Inkontinensia urine adalah kondisi ketika seseorang tidak mampu untuk mengontrol keluarnya urine sehingga ia dapat buang air kecil tanpa disadari. Kondisi ini umumnya dialami oleh lansia, dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (saluran kencing). Urine yang diproduksi oleh ginjal akan disimpan terlebih dahulu di kandung kemih. Saat kandung kemih sudah penuh, otak akan mengirim pesan ke kandung kemih untuk menahan urine keluar sampai kita siap buang air kecil di kamar mandi.
Pada penderita inkontinensia urine, salah satu dari bagian sistem urine mengalami masalah dan tidak berfungsi dengan baik sehingga proses buang air kecil bisa terganggu. Kondisi ini menyebabkan penderita kesulitan dalam mengontrol buang air kecil.
Meski biasanya bukan merupakan kondisi yang berbahaya, inkontinensia urine bisa berdampak buruk pada kondisi psikologis dan kehidupan sosial penderitanya.
Penyebab dan Gejala Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine dapat disebabkan oleh kondisi medis tertentu. Inkontinensia urine juga dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam jangka panjang.
Berikut adalah gejala dan penyebab inkontinensia urine berdasarkan jenisnya:
Mengalami tekanan pada kandung kemih (stress incontinence)
Inkontinensia urine dapat terjadi akibat tekanan pada kandung kemih, misalnya karena batuk, tertawa, angkat beban, atau olahraga. Hal ini terjadi karena otot saluran kemih terlalu lemah untuk menahan urine sehingga tidak mampu menahan buang air kecil.
Otot kandung kemih dapat melemah karena berbagai faktor di bawah ini:
- Proses persalinan
- Berat badan berlebih
- Rahim turun (prolaps uteri)
- Komplikasi pascaoperasi, seperti rusaknya saluran kemih
Tidak dapat menunda buang air kecil (urge incontinence)
Inkontinensia urine jenis ini terjadi ketika penderitanya memiliki dorongan kuat untuk buang air kecil sehingga tidak dapat menahannya. Sering kali, perubahan posisi tubuh atau mendengar suara aliran air membuat penderita mengompol.
Kondisi ini disebabkan oleh kontraksi otot kandung kemih yang berlebihan. Kontraksi tersebut dapat terjadi karena:
- Konsumsi minuman berkafein atau beralkohol, soda, dan pemanis buatan secara berlebihan
- Sembelit
- Infeksi saluran kemih
- Gangguan saraf, seperti stroke atau cedera saraf tulang belakang
Mengompol secara tiba-tiba (overflow incontinence)
Penderita inkontinensia urine jenis ini dapat mengompol sedikit demi sedikit. Kondisi ini terjadi akibat kandung kemih tidak bisa benar-benar kosong (retensi urine kronis) sehingga sisa urine di dalam kandung kemih akan keluar sedikit-sedikit.
Retensi urine kronis terjadi ketika kandung kemih atau saluran kemih tersumbat sehingga mengganggu keluarnya urine. Penyumbatan ini umumnya disebabkan oleh:
- Pembesaran kelenjar prostat
- Tumor atau batu pada kandung kemih
- Sembelit
Tidak bisa menahan urine sama sekali (inkontinensia total)
Inkontinensia urine total terjadi ketika kandung kemih sama sekali tidak mampu menampung urine sehingga penderitanya akan terus mengompol. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
- Kelainan struktur kandung kemih atau panggul sejak lahir
- Cedera saraf tulang belakang
- Munculnya lubang di antara kandung kemih dan organ sekitarnya
Faktor risiko inkontinensia urine
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami inkontinensia urine, yaitu:
- Berusia paruh baya atau lansia yang berusia di atas 80 tahun
- Berjenis kelamin wanita
- Memiliki keluarga yang juga menderita inkontinensia urine
- Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
- Merokok
- Menderita kanker prostat
- Menderita penyakit tertentu, seperti diabetes atau sembelit terus-menerus
- Memiliki kelainan sejak lahir pada saluran kemih
- Pernah menjalani operasi pengangkatan rahim
- Mengalami menopause
- Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti obat antihipertensi, obat penenang, dan obat penyakit jantung
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala-gejala inkontinensia urine, terutama jika mengganggu aktivitas sehari-hari, atau menunjukkan kondisi yang lebih serius.
