Melahirkan normal adalah istilah bagi ibu yang melahirkan bayi melalui vagina. Proses ini akan dijalani ibu hamil ketika janin yang dikandungnya siap untuk dilahirkan.

Proses melahirkan normal umumnya terjadi antara minggu ke-37 sampai ke-42 kehamilan. Tahapan melahirkan normal dimulai dengan kontraksi otot rahim dan diikuti dengan pembukaan leher rahim (serviks) secara bertahap. Setelah itu, otot panggul ibu akan mendorong bayi dan plasenta ke luar melalui vagina.

Melahirkan Normal, Ini yang Harus Anda Ketahui - Alodokter

Indikasi dan Larangan Melahirkan Normal

Setiap ibu hamil dapat menjalani persalinan secara normal. Namun, melahirkan normal tidak disarankan bila terjadi sejumlah kondisi berikut:

1. Prolaps tali pusat

Prolaps tali pusat adalah kondisi tali pusat yang menutupi jalan lahir bayi. Akibatnya, tali pusat bisa tertekan sehingga menyebabkan bayi kekurangan oksigen.

2. Malpresentasi janin

Malpresentasi janin atau kelainan posisi janin adalah kondisi ketika bagian tubuh janin yang masuk ke jalan lahir menjelang persalinan bukan puncak kepala (ubun-ubun).

Jenis kelainan posisi janin yang tidak disarankan untuk dilahirkan melalui vagina adalah:

  • Occiput posterior, yaitu posisi kepala janin berada di jalan lahir tetapi wajah janin menghadap ke perut ibu
  • Presentasi wajah, yaitu posisi wajah janin yang berhadapan langsung dengan jalan lahir
  • Presentasi dahi, yaitu posisi kepala janin yang sedikit mendongak sehingga dahi janin berhadapan langsung dengan jalan lahir
  • Letak sungsang, yaitu posisi kaki atau bokong janin yang berada di jalan lahir
  • Letak lintang, yaitu posisi janin melintang (horizontal) di dalam rahim, dengan bahu janin berhadapan langsung dengan jalan lahir

3. Kehamilan kembar

Kehamilan kembar yang tidak memungkinkan untuk menjalani persalinan normal adalah ketika kedua janin berada dalam posisi sungsang atau berada di dalam satu selaput air ketuban, kembar siam, atau kehamilan kembar yang lebih dari dua janin.

4. Riwayat operasi caesar sebelumnya

Meski pada sebagian besar kasus tergolong aman, melahirkan normal setelah menjalani operasi caesar pada persalinan sebelumnya dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti rahim robek (ruptur uteri).

Sementara ibu yang pernah menjalani operasi caesar lebih dari dua kali, memiliki riwayat plasenta previa, atau memiliki bekas luka membujur pada rahim akibat operasi caesar sebelumnya, tidak diperbolehkan melahirkan secara normal.

5. Denyut jantung janin tidak stabil

Kondisi ini bisa menjadi pertanda janin mengalami hipoksia atau rendahnya kadar oksigen dalam tubuh. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada janin adalah lepasnya plasenta dari rahim sebelum proses persalinan (solusio plasenta) atau janin terlilit tali pusat.

6. Kelainan letak plasenta

Ibu hamil dengan kelainan letak plasenta, termasuk plasenta menutupi jalan lahir (plasenta previa) atau plasenta yang menempel sampai ke dalam otot rahim (plasenta akreta), tidak boleh menjalani persalinan normal.

7. Makrosomia

Makrosomia adalah berat badan janin yang melebihi 4–4,5 kg. Kondisi ini berisiko menyebabkan bahu janin terjepit (distosia bahu) jika dilahirkan melalui vagina.

8. Infeksi herpes genital

Ibu hamil yang terinfeksi herpes genital tidak disarankan untuk melahirkan normal. Hal ini guna mengurangi risiko penularan herpes ke bayi.

Peringatan Melahirkan Normal

Sebelum memutuskan untuk melahirkan normal, ibu hamil harus terlebih dahulu mengetahui beberapa hal berikut ini:

Induksi persalinan

Proses melahirkan normal dapat mengalami gangguan. Jika gangguan tersebut terjadi, dokter akan melakukan percepatan proses persalinan (induksi persalinan).

Dokter dapat mempercepat persalinan dengan merobek kantung ketuban, memberikan obat penguat kontraksi, melakukan persalinan berbantu, atau menjalankan operasi caesar.

