Nikotin adalah senyawa alkaloid yang umumnya dijadikan bahan baku di dalam pembuatan rokok. Kandungan nikotin dalam rokok bisa menimbukan kecanduan dan sulit menghindarinya. Padahal, ketergantungan nikotin dapat memicu berbagai penyakit yang membahayakan tubuh.
Penggunaan nikotin tidak hanya ada di rokok biasa, tetapi juga di dalam rokok elektrik. Zat yang tergolong stimulan ini bahkan bisa masuk ke dalam otak dalam hitungan detik. Saat zat nikotin masuk ke dalam tubuh, otak akan merespons dengan melepaskan hormon dopamin sehingga memberikan efek relaks, senang, dan semangat.
Namun, ketika dikonsumsi dalam jangka panjang, nikotin dapat membuat kecanduan. Padahal, kecanduan nikotin dapat memicu penyakit serius pada perokok maupun orang di sekitarnya.
Bahaya Nikotin untuk Tubuh
Nikotin dapat bertahan di dalam tubuh selama 6–8 jam setelah merokok. Zat ini dapat membuat pembuluh darah menyempit sehingga aliran darah, oksigen, dan nutrisi untuk tubuh terhambat. Akibatnya, fungsi organ-organ tubuh pun terganggu. Bila kecanduan nikotin tidak diatasi, bahaya nikotin dapat memicu serangan jantung.
Ketika nikotin dikonsumsi secara terus-menerus, seorang perokok mungkin dapat merasakan sesak napas, kebingungan, seperti akan pingsan, kejang, bahkan gagal napas. Sementara itu, pada orang yang baru pertama kali merokok, kandungan nikotin dapat menyebabkan batuk, pusing, sakit kepala, serta mual dan muntah.
Namun, saat akan berhenti merokok, seseorang perokok bisa merasakan gejala putus nikotin berupa cemas, tidak bisa tidur, susah konsentrasi, sakit kepala, dan batuk. Inilah alasannya perokok justru ingin terus merokok agar tidak mengalami gejala-gejala tersebut.
Padahal, konsumsi nikotin dalam jangka panjang dapat memicu:
- Penyakit gigi dan mulut, seperti infeksi gusi (periodontitis)
- Penyakit paru, seperti asma, penyakit paru obstruktif kronis, dan kanker paru
- Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, dan stroke
- Gangguan fungsi seksual bahkan kemandulan
- Lebih mudah sakit dan proses penyembuhan yang lebih lama
- Kelahiran prematur, gagal napas, gangguan kongenital pada janin
- Sindrom kematian mendadak pada bayi baru lahir
- Kanker, seperti kanker lambung, kanker hati, kanker pankreas, hingga kanker ginjal
Bahaya nikotin bahkan tidak hanya mengintai perokok, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi baru lahir, dan anak-anak.
Cara Mengatasi Kecanduan Nikotin
Meski terasa sulit, bukan tidak mungkin bagi Anda untuk berhenti merokok. Cara pertama untuk lepas dari jerat bahaya nikotin adalah segera berhenti menghisap rokok dan produk bernikotin lainnya. Selain itu, ada beberapa cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecanduan nikotin:
1. Kurangi jumlah rokok
Anda bisa coba mulai dengan menunda untuk merokok 2 jam setiap hari. Sebagai contoh, jika Anda biasa merokok jam 8 pagi, usahakan hanya merokok kembali di jam 10 pagi esok harinya. Lakukan cara ini setiap hari dan sesuaikan dengan jam Anda merokok di hari sebelumnya.
Jika cara di atas terlalu berat, Anda bisa kurangi jumlah rokok yang dihisap setiap harinya secara bertahap. Namun, cara ini lebih efektif jika Anda belum tergolong perokok berat.
2. Terapi perilaku
Jika sudah kecanduan nikotin dan merasa sangat sulit berhenti merokok, Anda bisa konseling ke psikolog. Umumnya, konselor akan menyarankan terapi perilaku untuk mengatasinya.
Terapi perilaku akan mengidentifikasi pemicu perilaku merokok sehingga cara berhenti merokok akan disesuaikan dengan kondisi Anda. Terapi ini juga bermanfaat untuk meringankan gejala putus nikotin yang dialami.
3. Terapi pengganti nikotin
Terapi ini dilakukan dengan pemberian kandungan nikotin dalam dosis rendah dari produk selain rokok. Beberapa pengganti nikotin yang diresepkan oleh dokter berupa permen karet, tablet hisap, obat semprot hidung (nasal spray), atau koyo.
Terapi pengganti nikotin diharapkan dapat mengurangi keinginan merokok sampai akhirnya berhenti dengan sendirinya.
4. Menggunakan obat-obatan
Kecanduan nikotin juga bisa diatasi dengan pemberian obat, seperti bupropion dan varenicline. Kedua obat tersebut bekerja dengan meniru efek zat nikotin di dalam tubuh sehingga gejala putus nikotin bisa dicegah. Konsumsi obat-obatan untuk kecanduan nikotin harus diresepkan oleh dokter.
Untuk memaksimalkan pengobatan, pemberian obat juga mungkin bisa dikombinasikan dengan cara lain, misalnya terapi perilaku untuk mendukung keberhasilan.
Ketika keinginan untuk merokok muncul kembali, alihkan dengan aktivitas lain, misalnya berolahraga, jalan santai, meditasi, atau yoga. Anda juga dianjurkan mengonsumsi makanan bergizi dan mintalah dukungan keluarga, kerabat, bahkan pasangan agar tingkat keberhasilan dalam mengatasi kecanduan nikotin bisa semakin tinggi.
Jika Anda merasa sulit untuk berhenti merokok tetapi ingin terbebas dari bahaya nikotin, tidak ada salahnya untuk konsultasi ke dokter. Nantinya, dokter bisa menyarankan cara berhenti merokok yang tepat sesuai dengan kondisi Anda.