Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan anak obesitas, mulai dari faktor keturunan, penyakit tertentu, hingga pola makan tidak sehat. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh setiap orang tua, karena obesitas pada anak yang tidak ditangani dengan baik bisa memicu berbagai penyakit serius.  

Obesitas merupakan kondisi yang ditandai dengan berat badan berlebih akibat penumpukan lemak di dalam tubuh. Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga bisa terkena obesitas.

Mengetahui Penyebab Anak Obesitas dan Cara Mengatasinya - Alodokter

Jika tidak terkontrol, obesitas bisa meningkatkan risiko anak terkena berbagai penyakit, seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan hipertensi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018, diperkirakan sekitar 18–19% anak berusia 5–12 tahun di Indonesia memiliki berat badan berlebih dan 11% anak di usia tersebut menderita obesitas.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga memprediksi bahwa terdapat sekitar 60 juta anak dengan obesitas di Indonesia pada tahun 2020.

Namun, tidak semua anak yang memiliki berat badan berlebih dapat dianggap obesitas. Untuk menentukan anak obesitas, diperlukan pemeriksaan indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung berdasarkan berat dan tinggi badan.

Beberapa Faktor yang Dapat Meningkatkan Risiko Anak Obesitas

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko anak obesitas, di antaranya:

1. Konsumsi makanan tidak sehat

Kebiasaan sering mengonsumsi hidangan berkalori tinggi, seperti makanan cepat saji, makanan tinggi lemak jenuh dan gula, serta minuman ringan, merupakan salah satu penyebab utama obesitas pada anak. Hal ini dikarenakan anak-anak umumnya menyukai makanan dengan rasa dan tampilan yang menarik.

2. Jarang bergerak

Selain pola makan tidak sehat, kurang olahraga atau jarang bergerak juga dapat membuat anak rentan terkena obesitas. Kurangnya aktivitas fisik bisa membuat jumlah kalori yang masuk melebihi jumlah kalori yang terbakar.

Akibatnya, kalori tersebut akan menumpuk menjadi jaringan lemak di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas.

3. Keluarga dengan riwayat obesitas

Seorang anak yang berasal dari keluarga yang obesitas berpotensi lebih tinggi untuk memiliki berat badan yang berlebih pula. Selain karena faktor genetik, hal ini kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh pola makan dan kurangnya aktivitas fisik bersama anggota keluarga.

4. Psikologis anak

Untuk mengatasi masalah dan emosi, seperti rasa bosan atau stres, beberapa anak sering kali melampiaskannya pada makanan. Biasanya, mereka akan mengonsumsi makanan cepat saji, minuman manis, dan permen atau cokelat secara berlebihan.

Selain beberapa faktor di atas, konsumsi obat-obatan tertentu, seperti prednison, lithium, dan amitriptyline, juga dapat menjadi salah satu faktor yang bisa membuat anak lebih rentan mengalami obesitas.

Berbagai Komplikasi pada Anak Obesitas

Selain sulit bergerak, anak obesitas juga berisiko menderita beberapa penyakit serius, yaitu:

Tekanan darah dan kolesterol tinggi

Konsumsi makanan tidak sehat secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan kolesterol dalam tubuh. Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya plak dan penyempitan pembuluh darah pada anak yang dapat memicu stroke atau serangan jantung di kemudian hari.

Diabetes tipe 2

Jarang bergerak dan obesitas pada anak dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2. Hal ini dikarenakan adanya gangguan pada proses metabolisme di tubuh anak.

Gangguan pernapasan

Bobot tubuh anak yang berlebih dapat mengakibatkan penyempitan dan pembengkakan pada saluran pernapasan. Hal ini akan menyebabkan anak sulit bernapas dan berisiko menderita penyakit pernapasan, seperti asma.

Nyeri sendi

Bobot tubuh yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan ekstra pada pinggul dan lutut. Hal ini terkadang dapat membuat anak obesitas mengalami nyeri dan cedera pada lutut, pinggul, dan punggul.

Gangguan tidur

Obesitas pada anak dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti sleep apnea dan mendengkur berlebihan. Hal ini terjadi karena adanya beban berlebih yang menghalangi saluran pernapasan.

Selain itu, obesitas juga bisa berdampak pada sisi sosial dan emosional anak, seperti depresi, gangguan kecemasan, tidak percaya diri, dan sulit bersosialisasi.

Menentukan Status Gizi Anak dengan Indeks Masa Tubuh

Jika khawatir dengan bobot berlebih pada anak, segera periksakan anak ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Namun, perhatikan terlebih dahulu keluhan, perilaku, dan aktivitas anak. Catat juga makanan atau obat-obatan yang dikonsumsi untuk memudahkan penanganan oleh dokter.

Dokter nantinya akan melakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menentukan apakah berat anak dapat diklasifikasikan sebagai berat badan kurang, normal, berlebih dengan risiko, obesitas, dan obesitas II.

IMT diukur dengan rumus berat (dalam kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam m2). Contohnya seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dengan berat badan 50 kilogram dan tinggi badan 1,2 meter, maka IMT-nya adalah:

50 kg/(1,20 m)2 = 50/1,44 = 34,7 kg/m2

Berdasarkan hasil perhitungan IMT tersebut, anak ini termasuk dalam kategori obesitas.