Beberapa kondisi yang membutuhkan induksi persalinan adalah:

  • Ibu hamil menderita preeklamsia atau diabetes
  • Usia kehamilan lebih dari 41 minggu
  • Pertumbuhan janin melambat
  • Proses persalinan terlalu lama
  • Gawat janin

Pemantauan selama persalinan

Pada beberapa kondisi, detak jantung bayi dan kekuatan kontraksi ibu akan terus dipantau oleh dokter selama proses persalinan. Beberapa kondisi tersebut adalah:

  • Ibu hamil menderita diabetes, tekanan darah tinggi, atau berat badan berlebih
  • Ibu hamil pernah menjalani operasi caesar sebelumnya
  • Ibu hamil menerima bius epidural atau obat penguat kontraksi
  • Bayi yang akan dilahirkan diduga berukuran sangat kecil
  • Bayi yang akan dilahirkan kembar
  • Proses persalinan sangat lambat

Melahirkan normal setelah operasi caesar

Perlu diketahui, melahirkan normal setelah pada persalinan sebelumnya menjalani operasi caesar (vaginal birth after cesarean delivery atau VBAC) umumnya aman. Meski demikian, ibu hamil yang melakukan VBAC berisiko mengalami robek rahim.

Oleh sebab itu, diskusikan dengan dokter kandungan bila sebelumnya pernah menjalani operasi caesar dan kini ingin melahirkan normal.

Sebelum Melahirkan Normal

Agar proses persalinan lancar, lakukan beberapa hal berikut ini sebelum mendekati waktu persalinan:

  • Carilah dokter kandungan dan dokter anak yang tepat.
  • Pelajari proses dan tahapan melahirkan normal sejak masa awal kehamilan, misalnya dengan mengikuti kelas persalinan dan senam hamil, atau dengan bertanya pada wanita yang pernah melahirkan. Pelajari pula tanda-tanda persalinan, teknik bernapas, dan mengejan.
  • Persiapkan mental, misalnya dengan meditasi atau teknik relaksasi. Hal ini berguna untuk membantu Anda selama proses persalinan, dan untuk menghadapi kemungkinan yang dapat terjadi bila tidak dapat melahirkan normal, misalnya pada kondisi harus dilakukan operasi caesar.
  • Lakukan olahraga ringan, seperti pemanasan otot, jalan kaki, atau bersepeda dengan menggunakan sepeda statis. Hal ini untuk memperkuat otot panggul mengejan saat melahirkan.
  • Konsumsilah makanan bergizi seimbang untuk memenuhi gizi ibu dan janin, serta mencegah berat badan berlebih. Kelebihan berat badan saat hamil berisiko menyebabkan berat janin berlebih dan mempersulit proses persalinan.
  • Persiapkan kebutuhan bayi, seperti baju, popok, dan botol susu. Siapkan pula kebutuhan lain bagi ibu, misalnya bra menyusui. Masukkan barang-barang tadi ke dalam satu tas. Dengan begitu, ibu tinggal membawa tas tersebut ketika tanda persalinan muncul.

Tanda-Tanda Jelang Melahirkan

Meski tanggal persalinan tidak dapat diketahui secara pasti, dokter akan memberikan perkiraan tanggal persalinan. Perkiraan tanggal persalinan ini dapat maju atau mundur kurang lebih 2 minggu. Oleh sebab itu, penting bagi ibu untuk mengetahui tanda-tanda yang dirasakan ketika janin akan lahir, seperti:

  • Napas menjadi lebih ringan
    Hal ini terjadi karena mulai turunnya kepala janin ke rongga panggul sehingga membuat tekanan terhadap paru-paru berkurang.
  • Keinginan untuk buang air kecil meningkat
    Meningkatnya keinginan untuk buang air kecil dikarenakan janin menekan kandung kemih. Selain buang air kecil, ibu juga dapat menjadi lebih sering buang air besar atau bahkan sering mengalami diare.
  • Keluar lendir
    Keluarnya lendir bercampur darah dari vagina menandakan bahwa leher rahim (serviks) sudah mulai membuka.
  • Nyeri pada punggung bagian bawah yang hilang timbul
    Nyeri punggung bisa muncul sendiri atau bersamaan dengan kontraksi. Rasa nyeri ini juga dapat disertai sensasi kendur di sendi, terutama di area panggul.
  • Kontraksi otot
    Kontraksi otot rahim dapat muncul secara berkala tiap 10 menit. Kontraksi ini bisa digambarkan seperti rasa mengencang di rahim atau seperti kram saat menstruasi dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat mendekati waktu persalinan.
  • Keluar air ketuban
    Keluarnya air ketuban terjadi akibat pecahnya selaput pelindung janin. Setelah air ketuban keluar, janin harus dikeluarkan tidak lebih dari 24 jam.

Tahapan Sebelum Melahirkan Normal

Tahap sebelum melahirkan normal dalam dunia medis disebut dengan kala 1. Tahap ini terbagi dalam 3 fase, yaitu fase awal (laten), fase aktif, dan fase transisi. Berikut adalah penjelasannya:

Fase laten

Fase laten berlangsung selama 8–12 jam. Fase ini ditandai dengan kontraksi ringan selama 30–45 detik setiap 5–30 menit. Kontraksi ini kemudian berangsur-angsur menjadi lebih sering dan intensitasnya meningkat. Pada fase laten, serviks akan membuka 3–4 cm secara bertahap.

