Spermisida merupakan salah satu pilihan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. Meski belum sepopuler alat kontrasepsi lainnya, seperti kondom, pil KB, atau KB spiral, spermisida punya kelebihan, lho. Kenali spermisida lebih jauh, agar bisa menggunakannya dengan benar.

Spermisida adalah alat kontrasepsi yang bekerja dengan cara membunuh atau menghentikan pergerakan sperma, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Alat kontrasepsi ini mengandung bahan kimia yang disebut dengan nonoxynol-9.

Mengenal Alat Kontrasepsi Spermisida - Alodokter

Cara Kerja Spermisida dalam Mencegah Kehamilan

Spermisida termasuk alat kontrasepsi non-hormonal. Itu artinya tidak ada efek samping hormonal, seperti perubahan siklus reproduksi, ketika menggunakan spermisida. Alat ini juga umumnya aman digunakan oleh ibu hamil.

Dibandingkan dengan alat kontrasepsi lainnya, spermisida tergolong mudah digunakan dan dibawa ke mana-mana. Selain itu, penggunaan spermisida juga tidak memerlukan resep dokter dan bisa dibeli bebas di toko obat.

Spermisida tersedia dalam banyak bentuk, mulai dari krim, jeli, busa (foam), tablet (supositoria), vaginal contraceptive film (VCF), hingga spons. Beberapa produk kondom juga ada yang dilengkapi dengan spermisida.

Alat kontrasepsi ini dapat membunuh sperma dan menghentikan pergerakannya sebelum sperma bisa berenang masuk ke dalam rahim. Agar lebih efektif, spermisida harus ditempatkan jauh di dalam vagina atau dekat leher rahim.

Spermisida Tersedia dalam Beberapa Bentuk

Berikut adalah macam-macam bentuk produk spermisida dan cara penggunaannya:

1. Krim

Spermisida krim dipakai dengan cara disemprotkan ke dalam vagina menggunakan aplikator khusus. Krim spermisida akan lebih efektif ketika disemprotkan tepat sebelum berhubungan intim. Efektivitasnya akan berkurang setelah 30 menit disemprotkan.

2. Jeli

Sama seperti bentuk krim, spermisida jeli juga dipakai dengan cara disemprot ke vagina menggunakan aplikator. Spermisida jeli hanya dapat efektif setelah 1 jam disemprotkan. Jadi, jika ingin melakukan hubungan seksual lagi setelah 1 jam terakhir, spermisida jeli harus digunakan kembali.

3. Busa

Sebelum dipakai, botol spermisida busa harus dikocok terlebih dahulu selama 30 detik. Gunakan aplikator khusus untuk mengambil busa di dalam botol, kemudian semprotkan di dalam vagina.

Sama seperti spermisida bentuk krim, spermisida busa idealnya digunakan tepat sebelum berhubungan intim dan hanya efektif dalam waktu 30 menit.

4. Tablet

Spermisida tablet akan larut menjadi busa setelah 10–15 menit dimasukkan ke dalam vagina. Bentuk spermisida ini dinilai kurang efektif dibandingkan dengan bentuk lainnya karena sulit untuk mengetahui apakah tablet telah larut sepenuhnya atau belum.

5. Vaginal contraceptive film (VCF)

Spermisida VCF berupa lembaran tips yang digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam vagina. Penggunaannya cukup mudah, kamu hanya perlu melipat lembaran VCF, letakkan di ujung jari, lalu masukkan lipatan VCF ke dalam vagina hingga mendekati leher rahim atau seviks.

Lembaran VCF akan larut menjadi gel selama kurang lebih 15 menit dan setelah itu kamu baru boleh melakukan hubungan seksual.

6. Spons

Spermisida spons berbentuk bulat, bertekstur lembut, serta terdapat tali untuk menarik spons dari dalam vagina. Sebelum dimasukan ke dalam vagina, spons harus dibasahi oleh air terlebih dahulu. Spons akan menutupi mulut rahim dan melepas zat-zat yang dapat membunuh sel sperma.

Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Menggunakan Spermisida

Sayangnya, di balik kelebihannya yang praktis dan mudah dipakai, spermisida bukanlah metode kontrasepsi yang efektif untuk mencegah kehamilan. Meski digunakan dengan benar, tingkat keberhasilannya hanya sekitar 75%.

Agar lebih efektif untuk mencegah kehamilan, spermisida perlu dipadukan dengan metode kontrasepsi lain, seperti kondom, diafragma, atau cervical cap. Selain itu, dibandingkan dengan kondom, harga spermisida tergolong lebih mahal dan tidak tahan lama.

Penggunaan spermisida juga cukup sering menyebabkan reaksi alergi atau iritasi vagina, penis, atau kulit di sekitar organ intim. Hal ini bisa menimbulkan gejala berupa rasa gatal, perih, dan kemerahan di organ intim.

Jika digunakan terlalu sering, spermisida juga dapat mengganggu keseimbangan bakteri di vagina sehingga berisiko memicu terjadinya infeksi bakteri di vagina atau infeksi saluran kemih. Selain itu, penggunaan spermisida tanpa kondom juga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit menular seksual.

Hingga saat ini, spermisida pun tidak terbukti memiliki manfaat dan efektivitas yang lebih besar dibandingkan dengan metode kontrasepsi lainnya. Jadi, lebih baik penggunaannya hanya sebagai pendukung untuk alat kontrasepsi lainnya saja, ya.

Saat kamu mengalami reaksi alergi atau iritasi di organ intim setelah menggunakan spermisida, sebaiknya ganti metode kontrasepsi ini dengan jenis kontrasepsi lainnya.

Bila kamu masih memiliki pertanyaan terkait spermisida atau bingung untuk menentukan metode kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhanmu, sebaiknya berkonsultasilah dengan dokter.