Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya berupa tindakan fisik, tetapi juga kekerasan secara psikologis dan seksual. Bukan hanya cedera, masalah kesehatan mental bahkan kematian mengintai korban tindakan ini. Oleh karena itu, lindungi diri dengan mengenali bentuk-bentuk dan cara menyikapinya.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk ancaman, pelecehan, dan kekerasan antara dua orang yang terikat dalam hubungan pernikahan atau anggota keluarga lain, misalnya anak.
Siapa pun berpeluang menjadi pelaku atau korban KDRT walaupun kenyataannya sebagian besar korbannya adalah wanita. Di sisi lain, pria juga bisa menjadi korban kekerasan, terutama pria dalam hubungan sesama jenis. Situasi ini bisa menjadi lebih sulit bagi pria karena mereka tidak ingin disebut lebih lemah dari pasangannya.
Macam-Macam Kekerasan dalam Rumah Tangga
Ancaman dengan senjata yang berujung pada kematian adalah risiko terbesar yang dapat muncul jika KDRT tidak dihentikan. Tanda akibat kekerasan fisik dalam rumah tangga dapat terlihat dengan mudah, misalnya berupa luka dan memar.
Kekerasan dalam rumah tangga yang menyerang psikologis akan meninggalkan luka batin dan rasa tidak percaya diri, yang sampai memicu trauma, stres, atau depresi. Ada kalanya korban KDRT bahkan tidak sadar bahwa dirinya sedang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan tahu tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga, Anda bisa lebih waspada dan tahu kapan harus mencari pertolongan, baik untuk diri sendiri maupun orang terdekat Anda. Berikut jenis dan bentuk KDRT yang perlu Anda tahu dan waspadai:
1. Kekerasan emosional
Berikut ini adalah tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga yang mungkin saja pernah atau sedang Anda alami:
- Pasangan mengkritik atau menghina Anda di depan umum
- Pasangan menyalahkan Anda atas perilaku kasarnya dan mengatakan bahwa Anda pantas mendapatkannya
- Anda sering merasa takut pada pasangan
- Anda mengubah kebiasaan atau perilaku tertentu demi menghindari pasangan marah.
- Pasangan melarang Anda bekerja, melanjutkan studi, atau bahkan bertemu keluarga dan teman
- Pasangan menuduh Anda berselingkuh dan selalu curiga jika Anda terlihat dekat atau bicara dengan orang lain
- Pasangan selalu haus perhatian dengan alasan-alasan yang tidak rasional
- Pasangan sering tidak mengerti perasaan Anda dan membuat Anda percaya kalau apa yang Anda rasakan atau katakan selalu salah, yang sering disebut gaslighting
2. Intimidasi dan ancaman
Selain melakukan kekerasan secara emosional, pasangan yang melakukan KDRT biasanya kerap melakukan intimidasi atau ancaman kepada pasangannya, seperti:
- Pasangan pernah membuang atau menghancurkan barang milik Anda
- Pasangan terus-menerus mengikuti dan ingin tahu keberadaan Anda
- Pasangan mengancam akan membunuh dirinya sendiri atau membunuh anak Anda
- Pasangan selalu memeriksa benda-benda pribadi Anda atau membaca pesan singkat dan surat elektronik Anda
- Pakaian yang Anda kenakan ataupun makanan yang Anda konsumsi dikontrol olehnya
- Pasangan membatasi uang yang Anda pegang, sehingga Anda tidak dapat membeli kebutuhan penting untuk diri sendiri dan anak
Selain beberapa tindakan di atas, pelecehan terhadap agama, cacat atau kekurangan fisik, etnis, ras, atau tingkatan sosial antar pasangan juga dapat dikategorikan sebagai KDRT.
3. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik dalam rumah tangga berupa memukul, menampar, menendang, mencekik, menjambak, mengurung, atau bahkan membakar anggota tubuh Anda, anak, hewan peliharaan, atau orang kesayangan Anda. Perilaku tersebut biasanya dipicu oleh kecanduan minuman beralkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang.
