Meski obat Avifavir telah mengantongi izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA), penggunaannya kini diklaim tidak efektif dalam menangani COVID-19 maupun mencegah keparahannya. Untuk lebih jelasnya, mari simak artikel berikut ini.
Beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, telah memasukkan obat Avifavir ke dalam deretan pilihan terapi bagi penderita COVID-19. Walaupun memiliki izin penggunaan, obat ini ternyata tidak memiliki manfaat lebih besar daripada efek samping yang dapat ditimbulkannya.
Mengenal Obat Avifavir untuk COVID-19
Obat Avifavir diproduksi oleh Russian Direct Investment Fund (RDIF) dan ChemRar Group dari Rusia. Sejak awal Juni 2020, obat ini telah dipasok ke seluruh wilayah Rusia dan 15 negara di seluruh dunia. Indonesia menjadi negara Asia pertama yang meregistrasi obat Avifavir.
Bahan aktif Avifavir adalah favipiravir, yang umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi akibat beberapa jenis virus influenza, seperti influenza A penyebab flu burung dan flu babi, influenza B, serta influenza C.
Favipiravir bekerja dengan cara menghambat enzim polimerase, yaitu enzim yang berperan dalam replikasi RNA. Karena proses replikasinya terhambat, virus tidak dapat berkembang biak dan menyebar ke organ tubuh lainnya.
Avifavir menjadi obat dari Rusia pertama yang mendapatkan izin untuk pengobatan COVID-19. Hasil uji klinis tahap 2 dan 3 menunjukkan bahwa obat ini dapat menghambat pertumbuhan virus Corona selama kurang lebih 4 hari.
Meski obat Avifavir memiliki kemampuan yang cepat dalam mematikan virus, tetapi sejumlah penelitan menyatakan bahwa obat ini tidak menunjukkan khasiat yang efektif dalam mengurangi lama rawat inap akibat COVID-19, dan mencegah keparahannya.
Bahkan, dalam panduan dari World Health Organization (WHO) terkait obat-obatan untuk COVID-19, WHO tidak memasukkan obat yang berisikan favipiravir sebagai salah satu terapi untuk COVID-19.
Peringatan Sebelum Mengonsumsi Avifavir
Berdasarkan berbagai data yang telah terkumpul, Avifavir yang di mana berisikan favipiravir, memiliki risiko efek samping berupa gangguan pencernaan, peningkatan asam urat, dan peningkatan enzim hati.
Selain itu, efeknya juga dapat menimbulkan penurunan kualitas sperma dan kecacatan pada janin. Oleh karenanya, obat Avifavir sebaiknya tidak dikonsumsi bagi seseorang di usia subur, maupun yang sedang dalam program hamil.
Walaupun obat Avifavir pernah diakui potensinya, pada akhirnya obat ini tidak terbukti efektif bagi penderita COVID-19, baik itu untuk mempercepat penyembuhan maupun untuk mencegah keparahannya.
Bagaimanapun, penanganan COVID-19 dapat dilakukan sesuai ada atau tidaknya gejala yang timbul. Bagi yang tidak bergejala, Anda cukup melakukan isolasi di rumah, mencukupi kebutuhan air putih dan nutrisi, serta beristirahat yang cukup.
Sedangkan bagi seseorang yang mengalami gejala COVID-19, Anda dapat melakukan konsultasi dengan dokter melalui layanan telemedisin, dan mendapatkan obat yang dibeli secara online guna meredakan gejala yang ada.
Apabila Anda merasakan sesak berat, denyut jantung berdebar kencang dan tidak beraturan, apalagi memiliki riwayat penyakit kronis yang tidak terkontrol, jangan ragu untuk meminta bantuan medis di IGD terdekat.
Untuk mencegah tertular atau menularkan virus Corona, pastikan Anda selalu menerapkan protokol kesehatan, yaitu menjaga jarak fisik atau physical distancing, mencuci tangan secara rutin, mengenakan masker saat beraktivitas di luar rumah, dan menghindari keramaian.
Jika masih memiliki pertanyaan seputar COVID-19, Anda bisa chat langsung dengan dokter di aplikasi ALODOKTER. Di aplikasi ini, Anda juga bisa membuat janji konsultasi dengan dokter di rumah sakit.