Obat herbal banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi gejala atau penyakit tertentu. Meski obat ini terbuat dari bahan alami dan sudah sejak lama digunakan, Anda perlu mengetahui cara mengonsumsi obat herbal yang aman agar terhindar dari efek sampingnya.
Indonesia sangat dikenal dengan keanekaragaman tumbuhan dan bahan rempah yang kerap digunakan sebagai bahan untuk obat dan suplemen herbal, misalnya rumput mutiara, daun kumis kucing, tanaman ashwagandha, purwoceng, kayu bajakah, daun kelor, dan daun beluntas. Meski demikian, ada juga sebagian obat herbal yang terbuat dari hewan atau mineral.
Di Indonesia, obat herbal banyak dikonsumsi sebagai jamu, seperti empon-empon. Namun, kini obat herbal juga banyak tersedia dalam bentuk bubuk, kapsul, pil, dan teh herbal.
Karena terbuat dari bahan alami, obat herbal sering dianggap lebih aman daripada obat-obatan medis. Padahal, obat herbal tetap bisa menyebabkan efek samping, terlebih jika dikonsumsi terlalu banyak atau dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, cara konsumsi obat herbal perlu diperhatikan.
Regulasi dan Standarisasi Obat Herbal di Indonesia
Obat herbal yang telah terdaftar di BPOM RI umumnya aman untuk dikonsumsi. Di Indonesia, obat herbal dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
Obat herbal tradisional
Obat herbal jenis ini dikenal sebagai obat tradisional atau jamu. Bahan-bahannya sudah digunakan sejak turun-temurun dan merupakan resep warisan budaya Indonesia. Obat herbal tradisional dikelompokkan lagi menjadi jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka.
Obat herbal nontradisional
Obat herbal ini berasal dari bahan-bahan yang tidak lazim digunakan secara tradisional di Indonesia, tetapi berpotensi memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh. Meski masih jarang digunakan di Indonesia, obat herbal nontradisional telah digunakan di negara lain secara turun-temurun.
Sebelum mengizinkan peredaran produk obat herbal, BPOM RI akan melakukan serangkaian uji coba ilmiah untuk memastikan apakah produk tersebut mengandung zat-zat berbahaya.
Namun, untuk obat herbal yang telah digunakan sejak turun-temurun, seperti jamu, biasanya tidak perlu dilakukan uji klinis lagi. Meski demikian, obat herbal tradisional dapat dikembangkan menjadi obat herbal terstandar (OHT) atau fitofarmaka, jika disertai dengan bukti empiris dan data uji klinis serta nonklinis.
Proses uji klinis suatu produk meliputi pengecekan terhadap jenis dan bagian tumbuhan yang dipakai, cara pengolahan bahan baku, dan metode ekstraksi yang digunakan.
Selain itu, obat herbal yang beredar di Indonesia tidak boleh mengandung Bahan Kimia Obat (BKO), etil alkohol lebih dari 1%, narkotika atau psikotropika, serta bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan dan berakibat fatal.
Efektivitas Obat Herbal secara Klinis
Hampir semua tanaman yang digunakan sebagai obat herbal memiliki efek antioksidan. Berkat kandungan antioksidan yang cukup tinggi, obat herbal sering dikonsumsi untuk memelihara kesehatan dan mengurangi risiko terjadinya berbagai penyakit, seperti kanker, demensia, diabetes, dan aterosklerosis.
Ada juga obat herbal yang memiliki sifat antiradang, antibakteri, antijamur, dan antinyeri. Itulah sebabnya, obat herbal juga sering digunakan untuk mengatasi demam dan nyeri karena peradangan atau infeksi.
Meski demikian, data mengenai efektivitas obat herbal untuk pengobatan penyakit masih sangat terbatas. Meski ada banyak orang yang merasa lebih baik setelah mengonsumsi obat herbal, tidak sedikit pula yang mengalami efek samping, seperti gangguan pencernaan, pusing, reaksi alergi, atau bahkan keracunan.
Meski secara umum dianggap alami, bukan berarti obat herbal sepenuhnya aman, terlebih bila tidak digunakan dengan benar. Oleh karena itu, Anda sebaiknya berkonsultasi dulu ke dokter sebelum mengonsumsi obat herbal, apalagi jika Anda memiliki kondisi medis tertentu atau sedang mengonsumsi obat dari dokter.
Tips Aman Mengonsumsi Obat Herbal
Sebagian besar bahan alami yang dijadikan obat herbal memang aman untuk dikonsumsi. Meski begitu, obat herbal tetap berpotensi menyebabkan efek samping. Informasi mengenai efek samping yang mungkin terjadi biasanya tertera pada kemasan produk obat herbal.
Agar terhindar dari efek samping yang berbahaya, ikutilah tips-tips berikut ini saat mengonsumsi obat herbal:
- Pastikan produk herbal telah terdaftar di BPOM RI.
- Periksa tanggal kedaluwarsa produk.
- Ikuti petunjuk pemakaian dan dosis yang tercantum di kemasan.
- Hubungi layanan konsumen produk herbal jika Anda ingin mengetahui lebih jelas mengenai produk mereka.
- Konsultasi dulu ke dokter sebelum mengonsumsi obat herbal.
- Hentikan penggunaan obat herbal apabila gejala tidak membaik atau justru semakin parah.
Tidak semua orang juga boleh mengonsumsi obat herbal. Ada beberapa kelompok yang perlu menghindari konsumsi obat herbal, yaitu:
- Ibu hamil dan menyusui
- Orang yang akan menjalani operasi
- Orang dengan kondisi medis tertentu, seperti gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, atau penyakit autoimun
Selain itu, obat herbal tidak bisa dikonsumsi bersama obat-obatan tertentu, seperti obat penurun tekanan darah, obat pengencer darah, dan obat untuk diabetes, karena dapat menimbulkan interaksi obat dan efek samping yang serius.
Konsumsi obat herbal tidak boleh sembarangan, apalagi jika digunakan untuk mengobati penyakit. Agar tidak mengalami efek samping yang berbahaya, terapkan cara-cara di atas untuk mengonsumsi obat herbal dengan aman.
Selain itu, jangan lupa untuk berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum mengonsumsi obat herbal. Dengan begitu, dokter dapat menentukan apakah obat herbal aman untuk kondisi Anda, serta menentukan jenis dan dosis obat herbal yang sesuai dengan kebutuhan Anda.