TB MDR atau multidrug-resistant tuberculosis adalah jenis tuberkulosis yang kebal terhadap 2 obat antituberkulosis paling kuat, yaitu isoniazid dan rifampisin. Pada tahun 2018, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO memperkirakan terdapat sekitar 23.000 penderita TB MDR di Indonesia.
Penularan tuberkulosis antarmanusia dan penanganan yang tidak tepat bisa memicu bakteri penyebab tuberkulosis untuk mengembangkan daya tahannya terhadap obat antituberkulosis yang diberikan.
Namun, bukan berarti kondisi ini tidak dapat diobati sama sekali. Melalui penanganan yang tepat, penderita TB MDR dapat sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Penyebab Terjadinya TB MDR
Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan terjadinya kekebalan atau resistensi kuman terhadap obat tuberkulosis atau TB MDR, antara lain:
- Penderita TB tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas
- Pemberian obat yang salah, baik jenis obat, dosis, dan lama pengobatan TB
- Kualitas obat yang buruk
- Kurangnya ketersediaan obat TB
TB MDR juga lebih berisiko terjadi pada seseorang yang sebelumnya pernah terkena TB, sistem kekebalan tubuh yang lemah, kontak dengan penderita TB MDR, dan berasal dari daerah dengan kasus TB resisten obat yang tinggi.
Perlu diketahui bahwa TB MDR tidak hanya terjadi pada TB paru. Kondisi ini juga dapat terjadi pada TB di luar paru, misalnya TBC kelenjar atau TBC tulang belakang.
Cara Mengendalikan TB MDR
Pengendalian kasus TB MDR di Indonesia diawali dengan penemuan kasus terduga TB resisten obat. Seseorang diduga menderita TB resisten obat jika memiliki kondisi sebagai berikut:
- Penderita TB gagal pengobatan
- Kuman TB masih positif setelah 3 bulan pengobatan
- Penderita TB yang kembali berobat setelah lalai berobat (loss to follow-up)
- Penderita TB dengan HIV yang tidak menunjukkan respons terhadap pengobatan TB
Jika mendapati kondisi di atas, Anda perlu segera ke dokter untuk mendapat pemeriksaan lanjutan. Setelah dokter melakukan pemeriksaan dan Anda dinyatakan menderita TB MDR, Anda perlu segera mulai menjalani pengobatan. Lamanya pengobatan dapat berkisar antara 19–24 bulan.
Namun pada kondisi tertentu, seperti pada TB MDR tanpa komplikasi atau pada TB MDR yang belum mendapatkan pengobatan lini kedua, WHO merekomendasikan program pengobatan yang lebih singkat, yaitu 9–12 bulan.
Gejala TB umumnya akan membaik dalam beberapa bulan setelah pengobatan. Namun, penderita TB MDR harus selalu menjalani evaluasi dan pemantauan ketat selama masa pemulihan dan menjalani pengobatan hingga tuntas.
Tenaga medis juga harus mengikuti semua langkah penanganan TB yang telah ditentukan, serta memastikan penderita yang diduga TB segera didiagnosis dan mendapatkan panduan perawatan yang benar.
Guna mencegah TB MDR, pemerintah mendorong seluruh pemberi pelayanan TB di semua fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan TB sesuai standar dan meningkatkan kewaspadaan melalui penemuan kasus secara dini dan memastikan pelayanan TB yang berkualitas.
Jika Anda merasa telah terpapar atau mengalami gejala TB dan TB MDR, segeralah melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter agar dokter dapat mendiagnosis sejak dini dan pengobatan TB MDR dapat dilakukan dengan tepat.