Inkontinensia tinja adalah kondisi ketika tubuh tidak mampu mengendalikan proses buang air besar. Akibatnya, tinja dapat keluar secara tiba-tiba atau tanpa disadari. Kondisi ini bisa mengganggu kualitas hidup penderitanya sehingga perlu dicari tahu penyebabnya dan ditangani.

Normalnya, bagian ujung usus besar (rektum), dubur (anus), dan otot panggul dan sistem saraf di bagian tersebut dapat mengontrol keluarnya feses. Dengan begitu, kita dapat merencanakan kapan harus menahan dan kapan bisa buang air besar (BAB).

Inkontinensia Tinja - Alodokter

Pada inkontinensia tinja, ada kondisi yang membuat salah satu atau lebih dari bagian-bagian tersebut terganggu. Hal ini menyebabkan seseorang tidak bisa menahan keluarnya feses sebagaimana mestinya.

Penyebab Inkontinensia Tinja

Ada beragam kondisi yang dapat menyebabkan inkontinensia tinja, yaitu:

1. Sembelit kronis

Sembelit kronis, seperti pada penderita megakolon jangka panjang, menyebabkan kotoran mengeras. Akibatnya, tinja sulit bergerak melewati rektum dan dikeluarkan dari tubuh. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada saraf dan otot sehingga memicu inkontinensia tinja.

2. Kerusakan saraf pengontrol sfingter anus

Saraf yang mengendalikan sfingter anus bisa mengalami kerusakan sehingga terjadi inkontinensia tinja. Cedera tersebut dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu, seperti cedera tulang belakang, multiple sclerosis, atau diabetes (neuropati diabetik).

3. Cedera pada sfingter anus

Kerusakan pada cincin otot yang terletak di ujung lubang dubur (sfingter anus) bisa menyebabkan seseorang menderita inkontinensia tinja. Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita saat melahirkan, terutama yang tidak menjalani tindakan episiotomi.

4. Prolaps rektum

Prolaps rektum adalah kondisi ketika rektum turun dan keluar melalui anus. Hal ini menyebabkan peregangan dan jepitan pada saraf-saraf yang mengatur fungsi rektum untuk menahan tinja. Kerusakan pada saraf rektum ini dapat menyebabkan penderitanya mengalami inkontinensia tinja.

5. Kurangnya fleksibilitas rektum 

Pada kondisi normal, rektum meregang dan menampung tinja dengan baik. Namun, kondisi seperti radang usus, atau prosedur operasi maupun radioterapi, bisa membuat rektum terluka dan menjadi kaku. Kondisi ini membuat rektum tidak dapat menampung tinja secara maksimal sehingga terjadi inkontinensia tinja.

6. Diare

Tinja yang encer saat diare akan sulit ditahan di dalam rektum. Kondisi ini dapat menyebabkan atau memperburuk inkontinensia tinja.

Faktor risiko inkontinensia tinja

Inkontinensia tinja dapat dialami oleh siapa saja, tetapi risiko terjadinya kondisi ini lebih tinggi pada orang yang:

  • Berusia di atas 65 tahun
  • Menjalani proses persalinan normal (melalui vagina)
  • Menjalani terapi pengganti hormon untuk kondisi menopause
  • Menjalani operasi pada anus, misalnya untuk hemoroid (wasir) atau penyakit Hirschprung
  • Menjalani radioterapi pada area anus
  • Menderita penyakit Alzheimer dan demensia
  • Mengalami cedera yang menyebabkan cacat fisik sehingga sulit ke toilet tepat waktu

Gejala Inkontinensia Tinja

Gejala inkontinensia tinja dapat berbeda pada setiap penderita, tetapi umumnya meliputi:

  • Tidak dapat menunda buang air besar sebelum sampai di toilet
  • Tinja keluar tanpa disadari
  • Tinja keluar saat penderita buang angin
  • Gatal di anus
  • Nyeri atau kram perut
  • Perut kembung
  • Sembelit
  • Diare

Kapan harus ke dokter

Berkonsultasilah melalui Chat Bersama Dokter jika mengalami gejala inkontinensia tinja, terutama bila membaik dalam beberapa hari. Inkontinensia tinja yang tidak ditangani dengan tepat dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan stres.

