Gejala putus obat umumnya ditandai dengan mual, berkeringat, gemetar, mata berair, dan kebingungan. Pada kasus yang lebih parah, putus obat bisa membuat penderitanya mengalami halusinasi, kejang, bahkan penurunan kesadaran.
Gejala putus obat atau withdrawal syndrome terjadi ketika seseorang berhenti menggunakan alkohol, narkotika, psikotropika, atau zat adiktif tertentu setelah menggunakannya dalam jangka waktu lama.
Penyalahgunaan NAPZA dalam jangka panjang bisa membuat seseorang mengalami ketergantungan, sehingga ia berisiko mengalami gejala putus obat atau sakau ketika dosis obatnya dikurangi atau saat penggunaannya dihentikan.
Apa Saja Gejala Putus Obat?
Pada dasarnya, gejala yang muncul saat seseorang mengalami putus obat bisa berbeda-beda, tergantung jenis, dosis, dan lama pemakaian senyawa atau obat tertentu.
Namun, ada beberapa gejala yang umumnya terjadi pada orang yang mengalami putus obat, yaitu:
- Gelisah
- Perubahan suasana hati
- Cemas
- Sakit kepala terus-menerus
- Mual dan muntah
- Gemetar atau tremor
- Penurunan nafsu makan
- Menggigil
- Mudah marah
- Gangguan tidur
- Nyeri otot
Tidak hanya itu, pada kasus yang lebih parah, ada gejala putus obat lain yang dapat terjadi, misalnya halusinasi, kejang, bahkan penurunan kesadaran.
Apa Saja Jenis Obat yang Bisa Memicu Gejala Putus Obat?
Ada beberapa obat yang bisa memicu terjadinya gejala putus obat, yaitu:
- Opioid, yaitu obat pereda nyeri yang sudah berat
- Antidepresan, yaitu obat untuk mengatasi depresi
- Benzodiazepine, yaitu obat penenang untuk menangani gangguan kecemasan maupun insomnia
- Barbiturat, yaitu obat untuk mengatasi kejang, insomnia, dan gangguan kecemasan
- Amfetamin, yaitu obat yang biasanya diresepkan untuk mengatasi ADHD
Jenis obat-obatan di atas sebenarnya boleh saja digunakan untuk tujuan medis. Selama penggunaannya sesuai dosis dan pengawasan dokter, gejala putus obat dapat dihindari.
Sementara itu, penyalahgunaan obat-obatan di atas maupun zat adiktif lainnya, seperti kokain, marijuana, maupun heroin, sangat mungkin menyebabkan gejala putus obat bila penggunaannya terlalu sering atau banyak dihentikan secara mendadak.
Selain itu, alkohol juga bisa menyebabkan withdrawal syndrome, terlebih bila telah mengonsumsinya dalam jangka waktu yang lama dan berhenti secara tiba-tiba.
Gejala putus obat yang tidak ditangani bisa saja berkembang menjadi kondisi yang berat, bahkan mengancam nyawa. Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan penanganan dari dokter sesegera mungkin.
Dokter biasanya akan menurunkan dosis obat yang memicu gejala putus obat secara perlahan (tappering off) atau meresepkan obat lain untuk menangkal efek putus obat dari senyawa tertentu. Ini pun harus dilakukan di bawah pengawasan dokter, bahkan biasanya perlu disertai rehabilitasi.
Jika ada orang terdekat Anda yang menunjukkan gejala putus obat, segeralah bawa ia ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.