa (carrier) gen fenilketonuria.
Gejala Fenilketonuria
Gejala fenilketonuria biasanya akan muncul secara bertahap. Umumnya, gejala tersebut baru muncul saat anak berusia 3–6 bulan. Beberapa gejala fenilketonuria yang umum terjadi adalah:
- Bau napas, urine, kulit, atau rambut yang tidak sedap
- Ruam di kulit atau eksim
- Kejang
- Tremor atau gemetar
- Warna kulit, mata, dan rambut berubah menjadi terang
Jika tidak ditangani, fenilketonuria dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Kondisi ini dapat ditandai dengan beberapa gejala berikut:
- Terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak
- Gangguan intelektual atau keterbelakangan mental
- Ukuran kepala lebih kecil dari ukuran kepala bayi normal (mikrosefalus)
- Kejang yang berulang
Kapan harus ke dokter
Segera periksakan anak Anda ke dokter jika mengalami keluhan dan gejala yang disebutkan di atas. Pemeriksaan dan penanganan sejak awal diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Pemeriksaan secara rutin perlu dilakukan bila anak terlahir dari orang tua dengan riwayat fenilketonuria dalam keluarga. Makin cepat terdeteksi dan ditangani, risiko penumpukan fenilalanin dan kerusakan otak bisa dicegah.
Jika Anda dan anak Anda sudah didiagnosis mengalami fenilketonuria, lakukan kontrol rutin, serta ikuti anjuran dan pengaturan pola makan (diet) khusus yang diberikan oleh dokter untuk mencegah penumpukan fenilalanin di tubuh.
Diagnosis Fenilketonuria
Untuk mendiagnosis fenilketonuria, dokter akan melakukan tanya jawab seputar keluhan dan riwayat penyakit dalam keluarga pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh. Setelah itu, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang berupa tes darah dan tes DNA.
Pada bayi yang berisiko mengalami fenilketonuria, pemeriksaan bisa dimulai saat bayi berusia 1 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah dari tumit atau siku bayi untuk diperiksa di laboratorium.
Jika terbukti menderita fenilketonuria, bayi harus menjalani pemeriksaan rutin untuk mengukur kadar fenilalanin dalam tubuhnya. Berikut ini adalah jadwal pemeriksaan rutin untuk memantau kadar fenilalanin pada anak:
- Usia 1–6 bulan: 1 minggu sekali
- Usia 6 bulan sampai 4 tahun: 2 minggu sekali
- Usia 4 tahun sampai dewasa: 1 bulan sekali
Pengobatan Fenilketonuria
Fenilketouria tidak bisa disembuhkan. Namun, pola makan khusus dapat diberikan kepada pasien untuk mengendalikan gejala dan mencegah komplikasi.
Pengobatan fenilketonuria dimulai dengan menerapkan pola makan yang rendah fenilalanin. Pada orang tua yang bayinya mengonsumsi susu formula, diskusikan dengan dokter anak mengenai jenis susu formula yang sesuai.
Setelah anak dapat mengonsumsi MPASI, orang tua akan diminta untuk tidak memberikan makanan kaya protein, seperti telur, susu dan produk olahannya, ikan, serta semua jenis daging. Untuk menjaga asupan asam amino pada anak, dokter dapat memberikan suplemen asam amino sesuai kebutuhan anak.
Pola makan rendah fenilalanin tersebut tetap harus dijalani hingga menginjak usia remaja bahkan dewasa. Selain menghindari makanan tinggi fenilalanin, penderita fenilketonuria juga tidak boleh mengonsumsi makanan, minuman, dan obat yang mengandung pemanis buatan.
Untuk memantau kadar fenilalanin di dalam tubuh, pasien akan diminta menjalani tes darah secara rutin. Kadar fenilalanin pada penderita fenilketonuria perlu dijaga pada rentang 120−360 mikromol/L (2−6 mg/dL). Tujuan pemantauan ini antara lain untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi Fenilketonuria
Fenilketonuria yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat bisa menyebabkan beberapa komplikasi, seperti:
- Kerusakan otak permanen
- Tumbuh kembang anak terhambat
- Gangguan tingkah laku dan emosional
- Kejang
Fenilketonuria pada ibu hamiI yang tidak ditangani dapat menimbulkan komplikasi berupa keguguran atau bayi lahir dengan kelainan bawaan, seperti penyakit jantung bawaan, atau ukuran kepala yang lebih kecil (mikrosefalus).
Pencegahan Fenilketonuria
Fenilketonuria merupakan penyakit keturunan. Oleh karena itu, cara mencegah terjadinya kondisi ini adalah dengan skrining genetik dan berkonsultasi dengan dokter sebelum merencanakan kehamilan.
Pemeriksaan juga perlu dilakukan bila terdapat riwayat fenilketonuria di dalam keluarga. Dengan demikian, risiko bayi terkena fenilketonuria akan menurun.
Sementara pada ibu hamil yang menderita fenilketonuria, menjalani pola makan rendah fenilalanin sejak sebelum hamil dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi pada janin.