Jangan tunda untuk pergi ke IGD rumah sakit terdekat jika inkontinensia urine terjadi mendadak, setelah mengalami cedera, atau disertai dengan gejala berikut:
- Kesulitan berjalan atau berbicara
- Lemas dan kesemutan di bagian tubuh tertentu
- Penglihatan kabur
- Linglung
- Sulit menahan BAB
- Penurunan kesadaran
Diagnosis Inkontinensia Urine
Untuk mendiagnosis inkontinensia urine, dokter akan melakukan beberapa hal berikut:
Tanya jawab
Langkah awal yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis inkontinensia urine adalah melakukan tanya jawab dengan pasien. Beberapa pertanyaan yang akan diajukan meliputi:
- Gejala yang dialami sudah terjadi berapa lama
- Penyakit yang pernah atau sedang diderita
- Seberapa sering buang air kecil pada siang atau malam hari
- Obat yang sedang dikonsumsi
- Jumlah minuman yang dikonsumsi, termasuk air putih, minuman beralkohol, atau minuman berkafein
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan tanya jawab, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan panggul untuk memeriksa kondisi atau kelainan pada kandung kemih. Umumnya, dokter juga akan meminta pasien untuk batuk atau mengejan.
Pemeriksaan penunjang
Selanjutnya, jika diduga ada faktor lain yang menyebabkan inkontinensia urine, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan, seperti:
- Tes urine, untuk mendeteksi gangguan saluran kemih, seperti infeksi atau perdarahan
- Sistogram, untuk mengetahui apakah ada urine yang tersisa setelah kandung kemih dikosongkan sepenuhnya, dengan menggunakan foto Rontgen
- USG saluran kemih, untuk melihat adanya kelainan pada struktur saluran kemih
- Sistoskopi, untuk melihat kondisi saluran kemih secara jelas melalui selang berkamera
- Pemeriksaan urodinamik, untuk mengetahui kekuatan otot kandung kemih dalam menampung urine, dengan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih
Pengobatan Inkontinensia Urine
Pengobatan inkontinensia urine disesuaikan dengan penyebab, serta gejala yang muncul dan tingkat keparahannya. Beberapa metode yang dapat dilakukan dokter adalah:
Pemberian obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang dapat mengatasi inkontinensia urine, yaitu:
- Tolterodine, untuk mengatasi kandung kemih yang terlalu aktif
- Mirabegron, untuk mengendurkan otot kandung kemih agar kandung kemih benar-benar kosong
- Obat penghambat alfa, seperti Hytroz, Harnal Ocas dan Prostam SR, untuk merelaksasikan otot kandung kemih dan serat-serat otot kelenjar prostat
Terapi dan pemasangan alat
Selain dengan obat, dokter dapat melakukan terapi atau pemasangan alat, seperti
- Terapi kekuatan otot dasar panggul, untuk meningkatkan kendali atas aliran urine, dengan melakukan latihan menahan buang air kecil, senam Kegel, atau menjadwalkan waktu buang air kecil
- Terapi suntik Botox, untuk melemaskan otot kandung kemih yang terlalu aktif
- Pemasangan cincin pesarium, untuk mencegah turunnya rahim, yang bisa mengakibatkan inkontinensia urine.
Operasi
Operasi dilakukan jika metode pengobatan nonbedah tidak efektif untuk mengatasi inkontinensia urine. Beberapa metode operasi yang dapat dilakukan adalah:
- Memasang penyangga (sling) di sekitar leher kandung kemih, untuk menahan dan mencegah kebocoran urine
- Menaikkan leher kandung kemih melalui operasi, kemudian menjahitnya untuk mencegah kebocoran urine saat kandung kemih mendapat tekanan (colposuspension)
- Memasang otot buatan di sekitar leher kandung kemih, untuk menjaga agar urine tidak keluar hingga benar-benar ingin buang air kecil
- Memasang jaring tipis di belakang saluran kemih, untuk menopang saluran kemih agar selalu pada posisinya
- Memperbaiki organ panggul yang turun, untuk mengembalikan panggul ke posisi normal dan mencegah kebocoran urine
Komplikasi Inkontinensia Urine
Jika tidak ditangani dengan tepat, inkontinensia urine dapat menimbulkan komplikasi berupa:
- Peradangan atau kerusakan pada kulit akibat terus-menerus mengompol atau menggunakan popok
- Infeksi saluran kemih berulang
- Gagal ginjal
Tidak hanya itu, penderita inkontinensia urine dapat mengalami komplikasi psikologis, seperti:
- Kepercayaan diri menurun
- Penarikan diri dari lingkungan sosial
- Gangguan kecemasan
- Depresi
Pencegahan Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine sulit untuk dicegah. Upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan risiko terjadinya inkontinensia urine, yaitu dengan:
- Menjaga berat badan agar tetap ideal
- Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi yang lengkap dan seimbang
- Mengonsumsi makanan tinggi serat, untuk mencegah sembelit
- Menggunakan alat pelindung diri ketika berkendara dan bekerja
- Membatasi konsumsi minuman berkafein dan beralkohol
- Tidak merokok
- Berolahraga secara rutin, setidaknya 3 kali dalam seminggu
- Melakukan senam kegel, untuk memperkuat otot-otot panggul sehingga meningkatkan fungsi kandung kemih
- Menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin