DNA fragmentation index (DFI) merupakan indikator untuk menentukan kualitas sperma. DFI mampu menganalisis kerusakan DNA sperma, sehingga dapat digunakan sebagai perkiraan keberhasilan dalam program hamil.
Pada beberapa kasus, hasil analisis sperma pria menunjukkan kondisi yang normal, tetapi tidak juga membuahkan kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan oleh rusaknya materi genetik sperma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan DNA fragmentation index.
Pentingnya DNA Fragmentation Index (DFI)
Penelitian terhadap DNA fragmentation index menunjukkan adanya kerusakan DNA sperma pada 4 dari 10 pria yang mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas. Hal ini tentunya akan menghambat proses pembuahan karena kehamilan sejatinya dihasilkan dari sperma dan sel telur yang sehat.
DNA sperma terdapat pada kepala sperma yang berfungsi untuk menembus sel telur. DNA sperma dikatakan mengalami kerusakan jika untai tunggal atau ganda pada DNA terputus. Jika terjadi, kondisi ini dapat memperlambat proses pembuahan dan perkembangan embrio, serta meningkatkan risiko keguguran.
Sebagian besar kerusakan DNA sperma terjadi saat sperma dalam perjalanan dari testis untuk dikeluarkan melalui ejakulasi. Kerusakan ini bisa dipicu oleh berbagai kondisi berikut:
- Menjalani pola hidup yang tidak sehat, seperti kebiasaan merokok dan tidak aktif bergerak
- Menderita diabetes tipe 2, penyakit Crohn, obesitas, atau varikokel
- Terpapar cemaran lingkungan atau panas berlebih
- Menderita infeksi atau kanker tertentu
Jika Anda mengalami infertilitas meski hasil analisis sperma normal, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan DNA fragmentation index untuk mengetahui kualitas sperma.
Cara Menentukan Hasil DNA Fragmentation Index
Ada beberapa metode dalam pengujian DNA fragmentation index, di antaranya:
- Uji struktur kromatin sperma (SCSA)
- Uji TUNEL
- Uji COMET
- Uji dispersi kromatin sperma (SCD)
Uji SCSA merupakan pengujian DNA fragmentation index yang paling banyak digunakan. Nantinya, sperma dimasukkan ke dalam pewarna khusus untuk mengindentifikasi DNA yang rusak. Uji ini akan mendeteksi persentase spermatozoa yang proteinnya terurai (terdenaturasi) menggunakan flow cytometry.
Hasil dari uji DNA fragmentation index ini menentukan tingkat kerusakan sperma. Semakin tinggi persentasenya, semakin tinggi pula tingkat kerusakan spermanya. Berikut ini adalah nilai dari DNA fragmentation index:
- DFI rendah, yaitu kurang dari 15%
- DFI sedang, yaitu 15%–30%
- DFI tinggi, yaitu lebih dari 30%
Berdasarkan penelitian, sperma dengan tingkat DNA fragmentation index yang tinggi cenderung lebih sulit untuk menyebabkan kehamilan dan meningkatkan risiko keguguran dini.
Meski demikian, uji DNA fragmentation index ini masih menimbulkan banyak perdebatan karena dinilai kurang begitu efektif. Hal ini membuat uji DFI kurang direkomendasikan dalam pengobatan infertilitas.
Namun demikian, uji DNA fragmentation index disarankan pada beberapa kondisi, seperti varikokel, infertilitas yang penyebabnya tidak diketahui, keguguran berulang, dan kegagalan implantasi yang berulang.
Jika Anda sudah menjalani analisis sperma dan dinyatakan normal, tetapi tetap belum berhasil dalam melakukan program hamil, coba konsultasikan ke dokter tentang perlu atau tidaknya dilakukan uji DNA fragmentation index.
Apabila sudah melakukan uji DFI dan hasil persentasenya cenderung tinggi, Anda tidak perlu kecewa. Anda dapat menerapkan pola hidup sehat, mengonsumsi suplemen antioksidan sesuai resep dokter, dan melakukan perawatan medis untuk mengobati kondisi yang mendasari tingginya DNA fragmentation index.
Jika kerusakan DNA sperma masih terus terjadi meski Anda telah berusaha menjalani berbagai pengobatan, mungkin dokter akan menyarankan Anda untuk menjalani seleksi sperma berbasis mikromanipulasi ataupun ekstraksi sperma testis.