Segera periksakan diri ke dokter jika gejala inkontinensia tinja disertai diare berdarah atau bila warna tinja hitam maupun merah gelap.

Diagnosis Inkontinensia Tinja

Diagnosis inkontinensia tinja dimulai oleh dokter dengan menanyakan gejala dan riwayat penyakit pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, seperti pemeriksaan lubang anus, kemudian diikuti dengan pemeriksaan penunjang, seperti:

  • USG anorektal
    USG anorektal dilakukan dengan memasukkan probe USG ke dalam anus dan rektum. Tes ini bertujuan untuk memeriksa dinding dan struktur otot yang berperan dalam proses buang air besar pada rektum dan anus.
  • Manomateri anorektal
    Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan alat pendeteksi tekanan melalui anus. Alat ini akan mendeteksi tekanan di dalam anus serta kekuatan dan fungsi otot sfingter pada anus dan rektum.
  • Barium enema
    Barium enema adalah pemeriksaan foto Rontgen untuk mendeteksi kelainan pada struktur saluran pencernaan, termasuk usus besar dan rektum. Pada tes ini, dokter akan meminta pasien menelan cairan barium sebelum memulai tindakan foto Rontgen.
  • Defekografi
    Defekografi merupakan foto Rontgen yang dilakukan saat pasien sedang BAB di toilet khusus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa banyaknya tinja yang dapat ditampung di rektum dan seberapa baik proses pengeluaran tinja tersebut. 
  • MRI
    MRI bertujuan untuk memeriksa kondisi sfingter anus dan melihat kondisi otot-otot yang berperan dalam proses pengeluaran tinja secara lebih detail.
  • Elektromiografi (EMG)
    EMG digunakan untuk memeriksa apakah ada kerusakan saraf yang menyebabkan sfingter anus tidak bekerja dengan baik. Tes ini juga bertujuan memeriksa koordinasi otot dan saraf di sekitar anus dan rektum.
  • Kolonoskopi
    Kolonoskopi bertujuan untuk memeriksa seluruh bagian dalam rektum dan usus besar, dengan memasukkan selang fleksibel berkamera melalui anus.

Pengobatan Inkontinensia Tinja

Penanganan inkontinensia tinja akan ditentukan sesuai penyebab yang mendasarinya. Metode penanganan yang dapat dilakukan oleh dokter antara lain:

Perubahan pola makan

Selama mengalami gejala inkontinensia tinja, pasien perlu memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Hal ini untuk menghindari pemicu inkontinensia tinja, khususnya diare maupun sembelit.

Jika inkontinensia tinja diakibatkan oleh diare, pasien perlu menghindari:

  • Minuman berkafein dan beralkohol
  • Jus buah
  • Sayur kol dan kacang-kacangan
  • Pemanis buatan
  • Produk olahan susu

Jika inkontinensia tinja diakibatkan oleh sembelit, pasien dianjurkan untuk:

  • Mengonsumsi makanan yang tinggi serat, seperti buah, sayur, atau kacang
  • Minum air putih lebih banyak, setidaknya 8–10 gelas per hari

Pemberian obat-obatan

Pemberian obat-obatan dapat dilakukan untuk mengatasi inkontinensia tinja yang disebabkan oleh diare dan sembelit. Obat-obatan yang dapat diresepkan dokter meliputi:

  • Obat antidiare, seperti loperamide dan attapulgite 
  • Obat pencahar, seperti bisacodyl atau psyllium, bila inkontinensia tinja disebabkan oleh sembelit jangka panjang

Selain obat, penyumbat anus dapat diberikan untuk menahan tinja yang keluar tiba-tiba. Namun, penyumbat ini menyebabkan rasa tidak nyaman di anus.

Terapi fisik

Terapi fisik dilakukan untuk menangani inkontinensia tinja yang disebabkan oleh kerusakan otot di sekitar anus. Seiring otot pulih, kemampuan sfingter anus untuk mengontrol sensasi buang air besar pun akan membaik.

