Terapi perilaku kognitif adalah salah satu jenis psikoterapi yang dilakukan dengan mengombinasikan dua jenis terapi, yaitu terapi perilaku dan terapi kognitif. Kedua terapi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan respons pasien terhadap situasi atau stresor tertentu, serta memperbaiki cara pasien dalam menyikapinya.
Pola pikir dan sudut pandang seseorang terhadap sesuatu dapat memengaruhi emosi dan perilakunya. Sebagai contoh, seseorang yang pernikahannya berakhir dengan perceraian mungkin akan berpikir bahwa dirinya bukan pasangan yang baik dan tidak pantas untuk kembali menjalani suatu hubungan.
Pola pikir tersebut akan membuat dirinya merasa putus asa, kemudian memicunya untuk menjauhkan diri dari lingkup sosial atau bahkan sulit menjalin hubungan emosional dengan orang lain. Bila kondisi ini dibiarkan, ia akan terjebak pada siklus pola pikir, emosi, dan perilaku yang negatif.
Pada terapi perilaku kognitif, pasien dengan kondisi seperti di atas akan mempelajari cara berpikir positif. Melalui terapi ini, pasien bukan hanya bisa mengubah cara berpikir menjadi lebih positif, tetapi juga dapat menghasilkan emosi dan perilaku yang positif.
Terapi perilaku kognitif dapat dilakukan dalam sesi personal dengan konselor (psikolog atau psikiater), baik secara langsung atau online melalui telepon dan panggilan video. Terapi ini juga bisa dilakukan secara berkelompok, baik bersama anggota keluarga maupun dengan orang yang memiliki masalah psikologis serupa.
Tujuan dan Indikasi Terapi Perilaku Kognitif
Secara umum, terapi perilaku kognitif bertujuan untuk membantu pasien tetap fokus pada perasaan yang positif. Perasaan positif ini akan menumbuhkan pola pikir dan keyakinan yang positif. Pada akhirnya, pola pikir positif akan mendukung terbentuknya perilaku dan kebiasaan yang positif.
Terapi ini dapat diterapkan pada pasien dari segala usia yang mengalami kondisi berikut:
- Depresi
- Fobia
- Gangguan bipolar
- Gangguan kecemasan
- Gangguan makan
- OCD
- PTSD
- Gangguan tidur
- Kecemasan berlebihan terhadap suatu penyakit (hipokondriasis)
- Skizofrenia
- Kebiasaan atau kecanduan berjudi
- Trikotilomania
- Kecanduan merokok atau minuman beralkohol
- Penyalahgunaan NAPZA
- Marah yang tidak terkendali
- Masalah dalam hubungan atau pernikahan
- Tidak percaya diri atau rendahnya self-esteem
Adapun beberapa tujuan dari terapi perilaku kognitif yaitu:
- Mengelola gejala gangguan mental
- Mencegah kekambuhan gejala gangguan mental
- Mendukung keberhasilan terapi pada pasien gangguan mental yang kurang responsif terhadap terapi obat-obatan
- Membantu pasien menyampaikan dan mengelola emosinya lebih baik
- Mempelajari cara berkomunikasi yang lebih baik
- Mengatasi tekanan hidup atau stresor tertentu, misalnya kesedihan, ketakutan, atau kehilangan pekerjaan atau orang terdekat
- Mengatasi trauma psikologis, misalnya akibat pelecehan atau kekerasan
- Mengelola gejala fisik yang muncul akibat gangguan psikologis (gangguan psikosomatis)
Peringatan Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif akan menggali perasaan, pengalaman, dan emosi tidak menyenangkan yang mungkin dipendam oleh pasien. Hal ini mungkin akan membuat menangis atau bahkan marah selama terapi berlangsung. Namun, konselor akan membimbing dan membantu pasien dalam menghadapi hal tersebut.
Terapi perilaku kognitif juga mungkin akan mengharuskan pasien memasuki situasi dan kondisi yang selama ini cenderung ia hindari. Sebagai contoh, pasien fobia secara perlahan akan dihadapkan dengan objek atau kondisi yang menyebabkan fobia.
Pasien akan diminta untuk berpartisipasi, baik selama sesi berlangsung maupun di luar sesi terapi. Di luar sesi, dokter mungkin akan meminta pasien untuk membuat catatan tentang pola pikir, emosi, dan perilaku positif yang telah dilakukan. Kerjasama antara pasien dengan dokter atau konselor ini penting guna mendapatkan hasil terapi yang memuaskan.
Persiapan Terapi Perilaku Kognitif
Sebelum menjalani terapi, tanyakan kepada dokter terkait metode terapi, tujuan yang ingin dicapai, durasi tiap sesi, dan berapa banyak sesi yang harus diikuti. Di samping itu, sebaiknya ketahui terlebih dahulu biaya konsultasi untuk terapi perilaku kognitif.