4. Kekerasan seksual
Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa melibatkan aktivitas seksual, seperti:
- Pasangan memaksa Anda melakukan hubungan seksual, bahkan dengan orang lain
- Pasangan menyentuh anggota tubuh sensitif Anda dengan cara tidak layak
- Pasangan menyakiti Anda selama melakukan hubungan seksual
- Pasangan memaksa berhubungan seksual tanpa mengenakan kondom, bahkan melarang Anda menggunakan alat kontrasepsi
Setelah melakukan tindak kekerasan, pelaku KDRT biasanya akan meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya. Bahkan, mereka memberikan hadiah untuk menebus rasa bersalahnya. Namun, sikap ini tidak berlangsung lama dan kemungkinan ia melakukan tindakan KDRT kembali bisa saja terjadi.
Menyikapi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Upaya untuk keluar dari hubungan penuh kekerasan sering kali tidak mudah. Masalah ekonomi umumnya menjadi salah satu alasan untuk terus bertahan di dalam situasi yang membahayakan ini.
Korban KDRT yang mencoba lari justru mendapat kekerasan yang lebih buruk lagi jika tertangkap. Pada pasangan heteroseksual, suami yang menyiksa istrinya juga sering kali tidak ingin sang istri membawa pergi anak mereka.
Makin lama bertahan di dalam situasi KDRT, makin besar bahaya yang mengancam. Tidak hanya diri sendiri yang terluka, tetapi anak yang menyaksikan kekerasan berisiko tumbuh menjadi pribadi yang juga suka melakukan kekerasan. Bahkan, anak juga berisiko mengalami gangguan psikis, perilaku agresif, dan rendah diri.
Jika Anda sudah lama ingin keluar dari hidup penuh kekerasan dan tekanan, berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat Anda lakukan:
- Beri tahu kondisi Anda pada orang terdekat yang dapat Anda percaya. Pastikan pelaku tidak berada di sekitar ketika Anda menginformasikan hal ini.
- Dokumentasikan luka Anda dengan kamera dan simpan dengan hati-hati.
- Catat perilaku kekerasan yang Anda terima beserta waktu terjadinya.
- Hindari melawan kekerasan dengan kekerasan, karena berisiko membuat pelaku bertindak lebih ekstrem.
Jika Anda sudah memiliki tekad yang kuat untuk siap meninggalkan rumah, ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan dengan hati-hati, di antaranya:
- Siapkan tas berisi semua keperluan penting Anda. Bawa serta dokumen penting pribadi, seperti kartu identitas, uang, dan obat-obatan. Tempatkan tas di tempat yang aman dan tersembunyi.
- Jika memungkinkan, gunakan nomor dan perangkat seluler yang baru untuk berjaga-jaga agar tidak terlacak.
- Sebisa mungkin ganti kata kunci untuk mengakses surat elektronik Anda dan hapus segala informasi pencarian yang Anda akses melalui internet.
- Ketahui persis ke mana Anda akan pergi dan bagaimana cara untuk mencapai lokasi tersebut.
Di Indonesia, Undang-undang KDRT pasal 26 ayat 1 menyebutkan bahwa hanya korban yang dapat melaporkan secara langsung tindak KDRT kepada polisi.
Selain itu, pasal 15 UU KDRT menyatakan bahwa tiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya untuk mencegah tindakan kekerasan, memberi pertolongan dan perlindungan, serta membantu proses pengajuan perlindungan.
Korban KDRT dapat melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya ke Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, Komisi Nasional Perempuan, atau Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di kantor polisi.
Bila mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Anda juga sebaiknya berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Selain memberi penanganan terhadap luka fisik maupun batin yang Anda alami, dokter juga akan memberikan saran agar Anda bisa segera keluar dari situasi yang dapat mengancam nyawa ini.