Resusitasi cairan adalah proses penggantian cairan tubuh saat pasien dalam kondisi kritis dan kehilangan terlalu banyak cairan, baik dalam bentuk air maupun darah. Prosedur ini dilakukan dengan pemasangan selang infus.
Tubuh membutuhkan cairan untuk berfungsi dengan baik. Kehilangan cairan secara berlebihan, baik karena dehidrasi maupun perdarahan, dapat memicu gangguan pada fungsi organ dalam tubuh.
Pada tahap lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan syok dan kerusakan organ. Resusitasi cairan diperlukan untuk mengembalikan fungsi tubuh dan mencegah perburukan kondisi pada pasien.
Kondisi yang Memerlukan Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan diberikan bila ditemukan kondisi hipovolemia, yaitu kurangnya volume darah atau cairan dalam pembuluh darah. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala berupa tekanan darah rendah, denyut nadi dan napas menjadi cepat, serta suhu tubuh menurun.
Kondisi yang dapat menyebabkan hipovolemia meliputi pendarahan serta diare atau muntah yang dapat memicu dehidrasi dan sepsis.
Jenis-Jenis Cairan Resusitasi
Ada tiga jenis cairan resusitasi yang bisa diberikan, yaitu cairan kristaloid, cairan koloid, dan komponen darah melalui prosedur transfusi. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah cairan yang paling sering digunakan sebagai cairan resusitasi, karena memiliki molekul kecil, mudah digunakan, harganya lebih murah, dan cepat menggantikan cairan yang hilang.
Karena lebih mudah diserap oleh tubuh, pemberian kristaloid dalam jumlah terlalu banyak dapat menyebabkan edema atau pembengkakan akibat penimbunan cairan di jaringan tubuh. Cairan kristaloid yang umum digunakan adalah normal saline (NS) atau ringer laktat (RL).
2. Koloid
Cairan koloid mengandung zat dengan molekul yang lebih berat, seperti albumin atau gelatin. Jenis cairan ini umumnya bertahan lebih lama di dalam pembuluh darah.
Koloid dapat digunakan sebagai cairan resusitasi pada pasien yang mengalami kekurangan cairan parah, seperti syok hipovolemik dan perdarahan berat. Namun, jika penggunaannya tidak tepat, koloid dapat memicu reaksi alergi, gangguan pembekuan darah, dan kegagalan fungsi ginjal.
3. Transfusi darah
Selain pemberian cairan kristaloid atau koloid, transfusi darah juga bisa menjadi pilihan untuk prosedur resusitasi cairan. Biasanya, transfusi darah dilakukan pada kondisi syok hipovolemik akibat perdarahan berat, yaitu kehilangan darah lebih dari 30% dari total volume darah.
Hanya saja, pemberian darah perlu disesuaikan dengan jenis golongan darah seseorang yang akan menerima darah. Bila tidak, hal ini bisa menimbulkan gangguan darah berupa inkompatibilitas ABO.
Pemilihan jenis, jumlah, dan durasi pemberian cairan resusitasi tergantung pada kondisi pasien dan ketersediaan cairan ini di fasilitas perawatan.
Resusitasi cairan perlu diberikan kepada pasien yang kehilangan cairan dan berada pada kondisi gawat darurat. Oleh karena itu, bila Anda mengalami gejala dehidrasi atau perdarahan hebat akibat kondisi tertentu, segeralah pergi ke rumah sakit terdekat agar dokter dapat memberikan penanganan yang tepat.