Terapi perilaku kognitif biasanya dilakukan dalam jangka pendek, yaitu sekitar 5–20 sesi. Sebelum memulai terapi, diskusikan dengan dokter terkait jumlah sesi yang dibutuhkan. Jumlah sesi terapi itu sendiri umumnya disesuaikan dengan beberapa faktor, seperti:
- Jenis gangguan dan masalah yang dihadapi
- Tingkat keparahan gejala
- Seberapa lama pasien mengalami gangguan
- Tingkat stres pasien
- Perkembangan pasien sejak memulai terapi
- Seberapa banyak dukungan dari keluarga dan orang terdekat
Proses Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif umumnya berlangsung selama 30–60 menit pada tiap sesinya. Pada beberapa sesi pertama, dokter dan pasien akan sama-sama memastikan bahwa terapi ini merupakan terapi yang tepat untuk mengatasi masalah yang dialami pasien. Dokter juga akan memastikan pasien merasa nyaman dan aman selama terapi berlangsung.
Pada tahap awal, dokter akan mengidentifikasi masalah yang dialami pasien, kemudian menanyakan latar belakang dan masa lalu pasien. Hal ini penting untuk ditanyakan, karena masa lalu pasien mungkin saja terkait dengan masalah yang sedang dihadapi pasien saat ini.
Dokter juga akan menanyakan sejumlah faktor yang mungkin terkait dengan masalah pasien, termasuk riwayat medis, dan peristiwa tertentu yang menyebabkan trauma, seperti pernah bercerai. Dokter juga akan bertanya tujuan yang ingin dicapai melalui terapi.
Selain faktor-faktor pemicu, dokter juga akan menanyakan gejala gangguan jiwa, seperti ada atau tidaknya halusinasi atau delusi.
Bila masalah dan pemicunya telah teridentifikasi, pasien akan diminta mengungkapkan pemikiran dan perasaannya terkait masalah yang dihadapi. Dalam proses ini, pasien akan diminta membuat catatan untuk membantu memahami respons negatifnya saat menghadapi masalah, baik dalam pola pikir, perasaan, maupun perbuatan.
Selanjutnya, dokter akan mendiskusikan dengan pasien dampak respons negatif tersebut pada diri sendiri dan lingkungannya. Dokter juga akan memberikan saran tentang bagaimana cara mengubah respons negatif tersebut menjadi positif.
Sebagai contoh, pasien dengan gangguan kecemasan cenderung menghindari situasi yang memicu munculnya perasaan cemas. Dalam sesi terapi, pasien akan belajar memahami bahwa menghindari situasi tersebut malah akan meningkatkan rasa takut.
Untuk mengubahnya, pasien akan dilatih untuk menghadapi rasa takutnya secara bertahap. Dengan begitu, kepercayaan diri dan pola pikir positif pasien akan muncul ketika menghadapi situasi yang memicu kecemasan.
Setelah pasien memahami masalah dan respons negatif yang harus diubah, dokter akan menyarankan pasien untuk mulai berlatih merespons sesuatu dengan positif dalam aktivitas kesehariannya.
Setelah Terapi Perilaku Kognitif
Meskipun seluruh sesi terapi telah dilewati, semua hal positif yang didapatkan dari terapi ini penting untuk terbiasa dilakukan oleh pasien. Hal ini penting untuk mencegah pasien kembali mengalami gangguan mental, misalnya gangguan kecemasan dan depresi.
Penting untuk diingat, terapi perilaku kognitif tidak bisa memberikan hasil yang instan. Pasien perlu bersabar dan memahami bahwa terapi ini adalah proses yang perlu dilakukan secara bertahap.
Oleh karena itu, bicarakanlah dengan dokter bila Anda merasa tidak mengalami perkembangan atau memiliki kesulitan tertentu saat menjalani sesi terapi perilaku kognitif. Komunikasi yang terbuka dan nyaman antara pasien dan dokter merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung keberhasilan terapi.
Komplikasi atau Efek Samping Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif umumnya tidak menimbulkan komplikasi apa pun. Namun, pasien mungkin bisa mengalami emosi negatif, seperti marah, cemas, sedih, atau takut ketika pertama kali menjalani terapi. Pasien juga mungkin bisa merasa tidak nyaman untuk menceritakan perasaan, masa lalu, dan emosi yang terpendam.
Meski demikian, pasien dapat memberi tahu dokter jika merasa tidak nyaman akibat hal yang ditanyakan. Dokter tidak akan meminta atau memaksa pasien untuk menjawab jika belum siap. Pasien juga harus berkonsultasi ke dokter apabila terapi perilaku kognitif tidak memperbaiki kondisi atau malah membuat kondisi makin memburuk.