BDSM sering kali disamakan dengan penyimpangan seksual atau bahkan tindak kriminal kategori kekerasan seksual. Padahal, jika dipahami secara mendalam, BDSM memiliki perbedaan mendasar dengan kedua hal tersebut.
BDSM adalah variasi dari fantasi seksual yang melibatkan bondage and discipline (perbudakan dan disiplin), dominance and submission (dominasi dan penyerahan diri), serta sadism and masochism (perlakuan sadis dan suka disakiti).
Memahami BDSM Lebih Jauh
BDSM sebenarnya sudah ada sejak lama dalam budaya tertentu. Hal ini dilakukan untuk mengeksplorasi kenikmatan seksual. Namun, BDSM terkadang masih dianggap tabu untuk dilakukan karena banyaknya persepsi negatif terkait aktivitas seksual ini.
Faktanya, BDSM tidak selamanya negatif. Para peneliti justru menemukan bahwa aktivitas BDSM bisa berdampak positif terhadap kesehatan mental, mulai dari membantu mengurangi stres hingga memperkuat ikatan emosional dengan pasangan.Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah pemahaman dari 3 komponen utama BDSM yang perlu diketahui:
1. Bondage and discipline
Bagian BDSM berupa bondage (perbudakan) dan discipline (disiplin) menggambarkan sebuah permainan peran di mana salah satu pihak berperan sebagai ‘budak’ yang harus disiplin terhadap aturan yang diberikan oleh ‘tuannya’.
Jika budak tersebut tidak disiplin, sang tuan berhak menghukumnya. Kategori ini biasanya melibatkan pengikatan, pemborgolan, atau penahanan.
2. Dominance and submission
Dominance (dominasi) dan submission (penyerahan diri) merupakan permainan peran di mana salah satu pasangan harus tunduk atau pasrah diperlakukan apa pun saat berhubungan seksual oleh Si Dominan (orang yang berkuasa).
3. Sadism and masochism
Sadism (sadism) dan masochism (masokisme) merupakan bagian BDSM di mana salah satu pihak memperlakukan pihak lainnya dengan kasar dan sadis, misalnya menampar, menjambak, memaki, atau membungkam mulut pasangannya, hingga keduanya mencapai kepuasan seksual.
BDSM Bukan Penyimpangan Seksual
Letak perbedaan yang paling mendasar antara BDSM dengan penyimpangan seksual adalah adanya consent atau persetujuan dari kedua pasangan yang akan melakukan aktivitas BDSM.
Nyatanya, panduan diagnosis gangguan mental terbaru (DSM-5) sudah tidak mengklasifikasikan BDSM yang dilakukan atas dasar kemauan kedua belah pihak sebagai gangguan mental. Berbeda dengan mereka yang memiliki penyimpangan seksual yang cenderung melakukan paksaan.
Selain itu, meski memiliki preferensi yang cukup unik dalam berhubungan seksual, bukan berarti orang yang melakukan BDSM juga bersikap seperti ini pada kehidupan sehari-harinya.
Pelaku BDSM dapat diibaratkan dengan seseorang yang menyukai olahraga ekstrem. Semakin menantang, semakin menyenangkan.
Hal Penting yang Perlu Diluruskan dari Aktivitas BDSM
BDSM merupakan aktivitas seksual yang berisiko tinggi, baik dari sisi keamanan dan sisi hukum. Jika Anda memang memiliki preferensi terhadap gaya berhubungan seks ini, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan terlebih dahulu:
Persetujuan dari pasangan
Pastikan bahwa pasangan Anda setuju untuk melakukan BDSM. Bila pasangan Anda tidak mau, Anda tidak boleh memaksa melakukannya karena bisa dianggap sebagai kekerasan seksual.
Mengetahui batasan yang berbahaya
BDSM memang identik dengan perlakukan kasar. Namun, Anda harus mengerti batasan-batasan dalam melakukannya. Jangan sampai BDSM membahayakan nyawa pasangan Anda. Hal tersebut bukan tidak mungkin terjadi, terutama bila aktivitas melibatkan pencekikan atau pengikatan.
Cara melakukan BDSM yang aman
Sudah banyak video atau artikel instruksional BDSM yang bisa dipelajari, baik itu mengenai cara aman mempraktikannya hingga tips mudah untuk menerapkan batasan. Contohnya adalah dengan menetapkan safe word, yaitu kode yang mengharuskan pasangan untuk berhenti ketika diucapkan.
Anda bisa menonton dan mempelajari BDSM bersama pasangan guna menambah wawasan. Namun, pastikan video atau artikel yang Anda tonton atau baca bisa dipercaya dan akurat.
Jika Anda atau pasangan Anda memiliki ketertarikan untuk melakukan BDSM, pahamilah bahwa ini bukan gangguan mental yang perlu dikhawatirkan selama tidak ada unsur pemaksaan di dalamnya. Dalam mempraktikkannya, pastikan Anda berdua sudah memiliki kesepakatan dan mengetahui batasan masing-masing.
Namun, bila Anda dan pasangan tidak bisa sepakat dalam hal ini atau salah satu pihak ragu untuk melakukannya, jangan segan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau seksolog guna mendapatkan bantuan untuk memecahkan masalah dengan tepat.