Tindakan kraniotomi umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan atau gangguan pada otak. Prosedur ini bertujuan untuk mengatasi berbagai kondisi dalam jaringan otak, misalnya perdarahan, infeksi, dan tumor otak.
Kraniotomi merupakan proses pembedahan otak yang dilakukan dengan cara membuka atau membuat lubang di tengkorak untuk melihat dan mengobati berbagai masalah yang terjadi di dalamnya. Prosedur ini umumnya dilakukan oleh dokter bedah saraf.
Kraniotomi bukanlah operasi kecil, sehingga penting bagi Anda untuk mengetahui beberapa informasi seputar operasi ini sebelum menjalaninya.
Kondisi yang Memerlukan Tindakan Kraniotomi
Dokter akan menganjurkan pasien untuk menjalani prosedur kraniotomi guna mengatasi berbagai kondisi berikut ini:
1. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural terjadi saat darah menumpuk di antara otak dan tengkorak yang disebabkan oleh cedera kepala berat. Kondisi ini dapat disertai dengan kerusakan atau perdarahan di jaringan otak sehingga membutuhkan kraniotomi.
2. Aneurisma otak
Prosedur kraniotomi pada kondisi aneurisma otak bertujuan untuk mencegah pecahnya pembuluh darah di otak dan sebagai penanganan bila sudah terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisma.
3. Tumor otak
Pada penderita tumor otak, kraniotomi dibutuhkan sebagai langkah untuk mengangkat tumor yang mengganggu fungsi otak, seperti mengendalikan gerak otot, melihat, dan mendengar.
4. Abses otak
Kraniotomi dibutuhkan untuk menangani abses otak, yaitu penumpukan nanah di dalam otak akibat infeksi. Kondisi infeksi dapat disebabkan oleh berbagai patogen, misalnya bakteri atau jamur yang masuk ke dalam jaringan otak.
5. Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi karena penumpukan cairan di rongga atau ventrikel dalam otak. Kelebihan cairan ini dapat meningkatkan ukuran ventrikel dan tekanan pada otak. Oleh karena itu, kraniotomi perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan tersebut.
6. Stroke
Stroke juga bisa menyebabkan kerusakan, perdarahan, dan pembengkakan pada otak. Salah satu cara untuk menangani perdarahan dan mengurangi tekanan pada otak adalah dengan kraniotomi.
7. Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson dapat menimbulkan gejala berupa tremor, gerakan tubuh melambat, hingga kaku otot. Untuk mengendalikan dan mengatur aktivitas abnormal tersebut, dokter akan menanam sebuah alat khusus di dalam otak. Proses penamanan ini dilakukan melalui kraniotomi.
8. Epilepsi
Epilepsi terjadi akibat adanya gangguan atau kerusakan pada otak yang membuat aktivitas listrik otak menjadi terganggu. Hal ini bisa menyebabkan penderita epilepsi mengalami kejang. Kraniotomi dilakukan untuk mengambil atau memperbaiki bagian otak yang terganggu akibat epilepsi.
Tahapan Operasi Kraniotomi
Ada 3 tahapan dalam operasi kraniotomi, yaitu persiapan praoperasi, proses operasi, dan penanganan pascaoperasi. Berikut ini adalah penjelasan setiap tahapannya:
Praoperasi
Sebelum melakukan kraniotomi, dokter akan mengajukan pertanyaan ke pasien terkait riwayat medis, melakukan pemeriksaan fisik, dan menganjurkan pemeriksaan penunjang, seperti tes darah, elektrokardiogram (EKG), elektroensefalogram (EEG), pungsi lumbal, foto Rontgen dada, dan MRI.
Selain itu, dokter juga akan memberikan obat-obatan tertentu untuk menstabilkan kondisi tubuh pasien sebelum menjalani operasi. Pasien juga akan diminta untuk berpuasa setidaknya 8 jam sebelum operasi kraniotomi dilakukan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi terkait penggunaan obat bius, seperti muntah-muntah dan terhambatnya jalan napas akibat naiknya isi lambung. Untuk memudahkan operasi, rambut pasien juga perlu dipotong.
Proses operasi
Saat hendak menjalani kraniotomi, pasien akan mendapatkan obat bius dari dokter anestesi di ruang operasi. Obat bius ini membuat pasien tertidur, tetapi terkadang kraniotomi juga bisa dilakukan saat kondisi pasien tersadar dan tidak merasakan nyeri berkat pemberian obat bius khusus.
Setelah itu, dokter bedah saraf akan mengoleskan cairan antiseptik ke kulit kepala pasien guna mencegah terjadinya infeksi. Selanjutnya, dokter akan membuat sayatan di kulit kepala pasien dan melubangi tengkorak dengan alat bor medis untuk melihat bagian otak yang bermasalah.
Setelah pembukaan tengkorak, dokter akan memperbaiki atau mengangkat bagian otak yang rusak. Saat tindakan operasi selesai, bagian tulang dan kulit kepala pasien akan direkatkan kembali menggunakan jahitan, kawat, atau staples bedah.
Pada kondisi tumor atau infeksi pada tulang tengkorak, penutupan tulang mungkin tidak langsung dilakukan. Lamanya proses kraniotomi berlangsung tergantung pada kondisi pasien. Namun, prosedur ini biasanya memakan waktu hingga 5–7 jam atau bahkan lebih.
Pascaoperasi
Setelah operasi, dokter akan memantau kondisi pasien dan memberikan obat-obatan guna mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan pada sistem saraf dan otak pasien guna memastikan bahwa organ tersebut dapat berfungsi dengan baik pascaoperasi.
Setelah kondisi tubuh stabil, pasien juga akan menjalani fisioterapi guna mendukung proses pemulihan tubuh dan memudahkan aktivitas pasien sehari-hari.
Selama masa pemulihan di rumah, pasien disarankan untuk banyak istirahat, konsumsi makanan tinggi serat, minum air putih yang cukup, dan rutin periksakan diri ke dokter.
Pasien juga perlu memerhatikan aktivitas yang dilakukan. Hindari mengemudikan mobil, mengangkat beban berat, berhubungan seksual, serta mengonsumsi alkohol dan merokok, jika belum dianjurkan oleh dokter.
Risiko Operasi Kraniotomi
Sama seperti prosedur medis lainnya, kraniotomi juga memiliki risiko. Beragam risiko yang dapat terjadi akibat operasi kraniotomi meliputi:
- Infeksi
- Perdarahan atau pembekuan darah
- Pembengkakan otak
- Pneumonia
- Kejang
- Tekanan darah tidak stabil
- Kelemahan otot
Pada kasus tertentu, kraniotomi juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi lain, seperti sulit berbicara dan mengingat, gangguan kesimbangan tubuh, koma, hingga kelumpuhan.
Agar Anda bisa mendapatkan gambaran yang lengkap tentang prosedur kraniotomi, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter yang menangani. Hal ini penting dilakukan untuk mempersiapkan semua hal yang diperlukan, termasuk persiapan fisik dan mental sebelum, selama, dan sesudah prosedur operasi.