Pada fase ini, ibu hamil disarankan untuk tetap tenang dan tidak perlu terburu-buru ke rumah sakit. Ibu masih boleh melakukan aktivitas ringan di rumah, tetapi harus tetap menjaga asupan nutrisi yang dibutuhkan dan mencatat kontraksi yang terjadi.

Fase aktif

Fase aktif berlangsung selama 3–5 jam, tetapi bisa lebih lama pada ibu yang baru pertama kali hamil. Kontraksi pada fase ini berlangsung selama 45–60 detik setiap 3–5 menit. Pada fase aktif, serviks membuka sekitar 4–7 cm.

Ibu hamil yang sudah memasuki fase aktif disarankan untuk segera ke rumah sakit. Dokter akan mengukur tekanan darah, denyut nadi, dan suhu tubuh ibu hamil, serta memeriksa detak jantung janin. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan panggul, untuk mengetahui sampai sejauh mana proses kontraksi.

Bila diperlukan, dokter akan memberikan bius epidural untuk meredakan nyeri akibat kontraksi.

Fase transisi

Fase transisi berlangsung sekitar 30 menit sampai 2 jam. Kontraksi pada fase ini terasa kuat dan terus menerus, serta menimbulkan nyeri tidak tertahankan. Pada fase transisi, serviks akan membuka 8–10 cm.

Perlu diketahui, pada fase ini akan muncul desakan untuk mendorong janin agar segera ke luar. Namun, jangan lakukan hal tersebut sebelum diminta oleh dokter. Mendorong janin sebelum serviks terbuka sempurna dapat menyebabkan serviks membengkak dan memperlambat proses persalinan.

Proses Melahirkan Normal

Proses melahirkan normal disebut juga dengan kala 2, yaitu ketika leher rahim telah terbuka sempurna sebesar 10 cm. Proses melahirkan kala 2 bisa berlangsung 2 jam atau lebih.

Kontraksi pada tahap ini berlangsung sekitar 60–90 detik dan mereda tiap 2–5 menit. Setiap kali kontraksi muncul, ibu akan merasakan desakan kuat untuk mengejan. Namun, perlu diingat, mengejan sebaiknya hanya dilakukan ketika diminta oleh dokter.

Normalnya, bayi akan terdorong setiap kali terjadi kontraksi. Namun, jika janin tidak juga turun, dokter akan menyarankan ibu untuk mengubah posisi menjadi jongkok, duduk, atau berlutut. Bila kontraksi kurang kuat, dokter akan memberikan obat oksitosin untuk menguatkan kontraksi.

Selama proses kontraksi dan mengejan, kepala bayi akan mulai terlihat dari vagina. Pada tahap ini, vagina dan perineum (area antara vagina dan anus) akan sangat meregang sehingga menimbulkan nyeri seperti terbakar.

Untuk mempercepat proses persalinan dan mencegah perineum robek, dokter akan melakukan episiotomi, yaitu tindakan memotong sebagian kecil perineum. Prosedur ini didahului dengan pemberian bius lokal. Dokter akan menjahit kembali perineum setelah persalinan selesai.

Setelah kepala bayi keluar dengan sempurna, dokter akan mengeluarkan darah, lendir, serta cairan ketuban, dari mulut dan hidung bayi dengan alat khusus. Untuk sementara, ibu akan diminta untuk berhenti mengejan. Jika tahap tersebut selesai, ibu akan diminta mengejan kembali untuk mengeluarkan seluruh badan bayi.

Begitu seluruh tubuh bayi keluar, dokter akan menyerahkan bayi ke ibu. Selain untuk menjalin ikatan yang kuat antara ibu dan bayi, hal ini juga dilakukan untuk inisiasi menyusui dini. Setelah itu, dokter akan memotong tali pusat bayi.

Setelah bayi dilahirkan, ibu masih harus mengeluarkan ari-ari atau plasenta. Tahap ini disebut dengan kala 3. Pada fase ini, kontraksi masih akan terjadi untuk melepas dan mengeluarkan plasenta dari rahim. Fase ini bisa berlangsung sampai 20 menit.

Setelah seluruh jaringan plasenta telah keluar, dokter kandungan akan memberikan obat oksitosin untuk meminimalkan perdarahan. Dokter
juga akan melakukan pemeriksaan jalan lahir untuk memastikan tidak ada ruptur perineum atau robekan di jalan lahir.

Secara keseluruhan, waktu yang diperlukan untuk proses melahirkan normal dari kala 1 sampai kala 3 adalah 12–24 jam. Pada ibu yang sudah pernah melahirkan normal sebelumnya, waktu yang diperlukan umumnya lebih singkat.

