Hiperakusis adalah gangguan pendengaran ketika penderitanya menjadi sangat sensitif terhadap suara sehari-hari yang umumnya dianggap normal. Kondisi ini bisa membuat telinga menjadi sakit, bahkan memicu terjadinya stres.
Sebagai acuan untuk mengukur tinggi-rendahnya suara yang di dengar, satuan yang digunakan adalah desibel (dB). Semakin tinggi nilai dB, maka suara akan semakin keras. Pada kondisi normal, 100 dB atau lebih sudah menyebabkan rasa sakit di telinga.
Namun, bagi penderita hiperakusis, kebisingan serendah 16-18 dB saja sudah menimbulkan rasa sakit di telinga. Sebagai perbandingan, suara di ruangan sunyi menghasilkan suara sebesar 30 dB, suara orang berbincang sebesar 60 dB, serta suara dari alat yang berisik, seperti blender, dapat mencapai 94 dB.
Penyebab Hiperakusis
Hiperakusis merupakan kelainan persepsi kerasnya suara. Suara yang pada umumnya dianggap biasa bagi orang lain akan terdengar lebih keras bagi penderitanya. Kondisi ini merupakan gejala dari kondisi medis lain, seperti cedera atau berbagai masalah gangguan pendengaran.
Hiperakusis dapat terjadi kapan saja dan dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak. Berikut ini adalah penyebab dari hiperakusis:
1. Terpapar suara keras
Hiperakusis dapat muncul ketika seseorang sering mendengar suara yang keras. Risiko ini lebih rentan dialami oleh orang-orang yang bekerja di lingkungan bising, seperti musisi, pekerja konstruksi, atau petugas bandara. Paparan suara keras secara terus-menerus dapat merusak sel dan sistem saraf yang bertanggung jawab dalam proses mendengar.
Selain itu, mendengar suara yang sangat keras atau lebih dari 140 dB juga dapat menyebabkan hiperakusis. Contohnya, mendengar suara ledakan petasan atau klakson kereta dari jarak yang terlalu dekat.
2. Kelainan pada telinga
Perkembangan yang tidak normal pada bagian-bagian telinga, seperti saluran telinga, membran timpani, tulang sanggurdi (stapes), dan rumah siput, dapat menyebabkan hiperakusis.
Kondisi tersebut bisa menyebabkan saraf pendengaran mengirimkan informasi suara yang salah ke otak. Akibatnya, otak mengolah suara yang masuk sebagai suara yang keras dari sebenarnya.
3. Kelumpuhan saraf wajah
Pada beberapa kasus, kelumpuhan atau gangguan pada saraf wajah, seperti Bell's palsy, cacar api, atau penyakit Lyme, dapat menyebabkan hiperakusis. Gangguan ini dapat mempengaruhi saraf wajah yang mengontrol otot stapedius, yaitu otot yang berperan dalam mengatur intensitas suara dan melindungi telinga dari suara keras.
Adanya gangguan pada otot stapedius membuat indra pendengaran kehilangan kemampuan untuk mengatur kekerasan suara, yang dapat berkembang menjadi hiperakusis.
4. Cedera
Penyebab lain dari kondisi ini adalah cedera pada kepala, rahang, atau telinga yang disebabkan oleh benturan keras. Benturan tersebut dapat mengganggu bagian saraf sensorik yang berhubungan dengan pendengaran di otak, yang kemudian dapat memicu berkembangnya hiperakusis.
Penanganan Hiperakusis
Hiperakusis bisa menghambat aktivitas sehari-hari karena setiap suara akan sangat mengganggu. Kondisi ini juga dapat menyebabkan pusing, gangguan keseimbangan tubuh, telinga berdenging, perasaan penuh di telinga, bahkan kejang.
Jika tidak ditangani, hiperakusis bisa membuat penderitanya stres dan menarik diri dari lingkungan sosial, sehingga memicu rusaknya hubungan dengan orang lain. Selain itu, pengobatan yang tidak tepat juga dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan dan depresi.
Untuk mencegah dampak buruk akibat hiperakusis, berikut ini adalah beberapa pengobatan yang dapat dilakukan:
- Terapi kognitif behavioral (CBT), untuk membantu pasien mengatasi stres serta kecemasan akibat mendengar suara keras terus-menerus
- Terapi suara, pasien secara bertahap akan dipaparkan suara yang semakin keras untuk membiasakan diri mendengar suara tersebut
- Terapi pelatihan tinnitus (TRT), pasien akan mendengarkan frekuensi suara rendah yang dapat membantu pemulihan saraf pendengaran
- Operasi, diperlukan jika kondisi hiperakusis terkait dengan kelumpuhan saraf wajah
Selain pengobatan di atas, penderita hiperakusis juga menggunakan penutup telinga atau noise-cancelling headphone untuk membantu mengurangi kebisingan. Namun, cara ini hanya bersifat sementara, karena saat tidak menggunakan alat bantu tersebut, suara-suara akan kembali terdengar keras.
Hiperakusis dapat menimbulkan masalah kesehatan lain jika terjadi dalam waktu yang lama. Maka dari itu, jika Anda mengalami gejala yang mengarah ke kondisi hiperakusis, konsultasikan dengan dokter melalui Chat Bersama Dokter. Dokter akan memberikan penanganan awal yang tepat dan saran yang dapat Anda lakukan untuk mengelola kondisi ini.