Merasa bersalah merupakan hal yang wajar. Namun, beda cerita dengan orang yang memiliki guilt complex. Kondisi ini membuat seseorang terus-menerus merasa bersalah atau bahkan bisa sampai mengganggu konsentrasi dan aktivitasnya, seperti makan dan tidur.
Rasa bersalah hadir setelah seseorang melakukan kesalahan. Hal ini sebenarnya bersifat positif, karena bisa menjadi motivasi untuk memperbaiki diri agar tidak mengulangi kesalahan. Selain itu, perasaan bersalah juga menjadi kesempatan untuk minta maaf ke orang yang tersakiti agar konflik dapat terselesaikan.
Namun, orang yang memiliki guilt complex tidak demikian. Ia akan selalu merasa bersalah, bahkan ia sudah merasa akan ada yang salah dari tindakannya sebelum mengerjakan sesuatu.
Rasa bersalah terus-menerus sering membuat orang dengan guilt complex merasa malu dan ragu pada dirinya sendiri. Ia juga kerap minta maaf berulang kali karena menganggap bahwa tindakannya selalu salah.
Tanda Seseorang Mengalami Guilt Complex
Orang dengan guilt complex bisa terus-menerus merasa dirinya “jahat” dan tidak bertanggung jawab secara moral, meski masalahnya sudah usai atau bahkan belum terjadi.
Selain itu, orang dengan guilt complex biasanya juga menunjukkan tanda-tanda berikut ini:
- Merasa semua hal yang terjadi adalah tanggung jawabnya
- Merasa selalu ingin memperbaiki situasi
- Merasa rendah diri dan malu sampai tidak mampu menatap lawan bicaranya
- Merasa cemas terhadap semua hal yang dilakukan, walau belum tentu hal tersebut salah
- Menangisi kesalahan yang belum tentu diakibatkan olehnya
- Menghindari orang, tempat, atau peristiwa yang berkaitan dengan munculnya rasa bersalah tersebut
- Mengalami susah tidur
Tanpa sadar, guilt complex juga bisa menimbulkan gejala fisik, seperti sakit perut, sakit kepala, atau mual. Jadi, bila kamu mengalami salah satu dari gejala fisik tersebut dan di saat bersamaan dihadapkan dengan rasa bersalah yang tiada usai, mungkin saja sakit fisik tersebut disebabkan oleh guilt complex.
Perasaan bersalah terus-menerus ini bahkan bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan, serangan panik, dan depresi. Sebaliknya, beragam gangguan mental tersebut juga bisa memicu guilt complex.
Penyebab Guilt Complex
Ada sejumlah hal yang berkontribusi menyebabkan guilt complex, yaitu:
1. Gangguan kecemasan
Orang dengan gangguan kecemasan cenderung berpikiran negatif terhadap semua tindakan yang telah atau akan ia lakukan. Inilah yang kemudian memunculkan perasaan bersalah terus-menerus.
2. Pengalaman masa kecil
Sering menuduh atau menyalahkan anak bisa berdampak negatif pada kesehatan mental mereka, lho. Anak yang sering disalahkan oleh orang tua dan lingkungan tempat anak tumbuh lebih rentan mengalami guilt complex ketika masa dewasanya.
3. Budaya
Di Indonesia, norma budaya begitu melekat dan dipatuhi oleh masyarakatnya. Saat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma budaya, seperti berpakaian terbuka di tempat umum, akan muncul rasa bersalah saat melakukannya karena tidak mendukung norma yang ada.
4. Agama
Sama seperti norma budaya, norma agama juga begitu diyakini oleh masyarakat Indonesia dan bila ada yang melanggar akan dianggap bersalah. Jadi, jika tindakan kamu tidak sesuai dengan norma agama, contohnya minum minuman keras, kamu bisa saja terus-menerus merasa bersalah.
5. Tekanan sosial
Selain norma agama dan budaya, tekanan sosial juga bisa menyebabkan timbulnya guilt complex. Saat kamu merasa bahwa orang lain bisa menilai atau menghakimi apa pun yang kamu lakukan, perasaan bersalah itu akan muncul dan menghantuimu.
Cara Mengatasi Guilt Complex
Rasa bersalah sebenarnya menunjukkan bahwa kamu peduli dan mau bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah kamu lakukan. Namun, perasaan ini seharusnya tidak berlarut-larut sampai membuatmu merasa rendah diri, bahkan mengganggu aktivitasmu sehari-hari.
Kalau kamu merasa bersalah terus-menerus sampai takut untuk menghadapi rutinitas, ada beberapa cara mengatasi guilt complex yang dapat kamu lakukan, yaitu:
- Buang pikiran negatif dan tanamkan kalimat positif dalam diri, misalnya dengan bermeditasi atau self-talk.
- Fokus mencari penyelesaian atas kesalahan yang telah kamu lakukan.
- Bicaralah dengan orang terdekat yang tepat untuk menenangkan diri dan mendapat persepsi lain atas masalahmu.
- Maafkan dirimu, jangan biarkan penyesalan itu terus tumbuh dan menggerogoti kebahagiaanmu.
- Lihatlah sisi positif yang hadir saat kamu melakukan kesalahan. Hal ini akan membuatmu dipenuhi rasa syukur dan sadar bahwa kesalahan tidak selalu berisi hal-hal buruk.
Ganti kebiasaan mengucapkan maaf dengan “terima kasih”. Sebagai contoh, “terima kasih ya, kamu sudah sabar menunggu lama untuk aku menyelesaikan tugas”. Tidak hanya merasa dihargai, orang yang mendengarnya pun akan menganggap kesalahan yang ada tidak sepenuhnya karena kamu.
Pahamilah bahwa tidak semua yang terjadi adalah kesalahanmu. Ada hal-hal yang tidak bisa kamu kendalikan dan bukan tanggung jawabmu pula untuk mengendalikannya.
Cukup akui kesalahan yang benar-benar kamu lakukan, minta maaflah dengan tulus, perbaiki apa yang memang menjadi tanggung jawabmu, dan lanjutkan hidupmu.
Lepaskan semua rasa bersalah, jangan biarkan guilt complex merusak rutinitas dan merenggut kepercayaan dirimu. Ingatlah bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan, karena tidak ada satu pun makhluk Tuhan yang diciptakan sempurna.
Bila cara di atas tidak mampu melepaskanmu dari perasaan bersalah, jangan ragu untuk berkonsultasi ke psikolog. Psikolog mungkin akan merekomendasikan terapi perilaku kognitif untuk mengubah pandangan dan respons negatif saat kamu dihadapkan sesuatu yang membuatmu merasa bersalah.