Nomophobia adalah ketakutan berlebih yang dialami seseorang saat berada jauh dari ponselnya. Orang yang memiliki kondisi ini bisa saja merasa wajar dan kerap mengaitkannya dengan tuntutan pekerjaan. Meski terkesan sepele, nomophobia perlu diwaspadai karena bisa mengganggu kesehatan.
Nomophobia atau no mobile phone phobia umumnya berawal dari kecanduan ponsel. Ketika seseorang mengalami nomophobia, ia akan terus-menerus khawatir setiap kali tidak bisa menggunakan atau mengecek ponselnya.
Kekhawatiran tersebut bahkan bisa membuat orang dengan fobia ini merasa stres, cemas, atau panik, dan bahkan mengalami gejala fisik seperti sesak napas dan jantung berdebar.
Apa Penyebab Nomophobia?
Penyebab nomophobia belum diketahui secara pasti. Namun, fobia ini kemungkinan besar muncul karena adanya keinginan untuk selalu mengecek pekerjaan dari ponsel atau mengalami FOMO, yaitu kekhawatiran berlebih saat tidak mengetahui informasi atau berita terkini.
Nomophobia juga bisa muncul karena perasaan takut kesepian atau takut kehilangan orang lain jika tidak saling terhubung secara terus-menerus melalui ponsel. Selain itu, kehilangan ponsel di masa lalu yang traumatis juga bisa memicu nomophobia, karena takut akan terulang kembali.
Apa Saja Ciri-Ciri Nomophobia?
Orang yang mengalami nomophobia tentunya akan kesulitan mengatasi atau mengelola rasa takut dan panik yang dialaminya. Untuk menghindari hal tersebut, orang dengan fobia ini akan melakukan segala cara agar ponsel tetap dekat, sehingga bisa mengambil dan mengeceknya dengan mudah.
Selain itu, ciri-ciri perilaku yang menggambarkan nomophobia bisa meliputi:
- Menggenggam ponsel di mana pun, misalnya saat di toilet atau bahkan di jalanan yang ramai
- Memeriksa ponsel terus-menerus, bahkan beberapa kali dalam 1 jam untuk memastikan bahwa ponsel berfungsi dan tidak melewatkan notifikasi dari ponsel
- Melanggar aturan demi memainkan ponsel, seperti bermain ponsel dalam pesawat
- Melewatkan aktivitas atau acara yang direncanakan agar bisa menghabiskan waktu dengan ponsel
Layaknya fobia lain, nomophobia juga dapat memicu gejala psikis dan fisik. Beberapa gejala psikis dari nomophobia yang bisa dialami, yaitu:
- Khawatir, takut, atau panik yang berlebihan ketika berpikir tentang kehilangan ponsel, jauh dari ponsel, atau tidak bisa menggunakannya
- Cemas dan gelisah jika harus meletakkan ponsel atau tahu bahwa tidak bisa menggunakan ponsel untuk sementara waktu
- Cemas ketika tidak bisa mengecek ponsel atau saat baterai ponsel habis
- Panik berlebihan ketika tidak bisa menemukan ponsel dalam waktu yang singkat
Sementara itu, beberapa gejala fisik nomophobia meliputi:
- Dada terasa sesak
- Jantung berdebar
- Sulit tidur atau insomnia
- Gemetaran
- Tubuh berkeringat
- Pusing
- Sensasi ingin pingsan
Menatap layar ponsel terlalu lama juga akan menimbulkan masalah kesehatan, antara lain sakit leher, nyeri di pergelangan tangan, bahkan kualitas penglihatan menurun.
Bagaimana Cara Mengatasi Nomophobia?
Nomophobia yang baru berlangsung dan segera disadari umumnya akan lebih mudah untuk diatasi sendiri. Ada berbagai langkah penanganan nomophobia secara mandiri, yaitu:
- Matikan ponsel di malam hari setidaknya 1 jam sebelum tidur agar bisa tidur lebih nyenyak.
- Letakkan ponsel di tempat yang jauh dari jangkauan ketika hendak tidur, bila perlu taruh di luar ruang tidur.
- Luangkan waktu khusus untuk melakukan hobi, seperti menggambar, menjahit, atau membaca.
- Cobalah untuk tinggalkan ponsel di rumah untuk waktu yang singkat, misalnya saat berbelanja atau berjalan-jalan di area dekat rumah.
- Perbanyak interaksi secara langsung dengan keluarga, teman, atau rekan kantor.
Sering menggunakan ponsel atau khawatir akan keberadaan ponsel bukan berarti Anda mengalami nomophobia. Hal ini masih termasuk wajar bila Anda hanya memakai ponsel sesekali untuk kebutuhan penting.
Namun, bila gejala nomophobia yang Anda alami telah berlangsung selama 6 bulan atau lebih, terlebih jika penggunaan ponsel telah menghabiskan banyak waktu dan menghambat aktivitas sehari-hari, segeralah konsultasikan ke psikolog untuk mendapatkan penanganan yang tepat, salah satunya dengan psikoterapi.