Setelah Melahirkan Normal

Setelah melahirkan normal, ibu harus menjalani perawatan di rumah sakit selama 1–4 hari. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi ibu sebelum pulang, memantau kondisi ibu dan bayi, serta memastikan tidak terjadi masalah setelah melahirkan. Setelah pulang ke rumah, masih perlu dilakukan perawatan pascamelahirkan hingga kondisi ibu benar-benar pulih.

Ibu yang baru melahirkan normal disarankan agar menunggu sampai perdarahan selesai atau sekitar 4–6 minggu sebelum kembali berhubungan seks. Hal ini untuk memastikan kondisi ibu sudah benar-benar pulih. Sementara bagi ibu yang mengalami robekan vagina saat persalinan, disarankan untuk menunggu lebih lama.

Beberapa kondisi yang dapat dialami oleh ibu setelah melahirkan normal adalah:

  • Wasir, tetapi akan hilang dalam beberapa hari
  • Mengompol saat tertawa atau batuk akibat otot panggul yang lemah
  • Perdarahan pascamelahirkan (darah nifas atau lochia) yang bisa berlangsung sampai beberapa minggu, kemudian mereda secara bertahap
  • Keluarnya kolostrum, yaitu cairan kuning yang keluar sebelum ASI, diikuti keluarnya ASI pada hari ketiga atau keempat setelah melahirkan
  • Perut menggelambir akibat otot perut yang meregang sejak masa kehamilan, tetapi dapat kembali normal secara bertahap dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan rutin berolahraga

Perlu diketahui bahwa kembalinya masa menstruasi bisa berbeda pada tiap ibu. Pada ibu yang memberikan ASI eksklusif, haid mungkin baru akan mulai lagi ketika berhenti menyusui. Sementara pada ibu yang tidak melakukan ASI eksklusif, haid bisa terjadi 5–6 minggu setelah melahirkan.

Komplikasi Melahirkan Normal

Sebagian besar proses melahirkan normal berlangsung tanpa masalah. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi juga dapat terjadi, baik sebelum, sewaktu, maupun setelah proses melahirkan normal. Komplikasi tersebut dapat berupa:

  • Kelahiran prematur
    Lahir secara prematur atau lebih cepat dari seharusnya bisa berbahaya bagi bayi, karena fungsi dan pertumbuhan organnya belum sempurna.
  • Kehamilan postmatur
    Kehamilan postmatur adalah kondisi ketika janin belum juga lahir setelah usia kandungan mencapai 42 minggu atau lebih. Kondisi ini dapat membahayakan janin, karena plasenta sudah tidak mampu lagi memberikan nutrisi yang memadai kepada janin.
  • Ketuban pecah dini
    Ketuban pecah dini yang tidak diikuti dengan proses persalinan 6–12 jam setelahnya bisa meningkatkan risiko infeksi, baik pada ibu maupun janin.
  • Perdarahan postpartum
    Perdarahan postpartum adalah perdarahan hebat yang terjadi setelah proses persalinan. Hal ini dapat terjadi akibat rahim robek atau kontraksi rahim yang lemah (atonia uteri) setelah melahirkan.
  • Emboli air ketuban
    Emboli air ketuban adalah kondisi ketika air ketuban masuk ke pembuluh darah ibu dan menyumbat arteri paru-paru. Komplikasi ini merupakan risiko yang paling berbahaya, baik saat melahirkan normal maupun saat operasi caesar. Meski begitu, komplikasi ini jarang terjadi bila persalinan berjalan lancar.
  • Prolaps uteri
    Prolaps uteri adalah kondisi rahim berada di posisi yang tidak normal, bisa keluar di dalam vagina atau ke luar vagina. Riwayat persalinan normal lebih dari satu kali bisa menyebabkan kondisi ini.
  • Inversio uteri
    Inversio uteri adalah kondisi bagian atas rahim (fundus) berada di rongga rahim hingga dapat menonjol ke luar vagina. Kondisi ini bisa terjadi sebelum atau sesudahnya kelahiran plasenta.

Pada ibu hamil yang mengalami kondisi di atas, dokter dapat melakukan induksi persalinan, persalinan berbantu dengan vakum atau forceps, atau operasi caesar.

Selain kondisi-kondisi di atas, ada juga beberapa komplikasi lain yang lebih berbahaya dan perlu segera ditangani, yaitu:

  • Infeksi, yang bisa ditandai dengan demam dan sakit perut
  • Emboli paru, yang dapat ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas
  • Preeklamsia dan eklamsia, yang ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, dan gangguan penglihatan mendadak
  • Trombosis vena dalam (DVT), yang ditandai dengan nyeri dan bengkak di otot betis