Apraxia adalah gangguan saraf yang menyerang sistem motorik. Kondisi ini menyebabkan otot tidak mampu menerima perintah otak dengan baik, sehingga penderitanya tidak mampu melakukan gerakan tertentu. Gangguan ini bisa dialami oleh siapa saja, mulai dari anak-anak hingga lansia.
Umumnya, apraxia menyerang otot di sekitar wajah dan area mulut. Gangguan ini akan membuat penderita sulit melakukan beberapa gerakan tertentu, seperti bersiul, batuk, menjilat bibir, menjulurkan lidah, atau bahkan berbicara. Namun, gangguan ini juga bisa terjadi di berbagai bagian tubuh lainnya, misalnya pada lengan atau kaki.
Ragam Penyebab Apraxia
Apraxia dapat terjadi karena adanya gangguan pada otak besar, yakni pada bagian lobus parietal yang berfungsi untuk mengontrol sentuhan dan gerakan tubuh. Gangguan apraxia ini dapat timbul bila terjadi kerusakan pada bagian otak tersebut dan dipicu oleh penyakit atau kondisi tertentu, seperti:
- Penyakit neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi saraf, seperti penyakit Alzheimer, penyakit demensia, dan penyakit Parkinson
- Tumor otak
- Stroke
- Cedera pada otak
Selain beragam kondisi di atas, kelainan bawaan sejak lahir dan kelainan genetik juga berkaitan dengan apraxia. Itulah sebabnya, apraxia bisa saja terjadi di usia yang sangat muda, yaitu di usia kanak-kanak.
Gejala Apraxia
Gejala apraxia bisa bervariasi dan belum tentu sama pada setiap penderitanya. Namun, secara umum, penderita mengeluhkan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas dan gerakan yang sebelumnya sudah biasa mereka lakukan. Contohnya:
- Ketidakmampuan untuk batuk, mengunyah, menelan, berdecak, bersiul, atau memicingkan mata
- Ketidakmampuan untuk melukis dan menggambar
- Kesulitan untuk mengucapkan dan menyusun urutan kata untuk kalimat singkat atau panjang
Jika apraxia terjadi pada anak-anak, beberapa gejala yang bisa muncul adalah:
- Terlambat bicara
- Kesulitan merangkai kata
- Kesulitan untuk mengucapkan kalimat yang panjang
- Kesulitan untuk meniru apa yang dikatakan orang lain
- Menggerakkan bibir, rahang, atau lidah beberapa kali sebelum berbicara
Cara Menangani Apraxia
Gejala yang mengarah ke apraxia harus diperiksakan ke dokter spesialis saraf. Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan melakukan sejumlah tes, mulai dari MRI hingga pemeriksaan cairan otak, untuk mengetahui penyebabnya.
Setelah penyebab apraxia diketahui, penanganan akan disesuaikan. Misalnya, bila apraxia merupakan gejala dari suatu penyakit, maka penyakit tersebut akan diatasi terlebih dulu. Apraxia bisa saja terjadi bersama penyakit atau gangguan saraf lain, seperti afasia.
Dalam menangani apraxia, dokter spesialis saraf juga akan menyarankan pasien untuk menjalani terapi okupasi. Dalam terapi ini, pasien akan diajarkan cara menggerakan tubuh dan otot wajah, serta berbagai teknik komunikasi yang meliputi:
- Mengulang kata berkali-kali
- Mengucapkan kata-kata tertentu dan belajar berpindah dari satu kata ke kata lainnya
- Belajar mengamati dengan seksama bagaimana mulut terapis bergerak ketika mengucapkan kata
- Berlatih bicara di depan cermin untuk mengingat gerakan mulut saat mengucapkan suatu kata
Selain itu, penderita juga dapat mempelajari teknik komunikasi lain, misalnya bahasa isyarat, agar lebih mudah berkomunikasi dengan orang lain.
Kehilangan kendali atas gerakan mulut atau bagian tubuh lain tidak hanya menghambat aktivitas, namun juga bisa menjadi pukulan mental bagi penderita apraxia.
Bila dibiarkan berlarut-larut, kondisi ini dapat menurunkan rasa percaya diri. Oleh sebab itu, diperlukan bantuan psikolog serta dukungan dari keluarga untuk keberhasilan penanganan apraxia.