Tidak hanya orang dewasa, long haul-COVID-19 juga bisa dialami oleh anak-anak. Long-haul COVID-19 pada anak dapat membuat mereka masih merasakan gejala infeksi virus Corona dalam jangka waktu yang lebih lama.
Long-haul COVID-19 adalah kondisi ketika seseorang telah dinyatakan sembuh melalui hasil tes COVID-19 yang negatif tetapi masih merasakan gejala COVID-19 hingga beberapa waktu. Lamanya gejala ini dirasakan bisa hingga beberapa minggu atau bahkan bulan.
Beberapa riset menunjukkan bahwa sekitar 15–60% anak-anak penyintas COVID-19 bisa mengalami long-haul COVID-19.
Penyebab long-haul COVID-19, baik pada anak-anak maupun orang dewasa, masih belum diketahui dengan jelas. Namun, ada beberapa faktor yang diketahui bisa meningkatkan risiko anak untuk mengalami long-haul COVID-19, yaitu daya tahan tubuh yang lemah dan terlambatnya pengobatan COVID-19 diberikan.
Gejala Long-Haul COVID-19 pada Anak
Long-haul bisa terjadi anak yang menderita COVID-19 gejala ringan atau tanpa gejala. Namun, dalam kebanyakan kasus, anak dengan gejala COVID-19 ringan lebih sering mengalami long-haul, bahkan bisa dengan keluhan yang lebih parah.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa long-haul COVID-19 pada anak bisa terjadi selama sekitar 30−120 hari setelah anak dinyatakan pulih dari penyakit ini. Gejala-gejala long-haul COVID-19 pada anak bisa berupa:
- Demam
- Batuk-batuk
- Kelelahan
- Sesak napas
- Nyeri sendi dan otot
- Nyeri dada
- Anosmia
- Palpitasi atau dada berbedar
- Masalah pada lambung, misalnya mual dan perut kembung
- Kurang nafsu makan
- Insomnia
- Ruam kulit
- Gangguan psikologis, seperti sulit konsentrasi, gelisah, cemas, dan depresi
Setiap anak dapat menunjukkan gejala long-haul COVID-19 yang berbeda-beda. Ketika gejala tersebut muncul, anak juga bisa merasa tidak tertarik atau enggan untuk beraktivitas seperti biasa dan kesulitan mengerjakan tugas sekolah.
Long-haul COVID-19 pada anak terkadang juga bisa menyebabkan masalah kesehatan yang lebih berat, yaitu multi-system inflammatory syndrome (MIS-C).
Kondisi ini terjadi ketika organ-organ di dalam tubuh anak mengalami kerusakan akibat peradangan yang disebabkan oleh infeksi virus Corona. Tanda dan gejala MIS-C bisa menyerupai penyakit Kawasaki.
Mengobati dan Mencegah Long-Haul COVID-19 pada Anak
Jika Bunda dan Ayah mendapati Si Kecil mengalami gejala long-haul COVID-19, sebaiknya segera periksakan ia ke dokter. Untuk mengevaluasi kondisi Si Kecil, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan, seperti tes darah, tes swab antigen atau PCR, dan foto Rontgen dada.
Setelah terdiagnosis mengalami long-haul COVID-19, dokter akan memberikan obat-obatan sesuai dengan kondisi anak.
Jika anak mengalami gejala long-haul COVID-19 yang ringan, dokter akan memberikan obat-obatan untuk meredakannya, seperti paracetamol untuk meredakan demam dan nyeri, atau obat batuk untuk mengatasi batuk.
Apabila long-haul COVID-19 yang dialami anak gejalanya lebih parah atau sudah menimbulkan MIS-C, dokter mungkin perlu merawat anak di rumah sakit.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, dokter bisa memberikan obat-obatan, seperti kortikosteroid dan IVIG, serta terapi oksigen jika anak mengalami sesak napas atau penurunan saturasi oksigen.
Hingga saat ini, cara terbaik untuk mencegah anak terkena long-haul COVID-19 adalah dengan menghindari infeksi virus Corona. Oleh karena itu, Bunda dan Ayah perlu mengajarkan dan membiasakan Si Kecil disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Jika anak Bunda dan Ayah sudah berusia 12–17 tahun, ia bisa mendapatkan vaksin COVID-19. Jenis vaksin COVID-19 yang direkomendasikan untuk anak-anak di Indonesia adalah vaksin Sinovac dengan dosis pemberian sebanyak 2 kali dan jedanya 1 bulan.
Bila masih memiliki pertanyaan terkait long-haul COVID-19 pada anak atau informasi seputar COVID-19, Bunda dan Ayah bisa chat langsung dengan dokter di aplikasi ALODOKTER. Melalui aplikasi ini, Bunda dan Ayah juga bisa membuat janji konsultasi dengan dokter di rumah sakit bila memerlukan pemeriksaan langsung.