Parecoxib adalah obat pereda nyeri dalam bentuk suntik. Obat ini bermanfaat untuk meredakan nyeri sedang hingga berat, misalnya nyeri yang timbul setelah operasi.
Parecoxib bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) dalam menghasilkan prostaglandin. Jika produksi prostaglandin dihambat, peradangan beserta nyeri dan bengkak bisa berkurang.
Parecoxib dapat meredakan nyeri dalam hitungan menit. Efek pereda nyeri dari obat ini dapat bertahan selama 6 hingga 12 jam atau lebih. Parecoxib dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasikan dengan obat lain yang tergolong pereda nyeri, termasuk obat penghilang nyeri golongan opioid.
Parecoxib banyak dimanfaatkan dalam berbagai jenis operasi, mulai dari operasi gigi, histerektomi, operasi penggantian lutut, sampai prostatektomi. Meski efektif dalam meredakan nyeri, parecoxib tidak dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berkepanjangan, seperti pada penyakit radang sendi.
Merek dagang parecoxib: Dynastat, Repacor
Apa Itu Parecoxib
Golongan | Obat resep |
Kategori | Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) jenis COX-2 inhibitor |
Manfaat | Meredakan nyeri pascaoperasi |
Digunakan oleh | Dewasa ≥18 tahun |
Parecoxib untuk ibu hamil | Usia kehamilan <20 minggu |
Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping parecoxib terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada ibu hamil. | |
Parecoxib hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. | |
Usia kehamilan ≥20 minggu | |
Kategori D: Ada bukti bahwa parecoxib berisiko terhadap janin manusia. Namun, obat dalam kategori ini masih mungkin digunakan ketika manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risikonya, misalnya untuk mengatasi situasi yang mengancam nyawa. | |
Parecoxib untuk ibu menyusui | Parecoxib tidak dianjurkan untuk ibu menyusui. |
Bentuk obat | Suntik |
Peringatan sebelum Menggunakan Parecoxib
Parecoxib merupakan obat resep yang penggunaannya harus dalam pengawasan dokter. Sebelum menjalani pengobatan dengan parecoxib, penting bagi Anda untuk memperhatikan hal-hal berikut:
- Informasikan kepada dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki. Parecoxib tidak boleh digunakan oleh orang yang alergi terhadap obat ini atau obat-obatan dari golongan sulfonamida.
- Beri tahu dokter jika Anda pernah mengalami serangan asma atau reaksi alergi berat setelah menggunakan aspirin atau obat lain yang tergolong OAINS, seperti ketorolac.
- Informasikan kepada dokter jika Anda berencana atau baru saja menjalani operasi. Parecoxib tidak boleh digunakan untuk mengatasi nyeri setelah operasi besar pada pembuluh darah atau operasi bypass jantung.
- Beri tahu dokter jika Anda menderita penyakit jantung koroner, gagal jantung, maupun stroke, atau kondisi lain yang bisa menyebabkan penyakit tersebut, termasuk kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes atau kebiasaan merokok. Informasikan juga jika Anda baru saja mengalami serangan jantung.
- Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita penyakit arteri perifer, penyakit ginjal, penyakit liver, atau gangguan pencernaan, seperti tukak usus dua belas jari, tukak lambung, perdarahan saluran cerna, atau radang usus.
- Informasikan kepada dokter jika Anda sedang hamil, mungkin sedang hamil, merencanakan kehamilan, atau sedang menyusui.
- Beri tahu dokter jika Anda sedang merencanakan kehamilan, menjalani program hamil, atau sedang menjalani pemeriksaan untuk mengetahui penyebab sulit hamil. Parecoxib bisa menurunkan kesuburan pada wanita.
- Pastikan untuk memberi tahu dokter jika Anda sedang menjalani terapi dengan obat tertentu, termasuk fluconazole, aspirin, suplemen, dan produk herbal. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi interaksi antarobat.
- Hindari konsumsi minuman beralkohol selama menjalani pengobatan dengan parecoxib agar tidak terjadi perdarahan saluran pencernaan.
- Jangan langsung mengemudi atau melakukan aktivitas lain yang memerlukan kewaspadaan setelah menggunakan obat ini. Parecoxib dapat menyebabkan efek samping berupa pusing, vertigo, dan kantuk yang berat.
- Segera lapor ke dokter jika Anda mengalami reaksi alergi obat atau efek samping serius setelah menggunakan parecoxib.
Dosis dan Aturan Pakai Parecoxib
Parecoxib suntik hanya ditujukan bagi pasien dewasa usia di atas 18 tahun. Dokter akan memberikan parecoxib mulai dari dosis terendah dengan lama pengobatan sesingkat mungkin, maksimal 3 hari.
