Gangguan dismorfik tubuh atau body dysmorphic disorder adalah gangguan mental yang ditandai dengan gejala berupa rasa cemas berlebihan terhadap kelemahan atau kekurangan dari penampilan fisik diri sendiri.
Body dysmorphic disorder lebih banyak terjadi pada orang usia 15–30 tahun. Penderita kondisi ini sering merasa malu dan resah karena menganggap dirinya buruk sehingga menghindari berbagai situasi sosial. Selain itu, penderita juga sering menjalani operasi plastik guna memperbaiki penampilannya.
Body dysmorphic disorder mirip dengan gangguan makan dalam hal pandangan negatif pada penampilan fisik. Namun, rasa cemas pada gangguan ini bukan mengenai berat badan dan bentuk tubuh secara keseluruhan, melainkan kekurangan fisik, seperti kulit keriput, rambut rontok, paha yang besar, atau bentuk hidung pesek.
Penyebab Body Dysmorphic Disorder
Penyebab utama body dysmorphic disorder tidak diketahui dengan pasti. Meski begitu, kondisi ini diduga muncul akibat kombinasi dari beberapa faktor berikut ini:
-
Genetik
Menurut penelitian, body dysmorphic disorder lebih banyak terjadi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit serupa. Namun, belum dapat dipastikan apakah kondisi ini diturunkan secara genetik atau akibat pola asuh dan lingkungan. -
Kelainan struktur otak
Kelainan pada struktur otak atau senyawa-senyawa di dalamnya diduga dapat menyebabkan body dysmorphic disorder. -
Lingkungan
Penilaian negatif dari lingkungan terhadap citra diri penderita, pengalaman buruk atau trauma di masa lalu, dapat menyebabkan seseorang mengalami body dysmorphic disorder.
Selain faktor-faktor penyebab di atas, terdapat beberapa kondisi yang dapat memicu munculnya gangguan dismorfik tubuh, antara lain:
- Menderita gangguan mental lain, seperti gangguan kecemasan atau depresi
- Memiliki sifat tertentu, misalnya perfeksionis atau rasa rendah diri
- Memiliki orang tua atau keluarga yang terlalu kritis terhadap penampilannya
Gejala Body Dysmorphic Disorder
Penderita body dysmorphic disorder memiliki pikiran negatif atau rasa cemas terhadap kekurangan dari satu atau beberapa anggota tubuh. Pikiran negatif itu dapat timbul karena penderita menganggap bentuk anggota tubuhnya tidak ideal. Anggota tubuh yang sering dicemaskan penderita antara lain:
- Wajah, misalnya karena bentuk hidung terlalu pesek
- Kulit, misalnya karena ada keriput, jerawat, atau luka
- Rambut, misalnya karena rambut menipis, rontok, atau mengalami kebotakan
- Payudara atau alat kelamin, misalnya karena ukuran penis terlalu kecil atau payudara terlalu besar
- Tungkai, misalnya karena ukuran paha yang besar
Ada beberapa gejala atau perilaku yang bisa menjadi tanda bahwa seseorang menderita gangguan dismorfik tubuh, di antaranya:
- Bercermin berulang-ulang dalam waktu lama
- Menyembunyikan anggota tubuh yang dianggap tidak sempurna
- Meminta orang lain meyakinkan dirinya berulang kali bahwa kekurangan bentuk tubuhnya tidak terlalu jelas terlihat
- Berulang kali mengukur atau menyentuh area tubuh yang dianggap tidak sempurna
Body dysmorphic disorder juga dapat terjadi ketika kecemasan berlebihan timbul karena menganggap tubuhnya terlalu kecil, terlalu kurus, atau kurang berotot. Gejala yang dapat muncul pada kondisi seperti ini adalah:
- Berolahraga terlalu sering dan dalam waktu yang lama
- Mengonsumsi suplemen gizi secara berlebihan
- Menyalahgunakan steroid
Kapan harus ke dokter
Penderita body dysmorphic disorder dapat berulang-ulang berkonsultasi dengan dokter untuk mencari tahu cara memperbaiki penampilannya. Namun, tujuan seperti itu kurang tepat.
