Fingering merupakan salah satu varian foreplay dalam hubungan seksual. Meski relatif aman dan sangat umum dilakukan, ada sebagian orang yang khawatir aktivitas seksual ini dapat menyebabkan kehamilan. Apakah benar demikian?
Fingering dilakukan dengan cara memasukkan dan memainkan jari di organ intim wanita. Aktivitas ini bertujuan untuk merangsang titik sensitif pada vagina dan area sekitarnya, termasuk g-spot, agar wanita dapat mencapai orgasme.
Fingering biasanya dilakukan sebelum penetrasi seksual. Meski demikian, aktivitas seksual ini juga dapat dilakukan sendiri.
Apakah Fingering Bisa Menyebabkan Kehamilan?
Fingering sendiri sebenarnya tidak menyebabkan kehamilan. Kehamilan dapat terjadi ketika air mani yang mengandung sperma masuk ke dalam rahim dan membuahi sel telur. Hal ini biasanya terjadi ketika pria mengalami ejakulasi di dalam vagina.
Ketika ejakulasi, pria mengeluarkan air mani yang bisa mengandung lebih dari 300 juta sperma. Namun, air mani juga bisa keluar sebelum ejakulasi, yaitu ketika penis ereksi. Air mani yang keluar tersebut dikenal dengan cairan praejakulasi.
Sebagian pria tidak bisa menahan atau mengontrol keluarnya cairan praejakulasi. Meski jumlahnya sedikit, cairan praejakulasi tetap mengandung sperma.
Jika pria menyentuh cairan praejakulasi atau air mani, lalu memasukkan jarinya ke dalam vagina, kehamilan mungkin saja bisa terjadi. Namun, peluang terjadinya kehamilan melalui cara ini sangatlah kecil bila dibandingkan dengan ejakulasi di dalam vagina.
Risiko hamil melalui fingering memang sangat rendah, karena sperma tidak bisa bertahan lama di luar tubuh. Namun, jika Anda tidak sedang merencanakan kehamilan, penting untuk mengetahui bahwa peluang terjadinya kehamilan ketika melakukan fingering masih tetap ada.
Risiko Lain dari Fingering
Selain kekhawatiran dapat menyebabkan kehamilan, ada risiko lain yang bisa disebabkan oleh fingering. Risiko ini bisa terjadi jika jari tangan tidak bersih, kuku jemari panjang, dan fingering dilakukan dengan kasar serta tidak hati-hati. Risiko tersebut meliputi:
1. Vagina terluka
Jika fingering dilakukan terlalu cepat dan kasar atau bila kuku jari panjang dan tajam, vagina bisa saja terluka atau lecet. Hal ini dikarenakan kulit di dalam dan sekitar vagina umumnya sangat lembut, sehingga gesekan dan tekanan dapat menyebabkan luka.
2. Vagina berdarah
Keluar darah setelah melakukan fingering bisa disebabkan oleh robeknya selaput dara. Selaput dara adalah jaringan tipis yang membentang di atas lubang vagina. Kondisi ini normal terjadi, terutama jika Anda belum pernah melakukan hubungan seksual sebelumnya, termasuk penetrasi menggunakan jari atau penis.
3. Infeksi
Fingering yang dilakukan dengan tangan yang kotor bisa menyebabkan wanita mengalami infeksi, seperti infeksi bakteri di vagina. Pada kasus tertentu, fingering pun bisa menimbulkan terjadinya infeksi menular seksual (IMS), seperti kutil kelamin akibat infeksi virus HPV.
Selain itu, infeksi pada vagina juga bisa menyebabkan wanita mengalami gejala nyeri pada vagina, vagina gatal atau perih, keputihan, dan demam.
Tips Aman Melakukan Fingering
Agar Anda dapat melakukan fingering dengan aman, ikutilah beberapa tips dan panduan berikut ini:
- Pastikan pasangan sudah mencuci tangan terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas ini.
- Pastikan kuku Anda atau pasangan pendek dan tidak ada sisi yang tajam sebelum fingering dimulai.
- Gunakan pelumas berbahan dasar air untuk mengurangi gesekan dan mencegah lecet di bagian vagina.
- Hindari melakukan fingering ketika Anda sedang keputihan atau menstruasi.
Anda juga bisa meminta pasangan menggunakan kondom jari atau sarung tangan sekali pakai untuk menutupi tangan agar lebih higienis. Langkah ini juga dapat mencegah penularan IMS.
Umumnya, fingering tergolong aman dilakukan asalkan aktivitas seksual ini dilakukan secara perlahan dan menggunakan jari yang bersih.
Apabila setelah melakukan fingering Anda mengalami keluhan tertentu, seperti perdarahan yang tidak kunjung berhenti, keputihan, nyeri atau gatal di vagina, dan luka pada vagina, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.