Berikut adalah dosis parecoxib suntik untuk mengatasi nyeri pascaoperasi:
- Dewasa: Dosis awal 40 mg, dapat dilanjutkan dengan dosis 20–40 mg tiap 6–8 jam apabila diperlukan. Dosis maksimal 80 mg per hari.
- Lansia dengan berat badan <50 kg: Dosis awal 20 mg. Dosis maksimal 40 mg per hari.
Cara Menggunakan Parecoxib dengan Benar
Parecoxib suntik hanya boleh diberikan oleh dokter atau petugas medis di bawah pengawasan dokter. Parecoxib dapat disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah atau otot, tergantung pada kondisi pasien.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diketahui selama penggunaan parecoxib:
- Efek pereda nyeri dari parecoxib biasanya dapat dirasakan dalam waktu 7–14 menit setelah disuntikkan.
- Informasikan kepada dokter jika nyeri tidak membaik atau makin parah setelah lebih dari 10 menit, agar dokter dapat menilai kondisi Anda dan mencari tahu penyebabnya.
- Beri tahu dokter jika nyeri sudah membaik atau hilang setelah 12 jam sejak pemberian parecoxib. Anda mungkin tidak memerlukan tambahan dosis lagi.
- Ikuti instruksi dokter selama menjalani pengobatan dengan parecoxib.
- Segera beri tahu dokter jika Anda merasakan reaksi yang tidak enak setelah mendapatkan suntikan parecoxib.
Dokter akan memantau tekanan darah pasien setelah menyuntikkan parecoxib. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan secara berkala, seperti tes fungsi ginjal dan hati, serta tes darah lengkap, selama pasien menjalani terapi dengan parecoxib.
Interaksi Parecoxib dengan Obat Lain
Efek interaksi yang bisa terjadi jika parecoxib digunakan secara bersamaan dengan obat tertentu antara lain:
- Peningkatan risiko terjadinya luka dan perdarahan di saluran cerna jika digunakan bersama aspirin
- Peningkatan risiko terjadinya efek samping parecoxib bila digunakan bersama fluconazole atau ketoconazole
- Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakan bersama warfarin, atau obat lain yang tergolong antikoagulan, seperti apixaban dan dabigatran
- Peningkatan risiko terjadinya kerusakan ginjal jika digunakan bersama tacrolimus atau obat antihipertensi golongan ACE inhibitor atau ARB
- Peningkatan risiko terjadinya efek samping dari obat lithium, methotrexate, dextromethorphan, atau omeprazole
- Penurunan efektivitas dari obat antihipertensi golongan ACE inhibitor, ARB, penghambat beta, atau diuretik dalam menurunkan tekanan darah
Agar terhindar dari efek interaksi yang tidak diinginkan, selalu beri tahu dokter mengenai semua obat lain yang sedang Anda gunakan jika hendak menjalani pengobatan dengan parecoxib.
Efek Samping dan Bahaya Parecoxib
Efek samping yang bisa terjadi setelah menggunakan parecoxib suntik adalah:
- Mual, muntah, sakit perut, sembelit, sakit maag, perut kembung
- Bengkak pada lokasi penyuntikan atau infus
- Keluar keringat berlebih (hiperhidrosis)
- Kantuk setelah menerima obat
- Sulit tidur pada malam hari
- Faringitis atau radang tenggorokan
- Pusing atau vertigo
- Mati rasa atau kebas
- Nyeri punggung
- Gelisah
Periksakan diri ke dokter atau berkonsultasilah dengan dokter melalui chat jika keluhan di atas tidak kunjung mereda atau makin parah. Segera lapor ke dokter jika Anda mengalami reaksi alergi setelah menggunakan parecoxib suntik, atau timbul efek samping serius berikut ini:
- Perdarahan di lambung atau usus, yang gejalanya bisa berupa muntah darah, muntah hitam seperti ampas kopi, BAB berdarah, atau tinja berwarna hitam seperti aspal
- Gejala serangan jantung, seperti nyeri dada yang dapat menjalar ke daerah leher, rahang, lengan, atau punggung; dada terasa seperti tertindih; mual; keringat dingin; atau sesak napas
- Gejala stroke, seperti sakit kepala hebat, lumpuh sebelah badan, atau bicara cadel yang terjadi secara tiba-tiba
- Gagal ginjal akut, yang gejalanya meliputi jarang berkemih, urine yang keluar makin sedikit atau tidak keluar sama sekali, pembengkakan di tungkai (edema), gangguan irama jantung, tremor, atau kejang
- Gejala perburukan hipertensi, seperti tekanan darah melonjak tinggi, atau muncul sakit kepala hebat, mimisan, telinga berdenging, maupun gangguan penglihatan
- Ruam kemerahan atau keunguan yang menyebar luas, luka lepuh di kulit, rasa perih yang menyebar di kulit