Sebaiknya Anda berkonsultasi ke dokter bila menyadari adanya perilaku yang tidak wajar dalam menilai penampilan, terutama bila perilaku tersebut:
- Mengganggu pekerjaan, prestasi di sekolah, atau hubungan dengan orang lain
- Menghilangkan keinginan untuk pergi ke tempat umum dan merasa cemas jika berada di antara orang lain
Kondisi ini dapat berujung kepada depresi berat dan ide untuk melakukan bunuh diri.
Diagnosis Body Dysmorphic Disorder
Body dysmorphic disorder sering kali sulit terdeteksi, karena banyak penderita merasa malu dan cenderung menyembunyikan gangguan ini. Namun, dokter biasanya akan merujuk pasien yang berulang kali meminta operasi plastik ke psikiater.
Untuk mengetahui penyebabnya dan memberikan penanganan yang tepat, psikiater akan melakukan penilaian kondisi kejiwaan pasien dengan cara:
- Menanyakan riwayat kondisi medis serta hubungan sosial pasien dan keluarganya
- Melakukan evaluasi psikologis untuk mengetahui faktor risiko, pikiran, perasaan, serta perilaku yang terkait dengan pandangan negatif pasien terhadap dirinya
Penanganan Body Dysmorphic Disorder
Penanganan terhadap body dysmorphic disorder dilakukan dengan kombinasi antara terapi perilaku kognitif dan pemberian obat-obatan, seperti dijelaskan di bawah ini:
Terapi perilaku kognitif
Terapi ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Melalui terapi ini, pasien diharapkan dapat mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Terapi perilaku kognitif berfokus untuk:
- Memperbaiki kepercayaan yang salah terhadap kelemahan atau kekurangan fisik pasien
- Meminimalkan perilaku kompulsif (melakukan sebuah tindakan secara berulang-ulang)
- Menumbuhkan sikap dan perilaku yang lebih baik mengenai citra diri dan penampilan fisik
Terapi perilaku kognitif ini juga dapat dilakukan secara berkelompok. Khusus untuk kasus body dysmorphic disorder pada anak-anak dan remaja, terapi perilaku ini perlu melibatkan orang tua dan keluarga.
Obat-obatan
Hingga saat ini, belum ditemukan obat untuk mengatasi body dysmorphic disorder. Namun, obat antidepresan serotonin-specific reuptake inhibitor (SSRI) dapat diberikan guna mengurangi pikiran dan perilaku obsesif pada pasien.
Obat ini diresepkan dokter jika terapi perilaku belum bisa mengatasi gangguan yang dialami penderita, atau bila gejala body dysmorphic disorder makin parah. Obat SSRI bisa diberikan sebagai terapi tunggal atau digabungkan dengan obat lain dan terapi perilaku.
Bila konsumsi obat SSRI ingin dihentikan, dosisnya harus dikurangi secara bertahap. Penghentian obat secara tiba-tiba dapat membuat gejala body dysmorphic disorder muncul kembali.
Obat lain yang dapat diresepkan dokter adalah obat antipsikotik, seperti olanzapine dan aripiprazole. Obat antipsikotik bisa diberikan sebagai obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat SSRI.
Jika terapi perilaku kognitif dan pemberian obat antidepresan belum dapat memperbaiki kondisi pasien setelah 12 minggu, psikiater dapat mengganti jenis obat antidepresan.
Pada kasus yang parah, penderita perlu mendapat perawatan di rumah sakit, misalnya bila sampai tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari atau berpotensi membahayakan diri sendiri.
Komplikasi Body Dysmorphic Disorder
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita gangguan dismorfik tubuh antara lain:
- Gangguan kesehatan terkait kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang, misalnya menusuk-nusuk kulit
- Depresi
- Obssesive compulsive disorder
- Penyalahgunaan NAPZA
Pencegahan Body Dysmorphic Disorder
Pencegahan timbulnya body dysmorphic disorder dapat dilakukan dengan selalu menerapkan pola pikir tentang bentuk tubuh yang sehat dan realistis. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dan orang-orang terdekat untuk mendukung body image yang positif.
Untuk mencegah komplikasi body dysmorphic disorder, deteksi dan penanganan dini perlu dilakukan sesegera mungkin. Oleh karena itu, konsultasikan dengan dokter bila terdapat gejala awal kondisi ini.