Ada beragam mitos tentang HIV/AIDS yang beredar di tengah masyarakat dan tidak sesuai faktanya. Dengan mengetahui kebenaran di balik mitos-mitos tersebut, masyarakat bisa lebih bijak dalam menyikapi penyakit ini.
Virus HIV menyerang sel limfosit dan sel makrofag dalam tubuh manusia. Kedua jenis sel ini berfungsi sebagai pertahanan tubuh. Ketika keduanya rusak karena infeksi virus HIV, daya tahan tubuh akan menjadi sangat lemah sehingga kuman seperti bakteri, jamur, dan virus lainnya dapat dengan mudah menyerang.
Apakah HIV Belum Tentu AIDS?
Pada awalnya, penderita HIV tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Gejala awal HIV bisa menunjukkan ciri-ciri HIV di kulit, seperti ruam, demam ringan, nyeri sendi, dan pembesaran kelenjar getah bening. Setelah itu, penderita HIV biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun sampai daya tahan tubuhnya menjadi sangat lemah.
Kondisi dapat dikatakan serius ketika seseorang yang telah terinfeksi HIV mulai mengalami berbagai penyakit infeksi akibat lemahnya daya tahan tubuh. Kondisi ini disebut juga AIDS (acquired immunodeficienty syndrome).
Bila penderita HIV tidak menjalani pengobatan, infeksi virus HIV dapat berkembang menjadi AIDS dalam waktu 10–15 tahun. Penderita AIDS biasanya mengalami penurunan berat badan yang signifikan, demam dan diare berkepanjangan, serta berbagai gejala infeksi berat lainnya.
Apa Saja Mitos tentang HIV/AIDS yang Keliru?
Banyak sekali mitos HIV/AIDS yang tidak sepenuhnya benar, bahkan sangat keliru. Hal ini bisa menyebabkan pencegahan HIV/AIDS menjadi kurang efektif dan membuat penderitanya mendapat stigma buruk dan dikucilkan.
Beberapa mitos keliru yang banyak beredar di masyarakat tentang HIV/AIDS meliputi:
1. Seseorang dapat tertular virus HIV bila berdekatan dengan penderita HIV/AIDS
Kenyataannya, virus HIV tidak ditularkan hanya karena seseorang berada dalam jarak dekat atau bernapas di ruang yang sama dengan penderita HIV/AIDS.
Virus HIV tidak ditularkan melalui sentuhan kulit, misalnya dengan berjabat tangan atau berpelukan, percikan air liur saat penderitanya bersin, atau melalui keringat. Virus ini juga tidak menular melalui kolam renang, toilet umum, alat makan, atau gigitan nyamuk.
Virus HIV hanya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, darah akibat penggunaan jarum suntik bersama dan tranfusi darah, serta air susu ibu (ASI). Penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi dapat terjadi selama kehamilan, persalinan, dan saat menyusui.
2. Seks oral tidak menyebarkan virus HIV
Seks oral memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk menyebarkan virus HIV dibandingkan seks anal maupun vaginal. Namun, seks oral yang tidak dilindungi kondom tetap berisiko menularkan virus HIV.
Risiko penularannya akan meningkat bila pelaku seks oral sedang memiliki luka atau sariawan di mulut, atau bila penerima seks oral sedang memiliki luka di alat kelamin.
3. Pasangan heteroseksual tidak perlu mengkhawatirkan penularan HIV
Seks anal antarpria homoseksual memang berisiko tinggi menularkan virus HIV. Namun, bukan berarti pasangan heteroseksual tidak berisiko tertular HIV melalui hubungan seks. Studi menunjukkan bahwa angka penularan HIV pada pria heteroseksual maupun homoseksual tidak jauh berbeda.
Meski angka penularan pada kelompok homoseksual tinggi, tetapi risiko penularan HIV jauh lebih tinggi pada kelompok pengguna narkoba dengan suntikan dan pekerja seks komersial (PSK).
