Penyebab TBC adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyerang paru-paru dan dapat memengaruhi organ tubuh lainnya. Selain itu, ada pula faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini, mulai dari gaya hidup tidak sehat hingga sistem imun yang lemah.
Tuberkulosis atau TBC merupakan satu dari 10 penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di dunia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya ada sekitar 1,5 juta orang di dunia yang meninggal akibat menderita TBC.
Secara global, Indonesia merupakan salah satu negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat, pada tahun 2022 sendiri, ada sekitar 842 ribu penduduk Indonesia yang menderita TBC.
Karena tingginya kasus TBC di Indonesia, penting bagi Anda untuk mengetahui penyebab TBC dan faktor apa saja yang dapat meningkatkan risiko terkena penyakit ini. Tujuannya adalah agar Anda bisa melakukan upaya pencegahan TBC secara lebih optimal.
Penyebab TBC dan Faktor Risikonya
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, TBC disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab TBC ini umumnya menyerang paru-paru, sehingga dikenal juga dengan istilah flek paru-paru, dan bisa menyebar ke orang lain melalui percikan air liur yang dilepaskan ke udara saat penderitanya bersin, batuk, atau meludah.
Meski dapat menyebar melalui udara, penularan penyakit TBC tidak semudah penyebaran flu atau batuk. Proses penularan bakteri TBC membutuhkan kontak yang cukup dekat dan lama dengan penderita. Misalnya, tinggal atau kerja bersama dan sering melakukan interaksi dalam kesehariannya.
Kemungkinan Anda tertular TBC jika sekadar duduk di sebelah orang yang terinfeksi, misalnya di bus atau kereta, akan sangat kecil. Selain itu, penderita TBC yang telah mengonsumsi obat antituberkulosis setidaknya selama 2 minggu juga berisiko lebih kecil menularkan penyakitnya ke orang lain.
Meski begitu, ada beberapa kelompok orang yang lebih mudah tertular TBC, di antaranya:
- Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, seperti bayi, anak-anak, lansia, atau penderita HIV/AIDS, diabetes, kanker, dan gagal ginjal stadium akhir
- Orang yang sedang menjalani pengobatan yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti kemoterapi
- Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan, misalnya penderita kanker, lupus, rheumatoid arthritis, dan penyakit Crohn
- Perokok aktif
- Orang dengan gaya hidup buruk, seperti menyalahgunakan narkoba atau mengonsumsi alkohol
- Orang yang tinggal dengan penderita TBC
- Petugas medis yang merawat pasien TBC
- Orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan berisiko tinggi, misalnya panti jompo atau tempat penampungan tunawisma
- Orang yang tinggal di pemukiman padat dan kumuh
Pada sebagian besar kasus, penyakit TBC memang dapat sembuh selama obat yang diresepkan dokter digunakan dengan benar dan sesuai arahan. Namun, penting bagi Anda untuk mengetahui penyebab TBC dan faktor risikonya, sehingga Anda bisa lebih waspada terhadap penyebaran penyakit ini.
Umumnya, pengobatan TBC memerlukan waktu setidaknya 6 bulan agar bisa sembuh total. Tanpa pengobatan yang rutin dan tepat, akan jauh lebih sulit bagi penderita untuk sembuh.
Jangan ragu untuk berkonsultasi ke dokter apabila Anda berisiko tinggi terkena TBC, terlebih jika sudah mengalami beberapa gejalanya. Dokter akan menyarankan beberapa pemeriksaan, termasuk tes dahak atau tes Mantoux, untuk mendeteksi apakah Anda menderita TBC atau tidak. Semakin cepat penyebab TBC terdeteksi, semakin baik pula kesempatan Anda untuk bisa sembuh.