Kriteria berat badan ideal anak menurut BMI berbeda-beda tergantung usia. Berikut ini adalah nilai IMT yang ideal berdasarkan usia anak:

  • 2 dan 3 tahun: 14,8–18
  • 4–7 tahun: 14–18
  • 7–9 tahun:14–17
  • 10–12 tahun: 15–19
  • 13–15 tahun 16–21
  • 15–18 tahun: 18–23

Status gizi anak bisa dikatakan kurang gizi atau underweight, jika nilai IMTnya kurang dari rentang terendah di atas. Sementara itu, anak dikategorikan obesitas apabila nilai IMT-nya di atas rentang tertinggi di atas.

Jika merasa kesulitan atau bingung dengan cara menghitung IMT anak, Anda bisa memeriksakan anak Anda ke dokter. Setelah menentukan nilai IMT, dokter akan menilai status gizi anak berdasarkan grafik berat badan normal anak sesuai usia, jenis kelamin, dan tinggi badannya.

Selain mengukur IMT anak, dokter juga akan memeriksa pola makan, tingkat aktivitas anak, riwayat obesitas dalam keluarga, dan masalah kesehatan.

Pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol, keseimbangan hormon, kadar vitamin D, dan pemeriksaan terkait kondisi obesitas lain juga bisa dilakukan. Perhatikan bahwa umumnya tes darah ini mengharuskan anak untuk berpuasa selama 8–12 jam sebelumnya.

Tips Mendampingi Anak Obesitas

Saat mendampingi anak obesitas, Anda harus memastikan bahwa mereka menerapkan pola makan sehat dan mengajaknya melakukan aktivitas fisik agar berat badannya turun. Namun, program penurunan berat badan ini harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter untuk mendapatkan panduan yang tepat.

Penurunan berat badan pada anak obesitas harus dilakukan secara bertahap. Untuk anak berusia 6–11 tahun, berat badan tidak boleh turun lebih dari 0,5 kilogram dalam sebulan.

Sementara pada anak remaja dan anak dengan obesitas parah, target penurunan berat badan boleh ditingkatkan menjadi sekitar 1 kilogram per minggunya.

Selain itu, ada beberapa tips yang bisa Anda terapkan dalam mendampingi anak obesitas, antara lain:

Bicaralah dari hati ke hati

Berat badan adalah topik yang sensitif untuk dibicarakan, terutama pada anak yang beranjak remaja. Namun, jika tidak dibicarakan, anak bisa berada dalam kondisi yang membahayakan kesehatan fisik dan psikologisnya. Oleh karena itu, topik ini harus disampaikan dengan cara yang tepat.

Selalu dukung, dampingi, dan beri semangat anak untuk terus menjalani pola hidup sehat dan rutin berolahraga. Ajak pula anak untuk lebih terbuka tentang masalah pemicu obesitas, seperti stres yang ia alami.

Terapkan pola hidup sehat

Dalam mengatur pola hidup sehat, pastikan Anda menyajikan hidangan sehat, melakukan aktivitas fisik bersama, serta membatasi penggunaan gadget dan menonton televisi.

Usahakan untuk memilih makanan sehat yang disukai anak-anak dan perbanyak asupan sayur serta buah. Sayur dan buah mengandung banyak serat yang mampu mengurangi rasa lapar dan meningkatkan pemecahan lemak. Atur pola makan dengan 3 kali makanan utama dan 1–2 kali makanan selingan dalam sehari.

Ajak pula anak untuk lebih banyak bergerak dengan mengurangi waktu menonton televisi, bermain game, atau tidur berlebihan. Anda dapat menggantinya dengan berjalan santai di sekitar rumah atau bersama-sama membersihkan rumah.

Berikan pujian

Pujian kecil bisa Anda berikan setiap anak melakukan tindakan positif untuk menurunkan berat badannya. Misalnya, berikan pujian saat anak memilih apel sebagai camilannya atau saat ia lebih memilih bersepeda daripada tidur seharian.

Dalam hal ini, Anda harus mengajak anggota keluarga lain untuk terus mendukung dan menghargai hal positif yang anak lakukan serta mendorongnya untuk terus konsisten menjalani program penurunan berat badan.

Cara Mencegah Obesitas pada Anak

Ada beberapa cara untuk mencegah obesitas pada anak, antara lain:

  • Jadikan gaya hidup sehat sebagai kebiasaan di dalam keluarga.
  • Periksakan anak ke dokter secara berkala untuk menjalani penghitungan IMT guna mendeteksi risiko obesitas, terutama jika anak terlihat mengalami kelebihan berat badan.
  • Pastikan anak memiliki waktu tidur yang cukup dan berkualitas, karena kurang tidur dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak.
  • Batasi waktu menonton televisi atau bermain game sebanyak maksimal 1 jam per hari.
  • Hindari membeli dan menyimpan camilan dengan kandungan natrium, gula, dan kalori tinggi di rumah.
  • Hargai nafsu makan anak dengan tidak memaksanya untuk menghabiskan seluruh hidangan.
  • Sampaikan kepada anak bahwa Anda mencintainya tanpa syarat, sehingga ia dapat terbuka mengenai masalah apa pun yang dapat memicu obesitas.

Peran dan pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam mengatasi obesitas pada anak. Meski terlihat lucu dan menggemaskan, anak obesitas bisa mengalami gangguan kesehatan di kemudian hari. Oleh karena itu, penting untuk mendampingi anak saat sedang menjalani program penurunan berat badan.

Jika masih ada pertanyaan seputar anak obesitas dan hubungan berat badan dengan kondisi kesehatan anak Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter.