Salah satu cara untuk mengatasi keluhan kurang darah atau anemia adalah dengan mengonsumsi obat kurang darah. Ada berbagai jenis obat kurang darah yang dapat digunakan, baik dalam bentuk suplemen, multivitamin, obat suntik, hingga transfusi darah.
Kurang darah atau anemia adalah kondisi saat tubuh kekurangan sel darah merah atau hemoglobin. Kondisi ini bisa terjadi akibat beberapa hal, seperti berkurangnya produksi sel darah merah, perdarahan masif atau berkepanjangan, hingga penyakit tertentu yang membuat sel darah merah cepat hancur dan rusak.
Gejala Kurang Darah atau Anemia
Saat mengalami anemia ringan, seseorang bisa saja tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, jika tidak diobati, lama-kelamaan hal ini bisa menjadi semakin parah dan menyebabkan kurang darah parah.
Ketika kurang darah yang diderita sudah cukup parah, maka seseorang dapat mengalami beberapa gejala, seperti:
- Lemas
- Cepat lelah
- Pusing
- Pucat
- Jantung berdebar
- Kaki tangan dingin
- Napas berat atau sesak
- Kuku dan rambut rapuh
Gejala-gejala anemia di atas bisa dirasakan cukup berat dan parah, sehingga berpotensi mengganggu aktivitas sehari-hari.
Daftar Obat Kurang Darah
Anemia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia defisiensi folat dan vitamin B12 (anemia pernisiosa), anemia hemolitik, dan anemia sel sabit.
Karena ada banyak hal yang dapat menyebabkan kurang darah, maka pengobatannya pun perlu disesuaikan dengan jenis anemia atau faktor penyebab kurang darah itu sendiri.
Setelah dokter memastikan diagnosis dan menentukan penyebab kurang darah, maka ada beberapa jenis obat kurang darah yang dapat diberikan dokter, yaitu:
1. Suplemen zat besi
Zat besi merupakan salah satu bahan baku yang diperlukan tubuh untuk menghasilkan hemoglobin (komponen utama sel darah merah). Mineral ini bisa diperoleh dari mengonsumsi makanan sumber zat besi, seperti daging, hati, makanan laut, kacang-kacangan (terutama kedelai), dan coklat hitam.
Selain dari makanan, zat besi juga bisa diperoleh dengan mengonsumsi suplemen zat besi. Oleh karena itu, suplemen ini sering diberikan sebagai obat kurang darah untuk mengobati anemia defisiensi besi.
Suplemen zat besi tersedia dalam bentuk tablet, kapsul, dan sirop yang dapat dibeli di apotek. Saat mengonsumsinya, pastikan Anda telah membaca petunjuk yang tertera pada kemasan atau mengikuti anjuran dokter.
Hindari mengonsumsi obat-obatan atau suplemen lain (kecuali suplemen vitamin C) dalam waktu 2 jam sebelum atau sesudah mengonsumsi obat ini, karena berisiko menimbulkan interaksi obat. Suplemen zat besi juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti perut terasa nyeri, kembung, dan membuat tinja tampak kehitaman.
2. Suplemen vitamin B12 dan asam folat
Selain zat besi, vitamin B12 dan asam folat juga merupakan nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk membuat sel darah merah. Kekurangan salah satu atau kedua vitamin tersebut dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi vitamin B12 dan folat.
Untuk mengatasi anemia jenis ini, dokter akan memberikan obat kurang darah berupa suplemen vitamin B12 dan asam folat guna mencukupi kebutuhan kedua nutrisi tersebut.
3. Erythropoietin sintetik
Erythropoietin merupakan hormon yang diproduksi oleh ginjal untuk merangsang produksi sel darah merah. Ketika ginjal mengalami kerusakan berat, maka organ tersebut akan sulit menghasilkan hormon ini. Akibatnya, penderita penyakit ginjal atau gagal ginjal berat bisa mengalami kurang darah.
Untuk mengatasi kurang darah akibat kerusakan ginjal, maka tubuh membutuhkan obat kurang darah berupa erythropoietin buatan. Obat ini diberikan melalui suntikan.
Selain untuk mengobati kurang darah karena penyakit ginjal, obat kurang darah yang satu ini juga dapat digunakan untuk mengobati kurang darah akibat efek samping kemoterapi dan obat zidovudine yang digunakan untuk mengobati infeksi HIV.
Pemakaian obat erythropoietin harus dilakukan dalam pengawasan dokter. Hal ini karena obat kurang darah ini memiliki efek samping serius, seperti:
- Peningkatan tekanan darah
- Terjadinya pembekuan darah spontan yang dapat meningkatkan risiko emboli, serangan jantung, dan stroke
- Peningkatan risiko terkena kanker
4. Transfusi darah
Prosedur transfusi darah sering kali diperlukan untuk mengobati kurang darah berat akibat perdarahan parah pascaoperasi, penyakit kronis, sepsis, anemia aplastik, dan kelainan genetik, seperti anemia sel sabit dan thalasemia.
Untuk penderita kurang darah akibat thalasemia dan anemia sel sabit, pemberian transfusi darah mungkin akan dilakukan secara rutin karena tubuhnya tidak dapat menghasilkan sel darah merah secara normal.
Meski berperan penting sebagai obat kurang darah, transfusi darah juga memiliki beberapa risiko dan efek samping, seperti demam, reaksi alergi terhadap darah donor, hingga infeksi.
5. Transplantasi sumsum tulang
Metode ini dilakukan untuk mengobati kurang darah akibat anemia aplastik, yakni jenis anemia yang terjadi karena adanya gangguan fungsi sumsum tulang. Selain dengan transplantasi, anemia jenis ini juga biasanya diobati dengan pemberian transfusi darah serta obat-obatan untuk melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Sebelum menjalani transplantasi sumsum tulang, pasien perlu menjalani sejumlah pemeriksaan untuk menentukan apakah tubuhnya dapat menerima donor sumsum tulang dan mencari donor yang cocok. Ini penting untuk mengurangi risiko terjadinya reaksi penolakan tubuh pasien terhadap sumsum tulang donor yang akan diterima.
Obat kurang darah ada yang harus dibeli dengan resep dokter, ada pula yang dijual bebas. Namun, penggunaan obat kurang darah harus disesuaikan dengan jenis anemia dan penyebabnya. Jadi, agar pengobatannya tepat, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan obat kurang darah apa pun.