Pernahkah Bunda mendengar tentang praktik memberi atau menerima donor ASI? Kegiatan ini bukan hal yang baru, bahkan belakangan kampanyenya pun sudah semakin meluas. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum ikut serta dalam donor ASI. Simak penjelasannya dalam artikel ini, ya.
Kegiatan donor atau berbagi ASI merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan saat bayi, terutama yang lahir dengan berat badan rendah atau mengalami malnutrisi, tidak bisa menerima ASI akibat keterbatasan tertentu, misalnya kondisi kesehatan ibu atau produksi ASI yang memang tidak mencukupi kebutuhan bayi.
Manfaat Donor ASI
Dari data World Health Organization (WHO), ada lebih dari 20 juta bayi terlahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg tiap tahunnya. Saat bayi lahir dengan berat yang rendah, ada sejumlah risiko gangguan kesehatan yang rentan terjadi, termasuk kematian mendadak, gangguan tumbuh kembang, atau terinfeksi penyakit menular.
Untuk menanganinya, salah satu rekomendasi WHO adalah pemberian ASI yang bisa bersumber langsung dari ibu kandung maupun dari donor ASI. Jika tetap tidak tercukupi, maka pilihan terakhir barulah dengan pemberian susu formula.
Menurut penelitian yang ada, pemberian ASI pada bayi, meski dari donor ASI, terbukti dapat mengurangi risiko terjadinya beberapa kondisi berikut ini:
- Penyakit necrotizing enterocolitis, yaitu saat saluran cerna bayi mengalami kerusakan, mulai dari peradangan, kematian jaringan, hingga kebocoran
- Penyakit tertentu, termasuk diabetes tipe 1, asma, atau obesitas,
- Penyakit infeksi, seperti pneumonia atau infeksi telinga
WHO juga merekomendasikan bayi, termasuk yang lahir dengan berat badan rendah harus mendapatkan ASI paling tidak hingga usianya 6 bulan. Namun, pada bayi yang sedang sakit atau memiliki berat badan terlalu rendah (kurang dari 1 kg), asupannya perlu disesuaikan dengan anjuran dokter.
Persyaratan Melakukan Donor ASI
Untuk bisa menjadi donor ASI, ibu menyusui harus memenuhi beberapa persyaratan dari segi kesehatan. Berikut ini adalah ketentuan dalam mendonorkan ASI:
Hal yang wajib dipenuhi ibu pendonor
Berikut ini adalah beberapa hal yang wajib dipenuhi oleh ibu menyusui jika ingin menjadi pendonor ASI:
- Bersedia menjalani tes darah, supaya kondisi kesehatannya bisa diketahui
- Memiliki kondisi kesehatan yang baik
- Tidak sedang mengonsumsi suplemen herbal dan obat-obatan medis, termasuk insulin, hormon pengganti tiroid, pil KB, dan produk obat yang bisa memengaruhi bayi
Hal yang membuat ibu menyusui tidak bisa menjadi pendonor ASI
Di bawah ini adalah beberapa kondisi yang bisa membuat ibu menyusui tidak dapat menjadi pendonor ASI:
- Menderita HIV, HTLV (human T-lymphotropic virus), sifilis, hepatitis B, atau hepatitis C, berdasarkan hasil tes darah
- Memiliki suami atau pasangan seksual yang berisiko terjangkit HIV, HTLV, sifilis, hepatitis B, atau hepatitis C
- Merokok, menggunakan tembakau atau produk olahannya
- Menggunakan NAPZA
- Mengonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah yang berlebihan atau lebih dari 60 ml per hari
- Menerima transfusi darah dalam 6 bulan terakhir.
- Menerima transplantasi organ atau jaringan, dalam 12 bulan terakhir
Persyaratan khusus
Di Indonesia peraturan tentang donor ASI ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jadi, donor ASI boleh dilakukan dengan persyaratan:
- Adanya permintaan ibu kandung atau keluarga bayi yang bersangkutan
- Identitas, agama, dan alamat pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu atau keluarga dari bayi penerima ASI
- Adanya persetujuan pendonor ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI
- Pendonor ASI dalam kondisi kesehatan baik dan tidak memiliki kondisi medis yang membuatnya tidak boleh memberikan ASI, termasuk menderita penyakit yang dapat menular lewat ASI
- ASI hasil donor tidak boleh diperjualbelikan
Selain itu, pemberian ASI juga wajib dilaksanakan berdasarkan norma agama dan mempertimbangkan aspek sosial budaya, mutu, dan keamanan ASI.
Risiko Memberikan Donor ASI kepada Bayi
Meski bisa membawa manfaat, praktik donor ASI juga bisa meningkatkan risiko terjadinya beberapa penyakit atau kondisi tertentu, seperti terpapar penyakit menular atau terkontaminasi zat-zat kimia dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh ibu pendonor.
Selain itu, ASI yang tidak disimpan dengan benar juga bisa terkontaminasi kuman, sehingga tidak aman untuk diminum oleh bayi. Makanya, pastikan ASI yang didonorkan kepada bayi disimpan dengan baik sebelumnya. Kemudian, saat akan memberikannya kepada bayi, perhatikan juga apakah ada tanda-tanda ASI basi atau tidak layak minum.
Donor ASI bisa sangat membantu para bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI dari ibunya. Manfaat ASI dari donor pun sama saja dengan ASI dari ibu kandung. Meski begitu, perhatikan syarat-syaratnya dengan cermat, agar ASI yang diberikan kepada bayi tetap aman.
Kalau Bunda ingin menjadi pemberi atau penerima donor ASI tetapi masih ragu, konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan arahannya, ya.