Konsumsi obat usus buntu dapat meredakan gejala yang muncul. Namun, ketahui pula kondisi seperti apa yang dianggap aman untuk mengonsumsi obat ini agar komplikasi usus buntu bisa terhindarkan.
Penyakit usus buntu atau radang usus buntu umumnya diatasi dengan operasi. Namun, pada kasus usus buntu ringan dan belum menyebabkan usus buntu pecah, dokter mungkin meresepkan obat usus buntu untuk mengurangi gejala sekaligus mengatasi peradangan di usus buntu.
Berbagai Macam Obat Usus Buntu
Pemberian obat usus buntu bertujuan untuk mencegah komplikasi dan meredakan gejalanya, seperti nyeri perut kanan bawah, demam, mual, dan muntah. Berikut ini beberapa jenis obat yang biasanya diresepkan untuk menangani usus buntu:
Obat analgetik dan antipiretik
Untuk meredakan gejala usus buntu berupa demam dan nyeri perut, dokter akan meresepkan obat analgetik dan antipretik. Obat golongan ini mampu menurunkan demam dan keluhan nyeri yang muncul ketika usus buntu meradang.
Beberapa obat yang termasuk dalam golongan analgetik dan antipiretik adalah paracetamol dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen. Paracetamol dan ibuprofen dapat menekan produksi hormon prostaglandin yang memicu peradangan, nyeri, dan demam.
Obat antimual
Obat antimual bisa digunakan untuk meredakan gejala mual dan muntah yang dialami penderita usus buntu. Beberapa jenis obat antimual yang mungkin diresepkan adalah domperidone, ondansetron, dan metoclopramide.
Obat antimual yang telah disebutkan di atas harus dikonsumsi berdasarkan resep dari dokter. Selain itu, obat ini juga dapat menimbulkan rasa kantuk sehingga hindari melakukan aktivitas yang membutuhkan kewaspadaan, seperti mengemudi.
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi karena mual dan muntah, Anda juga dianjurkan untuk minum air putih yang cukup, yaitu 8 gelas atau 2 liter setiap hari.
Obat antibiotik
Antibiotik sering kali diresepkan sebagai obat usus buntu. Biasanya, pemberian antibiotik dilakukan bersama dengan penanganan lainnya berupa operasi usus buntu.
Namun, antibiotik dapat pula menjadi terapi tunggal, khususnya pada kasus yang masih ringan dan tidak ada tanda-tanda usus buntu pecah atau peritonitis, seperti nyeri perut menetap meski sudah minum obat, tidak bisa buang air besar dan kentut, sesak napas, serta denyut jantung cepat.
Obat antibiotik yang biasa diresepkan untuk mengatasi usus buntu meliputi cefotaxim, cefazoline, metronidazole, atau levofloxacin. Obat ini harus dikonsumsi sesuai saran dari dokter dan diminum sampai habis.
Penderita usus buntu yang diresepkan obat usus buntu tanpa menjalani operasi akan diminta untuk melakukan pemeriksaan kembali ke dokter. Hal ini bertujuan untuk menilai respons pengobatan dan kondisi pasien secara umum.
Jika muncul tanda-tanda komplikasi selama mengonsumsi obat usus buntu, segeralah periksakan diri ke dokter. Untuk kondisi ini, penderita usus buntu memerlukan pemberian cairan dan antibiotik melalui infus serta tindakan operasi segera.