Ekshibisionisme adalah bentuk penyimpangan yang dilakukan dengan memamerkan alat kelamin di tempat umum untuk mendapatkan kepuasan seksual. Perilaku ini tentu mengkhawatirkan orang di sekitar pelakunya. Jadi, apa sih penyebab ekshibisionisme dan bagaimana bentuk penanganannya?
Ekshibisionisme merupakan bagian dari gangguan seksual parafilia. Parafilia adalah dorongan, gairah, fantasi, atau perilaku seksual yang menyimpang dengan melibatkan objek, aktivitas, atau situasi yang bagi orang pada umumnya tidak menimbulkan gairah seksual.
Pelaku ekshibisionisme disebut juga ekshibisionis. Seseorang akan didiagnosis memiliki gangguan seksual ekshibisionisme apabila perilaku ini sudah berlangsung selama minimal 6 bulan dan menimbulkan penderitaan, gangguan, atau kerugian, baik bagi diri penderita sendiri maupun orang lain.
Apa Penyebab Ekshibisionisme?
Penyebab gangguan seksual ekshibisionisme belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor diduga dapat menyebabkan atau meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan ini. Meski begitu, faktor-faktor tersebut masih diperdebatkan dan perlu diteliti lebih lanjut. Beberapa faktor yang dimaksud meliputi:
Faktor trauma masa kecil
Beberapa peristiwa yang menyebabkan trauma pada masa kecil, seperti pelecehan seksual, penderitaan emosional, serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, juga dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi ekshibisionis.
Fantasi seksual yang menyimpang dapat menjadi salah satu bentuk mekanisme untuk mengatasi trauma masa kecil tersebut (coping mechanism).
Faktor lain
Beberapa faktor lain juga dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku ekshibisionisme, seperti kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kurangnya rasa percaya diri.
Apa Saja Ciri-Ciri Penderita Ekshibisionisme?
Gejala gangguan seksual ekshibisionisme biasanya mulai muncul pada usia 15–25 tahun dan mulai berkurang seiring bertambahnya usia. Berikut ini adalah ciri-ciri penderita gangguan seksual ekshibisionisme:
- Merasa puas saat memamerkan alat kelamin kepada orang asing di tempat umum. Ada sebagian penderita ekshibisionisme yang hanya memamerkan alat kelaminnya ke kelompok orang tertentu, misalnya anak kecil atau lawan jenis.
- Muncul gairah seksual apabila melihat korban merasa kaget, takut, atau kagum, yang diikuti dengan masturbasi. Namun, tidak ada tujuan untuk melakukan kontak fisik atau hubungan seksual lebih lanjut dengan korban.
- Cenderung sulit memulai atau mempertahankan suatu hubungan, baik hubungan asmara maupun pertemanan.
- Tidak jarang penderita ekshibisionisme juga menunjukkan gejala gangguan parafilia lain dan dianggap hiperseksual.
Adakah Terapi untuk Mengatasi Ekshibisionisme?
Tidak banyak penderita gangguan seksual ekshibisionisme yang memeriksakan dirinya ke psikiater atau psikolog. Penderitanya cenderung menyembunyikan gangguan yang dimilikinya karena merasa bersalah, malu, atau memiliki masalah keuangan dan hukum.
Padahal, penderita gangguan ini dianjurkan untuk segera mendapatkan penanganan, baik secara medis maupun psikologis. Hal ini perlu dilakukan sebelum ia membahayakan diri sendiri dan orang lain atau bahkan melakukan tindakan kriminal.
Terapi ekshibisionisme dilakukan oleh psikiater dengan pilihan metode yang bervariasi, sesuai tingkat keparahan gangguan yang dialami penderita. Beberapa metode terapi yang dapat dilakukan meliputi:
Psikoterapi
Melalui psikoterapi, penderita akan menjalani sesi konseling individu atau kelompok. Beberapa topik dalam konseling tersebut bersifat spesifik, seperti topik pernikahan atau keluarga. Psikoterapi diharapkan dapat membantu penderita untuk memperbaiki perilaku dan kemampuan berinteraksi secara sosial.
Terapi obat
Jenis obat yang diberikan dapat berupa penekan hormon, antidepresan, atau pengontrol suasana hati. Obat-obatan ini umumnya bekerja dengan cara mengurangi dorongan seksual, sehingga perilaku seksual yang menyimpang pun dapat ditekan.
Terapi untuk gangguan ekshibisionisme bersifat jangka panjang dan keberhasilan terapi tergantung pada tiap individu. Apabila penderita memiliki keinginan untuk sembuh dan menjadi pribadi yang lebih baik, peluang keberhasilan terapi pun akan lebih besar.
Gangguan seksual ekshibisionisme bisa berdampak pada kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan, bahkan konsekuensi hukum.
Walaupun penderita ekshibisionisme tidak bertujuan untuk melakukan kontak fisik lebih lanjut dengan korban, hal ini tidak boleh dianggap sepele karena dapat menimbulkan ketakutan atau trauma psikologis pada korban, terutama anak-anak.
Apabila Anda menyaksikan perilaku ekshibisionisme, tindakan yang perlu Anda lakukan adalah segera pergi dari lokasi kejadian dan minta pertolongan orang lain atau petugas keamanan yang ada di sekitar.
Ditulis oleh:
Caroline Claudia