Sarkopenia adalah kondisi berkurangnya kekuatan dan massa otot yang ditandai dengan penurunan kemampuan fisik. Sarkopenia umum terjadi pada lansia seiring berjalannya proses penuaan tubuh. Namun, kondisi ini tetap bisa dicegah, misalnya dengan rutin melakukan aktivitas fisik atau berolahraga.
Meskipun sarkopenia lebih rentan dialami oleh lansia, studi menyebutkan bahwa kondisi ini juga dapat terjadi pada orang yang berusia dewasa muda, terutama bagi mereka yang menderita kekurangan gizi atau malnutrisi.
Tanda kemunculan sarkopenia biasanya diawali dari kondisi tubuh yang mudah lelah dan lemah. Seiring berjalannya waktu, penderita sarkopenia juga akan susah beraktivitas, misalnya kesulitan mengangkat atau menggenggam suatu benda, bergerak lebih lambat, serta kehilangan minat atau gairah untuk bergerak.
Sarkopenia juga bisa membuat proses penyembuhan suatu penyakit menjadi lebih lama, sehingga bisa berakibat pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rawat inap. Jika tidak diobati dengan baik, sarkopenia juga bisa meningkatkan risiko kematian pada penderita penyakit kronis tertentu.
Berbagai Penyebab Sarkopenia
Selain karena proses penuaan, ada sejumlah faktor yang juga dapat memicu timbulnya sarkopenia, yaitu:
1. Malas bergerak dan berolahraga
Orang yang jarang berolahraga akan lebih rentan mengalami sarkopenia di usia senja. Risiko ini bahkan akan menjadi lebih besar bila dibarengi dengan gaya hidup kurang aktif (sedentary lifestyle), misalnya menghabiskan waktu terlalu lama untuk berdiam diri atau tidur-tiduran sepanjang hari.
Meskipun lebih umum terjadi pada orang yang malas bergerak dan berolahraga, berbagai studi menyebutkan bahwa sarkopenia juga bisa terjadi pada orang yang aktif bergerak atau berolahraga. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hal ini, di antaranya:
- Gangguan metabolisme tubuh, khususnya dalam proses pengolahan protein menjadi energi
- Gangguan hormon tertentu, terutama hormon pertumbuhan dan testosteron
- Kekurangan asupan kalori dan nutrisi
2. Pola makan tidak seimbang
Seperti yang telah disebutkan di atas, kurangnya asupan kalori dan nutrisi, khususnya protein dan asam amino, juga bisa menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya sarkopenia. Ini karena nutrisi tersebut berperan penting dalam pembentukan massa dan jaringan otot.
Sayangnya, perubahan pola makan menjadi tidak seimbang ini cukup umum terjadi pada orang tua maupun lansia. Pasalnya, seiring bertambahnya usia, kemampuan untuk mengecap rasa makanan menjadi menurun.
Selain itu, kesulitan mencerna dan menelan makanan, serta kemungkinan adanya gangguan kesehatan gigi dan mulut atau gangguan penyerapan protein, juga bisa membuat seseorang rentan mengalami malnutrisi dan sarkopenia.
3. Menderita penyakit kronis
Seseorang yang menderita penyakit kronis, seperti PPOK, TBC, rheumatoid arthritis, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, stroke, demensia, atau lupus, juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena sarkopenia.
Hal ini karena selain mengharuskan pasien untuk memperbanyak istirahat, penyakit kronis yang dialami juga dapat mengganggu pembentukan sel otot yang baru, sehingga memicu penurunan massa otot.
4. Stres berat
Stres berat yang dialami seseorang, baik karena menderita penyakit atau kondisi mental tertentu seperti depresi, juga dapat menurunkan mood untuk beraktivitas, apalagi berolahraga. Jika kondisi ini dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan, risiko mengalami sarkopenia juga mungkin terjadi.
Ragam Cara Mencegah Sarkopenia
Pada dasarnya, cara terbaik mencegah sarkopenia adalah dengan menghindari pemicunya. Berikut adalah beberapa cara yang bisa Anda lakukan agar terhindar dari sarkopenia, di antaranya:
Melakukan aktivitas fisik secara rutin
Latihan ketahanan, seperti angkat beban, diketahui efektif dalam mencegah sekaligus mengatasi sarkopenia. Hal ini dikarenakan latihan tersebut dapat menjaga kekuatan tulang dan sendi serta merangsang pembentukan jaringan otot tubuh.
Tak hanya itu, mengombinasikan latihan ketahanan dengan latihan kebugaran atau olahraga lainnya, seperti senam aerobik, senam lansia, yoga, jogging, berenang, atau bersepeda, juga dapat melatih keseimbangan dan koordinasi tubuh agar terhindar dari sarkopenia.
Agar manfaat olahraga ini dapat dirasakan secara optimal, lakukanlah latihan kebugaran berselang-seling dengan latihan kekuatan setiap minggu, setidaknya selama 30 menit per hari.
Bagi Anda yang sedang mengalami sarkopenia, lakukanlah aktivitas fisik semampunya dengan mengikuti anjuran dokter atau instruktur olahraga.
Memenuhi asupan nutrisi
Memenuhi asupan makanan bernutrisi tinggi memang diperlukan sebagai salah satu cara mencegah sarkopenia. Ada beberapa jenis kelompok makanan yang sangat baik dikonsumsi untuk mencegah sarkopenia, di antaranya:
- Makanan yang mengandung banyak protein, seperti daging sapi tanpa lemak, daging unggas, ikan dan seafood, kacang-kacangan, biji-bijian, telur, serta susu dan produk olahannya. Selain protein, makan-makanan tersebut juga mengandung asam glutamat.
- Makanan yang kaya akan vitamin D, seperti ikan salmon, tuna, kuning telur, dan jamur.
- Makanan tinggi asam lemak omega 3, seperti seafood dan ikan, termasuk ikan kembung, salmon, teri, sarden, dan minyak ikan, flaxseed, chia seed
Di samping mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, Anda juga harus menerapkan asupan gizi seimbang dengan panduan piring makan. Selain dapat mempertahankan berat badan, cara ini juga baik dilakukan agar tubuh tetap sehat dan terhindar dari beragam masalah kesehatan, salah satunya sarkopenia.
Agar tercegah dari sarkopenia, penting juga bagi Anda untuk rutin olahraga, istirahat yang cukup, dan mengelola stres dengan baik. Sebisa mungkin, jangan sampai stres berlebihan membuat Anda jadi malas bergerak, ya.
Tak hanya itu, jika Anda menderita menderita penyakit kronis, ingatlah untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan menjalani pengobatan atau perawatan yang diberikan oleh dokter.
Sarkopenia merupakan kondisi yang perlu diwaspadai karena bisa menurunkan kualitas hidup. Jika Anda atau keluarga Anda ada yang mengalami gejalanya, seperti otot melemah, berat badan berkurang, dan kesulitan beraktivitas, segera periksakan ke dokter, terutama spesialis geriatri, guna mendapat pemeriksaan dan pengobatan yang tepat.