Displasia serviks adalah kondisi di mana terjadi pertumbuhan sel yang abnormal di mulut rahim atau serviks. Kondisi ini dapat dialami wanita pada usia berapa pun, tetapi lebih sering terjadi pada wanita usia 18–30 tahun.
Displasia serviks umumnya tidak bergejala. Namun, ada sebagian penderita yang mengalami gejala berupa perdarahan dari vagina. Displasia serviks ditandai dengan perubahan abnormal pada bentuk dan ukuran sel sehat pada jaringan serviks. Perubahan tersebut umumnya tidak bersifat ganas atau kanker.
Meski begitu, displasia serviks lama-kelamaan bisa berkembang menjadi kanker serviks jika tidak ditangani sedini mungkin. Oleh karena itu, displasia serviks sering disebut sebagai lesi prakanker.
Displasia serviks lebih sering terdeteksi saat pemeriksaan Pap smear atau Pap test. Oleh karena itu, rutin memeriksakan kesehatan ke dokter sangatlah dianjurkan. Tujuannya agar penanganan bisa segera dilakukan ketika terdeteksi adanya masalah kesehatan, termasuk displasia serviks yang dapat berkembang menjadi kanker.
Penyebab dan Faktor Risiko Displasia Serviks
Penyebab paling umum dari displasia serviks adalah infeksi virus human papillomavirus (HPV), yang penularannya terjadi melalui kontak kulit atau seksual, termasuk hubungan seks anal dan seks oral. Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang wanita terkena displasia serviks, yaitu:
- Sering berganti pasangan seksual
- Sudah berhubungan seks atau pernah melahirkan sebelum usia 18 tahun
- Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks
- Daya tahan tubuh lemah, misalnya memiliki riwayat transplantasi organ, mengonsumsi obat penekan imunitas tubuh, atau menderita HIV/AIDS
- Riwayat merokok atau sering terpapar asap rokok
- Riwayat infeksi menular seksual
Selain itu, beberapa studi juga menunjukkan bahwa wanita lebih berisiko terkena displasia serviks apabila sudah pernah melahirkan lebih dari 3 kali atau jika ia menggunakan pil KB dalam jangka panjang.
Cara untuk Mendeteksi Displasia Serviks
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, displasia serviks umumnya tidak menimbulkan tanda atau gejala yang khas. Kebanyakan kasus displasia serviks baru terdeteksi ketika seorang wanita menjalani pemeriksaan kesehatan rutin (check-up) ke dokter atau saat ia menjalani pemeriksaan Pap smear.
Pap smear merupakan pemeriksaan medis yang dilakukan untuk memeriksa kondisi sel dan jaringan di mulut rahim atau serviks. Pemeriksaan ini sering dilakukan sebagai pemeriksaan rutin untuk deteksi dini kanker serviks.
Selain Pap smear, dokter juga bisa mendeteksi displasia serviks dengan pemeriksaan yang disebut kolposkopi. Kolposkopi dilakukan dengan meneropong bagian dalam vagina dan mulut rahim dengan mikroskop atau teropong khusus yang disebut kolposkop.
Langkah Penanganan Displasia Serviks
Penanganan displasia serviks umumnya disesuaikan dengan tingkat keparahan kondisi dan usia pasien. Untuk displasia ringan yang dialami wanita usia muda, kondisi ini biasanya hanya membutuhkan pemantauan berkala melalui pemeriksaan kesehatan dan Pap smear rutin sesuai jadwal yang direkomendasikan dokter.
Sedangkan jika displasia ringan terjadi pada wanita yang berusia lebih tua, kondisi ini mungkin memerlukan pemantauan secara berkala setiap 2 tahun. Tindakan lanjutan akan dipertimbangkan jika dalam jangka waktu tersebut, displasia ringan berubah menjadi displasia sedang atau berat, atau disertai dengan penyakit lain.
Untuk mengatasi displasia serviks berat dan mencegahnya berkembang menjadi kanker serviks, dokter dapat melakukan penanganan berupa:
1. Bedah beku
Bedah beku atau cryosurgery adalah tindakan pembedahan yang memanfaatkan nitrogen cair untuk membekukan dan menghancurkan sel-sel abnormal pada tubuh, termasuk di serviks.
2. Bedah laser
Bedah laser dilakukan untuk membakar dan membuang jaringan abnormal di serviks dengan memanfaatkan sinar laser.
3. Kauterisasi
Bedah listrik atau kauterisasi bekerja mirip dengan bedah laser, yaitu dengan membakar dan mengangkat jaringan abnormal pada serviks. Namun, berbeda dengan bedah laser, teknik ini memanfaatkan aliran listrik.
4. Operasi serviks
Tindakan operasi pada serviks atau pembedahan konvensional dapat dilakukan untuk membuang jaringan abnormal pada serviks. Biasanya, pembedahan ini diikuti dengan pemeriksaan biopsi (cone biopsy).
5. Histerektomi
Histerektomi atau operasi pengangkatan rahim bukanlah metode penanganan utama untuk mengatasi displasia serviks. Histerektomi biasanya dilakukan untuk mengatasi displasia serviks parah yang sudah berkembang menjadi kanker atau jika sel kanker sudah menyebar ke rahim.
Agar terhindar dari displasia serviks, setiap wanita disarankan untuk melindungi dirinya dari infeksi HPV dengan cara menjalani perilaku seks aman dan mendapatkan vaksin HPV. Pencegahan displasia serviks juga perlu dilakukan dengan menjalani gaya hidup sehat, misalnya menghentikan kebiasaan rokok.
Bila Anda adalah seorang wanita yang telah aktif secara seksual, lakukan pemeriksaan Pap smear secara berkala ke dokter sebagai langkah utama untuk mendeteksi kelainan pada serviks sejak dini, termasuk displasia serviks.