Beberapa terapi fisik yang dapat dilakukan meliputi:

  • Biofeedback
    Terapi biofeedback bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dubur dan otot dasar panggul, serta kontraksi otot ketika sedang buang air. Terapi ini dilakukan dengan bantuan manometri anus.
  • Balon vaginal
    Terapi menggunakan balon vaginal dilakukan dengan cara memasukkan alat yang menyerupai pompa ke dalam vagina. Alat ini berfungsi memberikan tekanan pada area rektum sehingga dapat mengurangi durasi inkontinensia tinja.
  • Latihan Kegel
    Latihan Kegel bertujuan untuk menguatkan otot dasar panggul yang terkait dengan saluran kemih, saluran cerna, dan otot pada rahim. Gerakan Kegel bermanfaat untuk melatih pasien mengatur kontraksi otot yang digunakan saat buang air besar.
  • Penjadwalan buang air besar
    Terapi ini bertujuan melatih pasien untuk meningkatkan kendali atas otot rektum dan anusnya. Pasien akan diminta untuk menentukan jadwal BAB yang sama setiap harinya.
    Pada waktu tersebut, pasien harus mengusahakan untuk BAB. Jika perlu, pasien dapat menggunakan bantuan jari atau pelumas pada anus untuk merangsang buang air besar.

Operasi

Metode operasi yang dapat dilakukan oleh dokter untuk menangani inkontinensia tinja antara lain:

  • Sphincteroplasty
    Prosedur operasi ini bertujuan untuk memperbaiki otot dubur yang melemah atau cedera, misalnya karena proses persalinan.
  • Bedah koreksi
    Bedah koreksi bertujuan untuk memperbaiki otot anus dan rektum pasien yang rusak. Tindakan ini dilakukan dengan mengatasi inkontinensia tinja akibat turunnya rektum, rectocele, dan wasir.
  • Transplantasi otot gracilis
    Transplantasi otot gracilis  dilakukan terhadap pasien yang kehilangan fungsi saraf di sfingter anus. Tindakan ini dilakukan dengan cara mengambil otot dari paha bagian atas untuk ditempatkan di sekitar otot sfingter anus. Tujuannya adalah untuk memperkuat otot sfingter anus.
  • Kolostomi
    Kolostomi dilakukan dengan membuat lubang di dinding perut sebagai jalan untuk membuang kotoran (feses). Kotoran yang keluar dari lubang tersebut nantinya akan ditampung di sebuah kantong khusus. Prosedur ini dilakukan jika cara lain tidak efektif.

Komplikasi Inkontinensia Tinja

Inkontinensia tinja yang tidak ditangani dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berupa:

  • Gangguan emosional akibat rasa malu, frustrasi, bahkan depresi karena gejala inkontinensia tinja 
  • Isolasi diri atau menjauhkan diri dari lingkungan sosial karena khawatir akan gejala inkontinensia tinja yang tidak bisa diprediksi.
  • Iritasi kulit di sekitar anus akibat gesekan berulang dengan tinja
  • Tubuh kekurangan nutrisi akibat terbuang bersama tinja

Pencegahan Inkontinensia Tinja

Pencegahan inkontinensia tinja tergantung pada penyebabnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menjaga kesehatan pencernaan, antara lain dengan:

  • Mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, untuk mencegah sembelit
  • Tidak mengejan terlalu kuat saat buang air besar
  • Mencukupi kebutuhan air putih setiap hari
  • Rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
  • Menggunakan pakaian dalam berbahan katun
  • Berolahraga secara rutin

Inkontinensia tinja akibat kondisi medis dan penuaan tidak selalu dapat dicegah. Namun, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mempermudah aktivitas saat mengalami inkontinensia tinja:

  • Usahakan untuk buang air besar sebelum melakukan perjalanan.
  • Gunakan pembalut atau popok dewasa saat menempuh perjalanan jarak jauh.
  • Persiapkan pakaian ganti dan alat pembersih sesuai kebutuhan.
  • Ketahui letak toilet di tempat yang sedang dikunjungi agar Anda mudah mencapainya dengan cepat bila muncul dorongan untuk BAB.
  • Bersihkan dan keringkan anus setiap kali tinja keluar tanpa disadari untuk menghindari terjadinya infeksi.
  • Berkonsultasi ke psikolog atau dokter jika merasa stres akibat inkontinensia tinja yang tidak kunjung membaik atau sampai mengganggu hubungan sosial dengan keluarga atau teman dekat