Berbagai jenis tes TB dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis penyakit tuberkulosis. Beragam jenis tes TB ini memiliki jenis sampel, cara pengambilan sampel, lamanya proses analisis, dan tingkat akurasi yang berbeda. Kenali apa saja jenis tes TB yang tersedia dan arti dari hasilnya.
Tuberkulosis atau TB disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri penyebab TB tersebut bisa menular melalui percikan dahak atau air liur saat pasien TB batuk atau bersin.
Tuberkulosis umumnya menyerang paru-paru atau disebut juga TB paru atau flek paru-paru. Namun, pada kasus tertentu, penyakit ini juga bisa menyerang organ atau jaringan tubuh lain, seperti kelenjar getah bening, usus, kulit, selaput otak atau sistem saraf, dan tulang. TB yang menyerang organ selain paru-paru disebut TB ekstra paru.
Pentingnya Mengenali Gejala dan Deteksi Dini TB
Saat terkena TB, penderitanya bisa mengalami berbagai gejala, seperti batuk lebih dari 2 minggu, batuk berdahak atau berdarah, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, demam, dan berkeringat saat malam hari. Meski begitu, gejala-gejala tersebut terkadang serupa dengan gejala penyakit lain.
Oleh karena itu, untuk memastikan apakah seseorang menderita TB atau tidak, dibutuhkan pemeriksaan oleh dokter. Untuk mendiagnosis TB, dokter bisa melakukan pemeriksaan fisik dan berbagai jenis tes TB.
Tingginya risiko penularan TB umumnya berasal dari pasien TB yang tidak berobat atau tidak menjalani pengobatan hingga tuntas. Namun, jika menjalani pengobatan dengan tepat, pasien TB umumnya tidak lagi menularkan penyakit tersebut.
Inilah alasannya mengapa deteksi atau penemuan kasus serta pengobatan TB penting dilakukan sedini mungkin.
Mengenal Berbagai Jenis Tes TB
Berikut ini adalah berbagai jenis tes TB yang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis penyakit tubekulosis:
1. Tes kulit tuberkulin Mantoux
Tes Mantoux adalah salah satu jenis tes TB yang paling umum dilakukan di Indonesia. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi kuman penyebab TB atau tidak, terutama pada anak-anak.
Tes Mantoux dilakukan oleh dokter dengan cara menyuntikkan cairan berisi protein TB di kulit lengan bawah pasien. Selanjutnya, dokter akan memantau apakah terdapat reaksi di lokasi suntikan tersebut dalam waktu 48–72 jam.
Hasil tes Mantoux disebut negatif jika tidak menimbulkan reaksi berupa benjolan keras di area suntikan atau benjolan yang muncul berukuran kecil (<5 mm). Namun, bila muncul benjolan atau bengkak kemerahan di lokasi suntikan dengan ukuran >10 mm, tes menunjukkan hasil positif.
Meski begitu, hasil tes Mantoux negatif belum tentu menjadi tanda bahwa seseorang tidak menderita TB. Begitu pula sebaliknya, hasil tes positif belum tentu menjadi tanda bahwa seseorang pasti menderita TB.
Terkadang, tes TB ini bisa menunjukkan hasil negatif palsu (false negative) atau positif palsu (false positive). Salah satu faktor yang bisa menyebabkan hasil positif palsu adalah riwayat pemberian vaksin BCG.
2. Tes cepat molekular TB (TCM TB)
Tes TB ini termasuk salah satu jenis tes yang direkomendasikan oleh WHO dan Kementerian Kesehatan RI. Tes ini umumnya dilakukan untuk mendiagnosis TB pada orang yang memiliki gejala TB aktif. TCM TB juga bisa dilakukan untuk menilai apakah kuman TB masih peka atau justru kebal terhadap obat TB rifampicin.
Berbeda dengan tes Mantoux yang membutuhkan waktu lama untuk memperoleh hasilnya, hasil tes cepat molekular TB bisa diperoleh dalam waktu singkat, yaitu hanya sekitar 2 jam.
Selain itu, TCM TB juga memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan tes Mantoux. Tes ini juga kini sudah banyak tersedia di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk Puskemas.
Untuk melakukan TCM TB, dokter atau petugas medis membutuhkan sampel dahak. Namun, jika sampel dahak sulit diperoleh, TCM TB bisa menggunakan sampel bilasan lambung atau feses. Sampel tersebut akan dikumpulkan dan diteliti di laboratorium.
Jika seseorang memiliki gejala TB aktif dan hasil TCM TB positif, hal ini dapat menjadi penentu diagnosis penyakit TB bagi dokter. Sementara itu, jika hasil TCM TB negatif, dokter mungkin akan menyarankan pemeriksaan TB lain, misalnya analisis dahak dengan mikroskop.
3. Pemeriksaan analisis dahak
Sama seperti tes cepat molekular TB, tes ini juga umumnya dilakukan sebagai tes TB pada pasien dengan gejala TB aktif atau orang yang memiliki risiko tinggi terkena TB.
Pada tes ini, sampel yang digunakan adalah dahak atau lendir dari paru-paru. Dalam pemeriksaan ini, pasien akan diminta untuk batuk dan menempatkan dahaknya di wadah khusus berupa pot sampel dahak untuk analisis kuman TB.
Sampel tersebut kemudian akan diteliti di laboratorium dengan mikroskop. Hasil tes disebut positif bila ditemukan bakteri M. tuberculosis pada sampel.
4. Tes IGRA
IGRAs atau interferon gamma release assay adalah tes TB yang dilakukan dengan sampel darah. Melalui tes ini, dokter dapat menilai apakah terdapat reaksi antibodi yang terbentuk di tubuh pasien terhadap kuman TB.
Tes IGRA bisa digunakan untuk membantu diagnosis penyakit TB laten, yaitu TB yang tidak bergejala. Namun, tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosis kasus TB aktif.
Hasil tes TB ini bisa diperoleh dalam waktu kurang lebih 24-48 jam setelah tes dilakukan. Namun, tes ini tergolong mahal dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tertentu.
Selain itu, tes IGRA juga cenderung kurang akurat bila dilakukan pada kelompok yang tinggal di daerah endemik TB, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tes TB ini tidak dianjurkan untuk dilakukan sebagai tes skrining TB dan diagnosis TB aktif.
5. Rontgen dada
Rontgen dada bisa dilakukan untuk memantau kondisi jaringan paru-paru dan saluran napas pada pasien TB. Saat terkena TB, jaringan paru-paru akan mengalami kerusakan dan hal ini akan tampak berupa bintik atau bercak putih pada gambaran foto Rontgen.
Rontgen dada umumnya dianjurkan untuk dilakukan pada kasus TB anak. Selain itu, kekurangan tes ini adalah tidak bisa mendeteksi TB paru pada tahap awal.
Itulah berbagai jenis tes TB yang umum dilakukan di Indonesia. Secara umum, diagnosis TB perlu dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan tes penunjang sesuai rekomendasi dokter. Jika hasil tes TB menunjukkan bahwa Anda positif TB, dokter bisa memberikan pengobatan selama minimal 6 bulan.
Selama pengobatan, ikutilah petunjuk dokter dan minumlah obat yang diresepkan secara rutin hingga masa pengobatan selesai meski gejala TB yang dialami sudah membaik. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah TB kambuh kembali dan mengurangi risiko terkena TB MDR.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang bisa disembuhkan. Oleh karena itu, bila Anda mengalami gejala TB, segeralah periksakan diri ke dokter. Nantinya, dokter akan melakukan beberapa jenis tes TB guna memastikan diagnosis dan menentukan penanganan yang tepat.