4. HIV adalah vonis mati dan penderita HIV pasti akan mengalami AIDS
Saat ini, memang belum ada obat yang dapat sepenuhnya membunuh virus HIV. Namun, sudah ada beberapa obat antiretroviral yang dapat memperlambat replikasi atau perkembangbiakan virus HIV.
Penderita HIV yang rutin menjalani pengobatan memiliki jumlah virus yang sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi lagi dalam darah. Makin sedikit jumlah virus, makin baik ketahanan tubuh penderitanya.
Penderita HIV yang rutin menjalani pengobatan dapat menjalani hidup yang sehat dalam waktu lama dan tidak mengalami AIDS.
5. Penderita HIV tidak dapat memiliki anak
Bila seorang pria menderita HIV tetapi rutin menjalani pengobatan hingga jumlah virus dalam darahnya sangat rendah, risiko pria tersebut menularkan HIV ke istri dan anaknya juga menjadi sangat rendah, bahkan mendekati nol.
Hal yang sama juga berlaku untuk wanita yang memiliki virus HIV. Konsumsi obat antiretroviral secara teratur dapat menurunkan risiko virus menular kepada bayinya saat wanita tersebut melahirkan atau menyusui.
6. Orang yang memiliki hasil tes HIV negatif dapat berhubungan tanpa proteksi
Tes HIV bekerja dengan cara mendeteksi antibodi khusus yang dihasilkan oleh sel darah putih untuk melawan virus HIV. Bila hasil tes HIV seseorang negatif, artinya ia tidak memiliki antibodi terhadap HIV. Namun, bukan berarti orang tersebut pasti tidak memiliki virus HIV.
Kadang diperlukan waktu 1–3 bulan sebelum antibodi HIV yang diproduksi oleh tubuh dapat terdeteksi. Oleh karena itu, penggunaan kondom saat melakukan hubungan seks tetap disarankan untuk menghindari penularan virus HIV dari orang yang hasil tes HIV-nya negatif sekalipun.
7. Orang yang tidak mengalami gejala HIV/AIDS tidak memiliki virus HIV
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, virus HIV dapat menginfeksi seseorang tanpa menimbulkan gejala selama 10–15 tahun. Orang yang tidak memiliki tanda atau gejala apa-apa belum tentu tidak memiliki virus HIV di dalam tubuhnya.
8. Penggunaan kondom tidak diperlukan bila kedua pasangan positif HIV
Meski kedua pihak sama-sama memiliki virus HIV, penggunaan kondom saat berhubungan seks tetap disarankan untuk mencegah penularan virus HIV yang berbeda tipe atau yang kebal terhadap obat antiretroviral.
Dari berbagai mitos di atas, ada tiga hal penting yang perlu Anda ingat. Pertama, virus HIV hanya ditularkan melalui hubungan seks tanpa kondom, darah, atau ASI. Jadi, orang yang terinfeksi HIV tetap bisa beraktivitas dan berinteraksi dengan orang lain seperti biasa.
Kedua, tidak mengalami gejala apa pun bukan berarti tidak terinfeksi virus HIV. Berkonsultasilah dengan dokter untuk menjalani tes HIV, terutama bila Anda berisiko tertular virus ini, misalnya karena melakukan hubungan seks tanpa kondom atau menggunakan jarum suntik bekas orang lain.
Ketiga, infeksi virus HIV dapat dikendalikan dengan konsumsi obat antiretroviral secara teratur sehingga penyakit tidak berkembang menjadi AIDS.
Itulah fakta di balik beragam mitos tentang HIV/AIDS yang keliru. Jadi, jangan ragu untuk hidup berdampingan dengan penderita HIV/AIDS. Bila Anda mengalami gejala yang diduga infeksi virus HIV, jangan ragu untuk memeriksakan diri ke dokter untuk menjalani pemeriksaan dan mendapatkan penanganan yang tepat.
Ditulis oleh:
dr. Irene Cindy Sunur